Menceritakan tentang Anis yang pindah rumah, Karena di tinggal kecelakaan oranf tuanya.Rumah tersebut milik tante Parmi yang ada di kampung. Banyak kejadian yang di alami Anis di rumah tersebut
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon KERTAS PENA, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bayangan Masa Lalu
Seiring berjalannya waktu, rumah tua itu menjadi pusat berkumpulnya keluarga dan teman-teman baru. Anis dan Pak Handoko terus merawat kebun dan memperindah interior rumah dengan sentuhan modern tanpa menghilangkan nuansa sejarah yang ada. Suasana hangat dan penuh cinta membuat rumah tersebut semakin hidup, menjadi tempat di mana cerita lama dan baru saling bertautan.
Suatu hari, saat Anis sedang menyiram tanaman di kebun, ia melihat sosok seorang wanita berdiri di pinggir jalan menuju rumah. Wanita itu terlihat tidak asing. Dengan langkah yang mantap, Anis mendekati wanita tersebut dan segera mengenali sosok yang dimaksud—Fina, sepupunya yang sudah lama tidak ditemui.
“Fina!” seru Anis, melambaikan tangan dengan ceria. Fina tersenyum, meskipun ada keraguan di matanya.
“Anis, aku mendengar banyak tentang rumah ini. Rasanya aneh bisa berada di sini lagi,” jawab Fina pelan. Ia tampak ragu, seolah mengingat kembali masa lalu yang kelam.
Anis mengundang Fina masuk, merasa senang melihat sepupunya kembali ke tempat yang telah menjadi sumber pengharapan bagi mereka. Begitu mereka masuk ke dalam rumah, Fina tertegun melihat perubahan yang terjadi. Dinding-dinding yang dulunya kelam kini diselimuti lukisan cerah dan foto-foto keluarga yang menggambarkan kebahagiaan.
“Rumah ini terasa berbeda. Aku hampir tidak mengenalnya,” kata Fina, matanya mengawasi setiap sudut ruangan.
“Ini adalah hasil kerja keras semua orang. Kita ingin menciptakan tempat yang nyaman dan hangat. Aku tahu kita semua memiliki kenangan buruk di sini, tetapi sekarang kami ingin menjadikannya tempat yang penuh cinta,” jelas Anis.
Mereka duduk di ruang tamu sambil mengobrol. Anis merasa senang dapat berbagi cerita tentang semua yang telah terjadi di rumah itu—tentang pertemuan dengan keluarga pria yang terlibat dalam kisah cinta nenek Fina, tentang ritual yang menghubungkan mereka kembali, dan tentang bagaimana semua itu telah membawa kedamaian bagi keluarga mereka.
Namun, meskipun suasana terasa positif, Anis tidak dapat mengabaikan keraguan yang terpendam dalam diri Fina. Ada sesuatu yang membebani hati sepupunya, dan Anis merasa perlu untuk membantunya melepaskan beban tersebut.
“Fina, aku tahu ini mungkin sulit, tetapi jika ada sesuatu yang ingin kau bicarakan, aku di sini untuk mendengarkan,” ucap Anis lembut.
Fina menghela napas dalam-dalam, matanya terfokus pada jendela yang menghadap ke kebun. “Aku merasa terjebak dalam bayangan masa lalu. Sejak kejadian itu, aku merasa tidak bisa kembali, tidak bisa menjalin hubungan dengan keluargaku. Semua rasa sakit dan penyesalan itu terus menghantuiku.”
Anis merasakan getaran kesedihan dalam suara Fina. “Kita semua punya cerita kita sendiri. Namun, penting untuk bisa melepaskan beban itu. Kita bisa menciptakan masa depan yang lebih baik bersama.”
Fina menatap Anis, terkejut. “Kau tidak tahu betapa sulitnya. Aku merasa aku telah merusak semuanya, semua harapan yang pernah ada.”
“Tidak ada yang sempurna. Kita semua pernah melakukan kesalahan. Namun, kita bisa memilih untuk memperbaikinya. Cobalah melihat ke arah masa depan, Fina. Kita bisa saling mendukung,” jawab Anis dengan tegas.
Setelah beberapa saat, Fina mengangguk, tampak mulai memahami. Mungkin inilah saatnya baginya untuk melepaskan masa lalu dan berusaha menjalani kehidupan baru. Anis merasa senang melihat kemajuan tersebut, meskipun ia tahu bahwa perjalanan Fina tidak akan mudah.
Keesokan harinya, Anis memutuskan untuk mengajak Fina berkeliling kebun. “Mari kita lihat kebun ini. Ini adalah tempat yang penuh energi dan kehidupan,” ajaknya.
Saat mereka menjelajahi kebun, Anis menjelaskan tentang setiap tanaman yang mereka tanam dan bagaimana mereka saling bekerja sama merawatnya. Fina mendengarkan dengan antusias, tampak lebih hidup daripada sebelumnya.
“Sungguh indah melihat bagaimana semua ini tumbuh. Rasanya seperti simbol harapan,” kata Fina, matanya berbinar.
“Benar sekali. Setiap tanaman di sini memiliki kisahnya sendiri, sama seperti kita. Dengan perawatan dan kasih sayang, semuanya bisa tumbuh dan berkembang,” Anis menjawab dengan senyum.
Setelah berkeliling, mereka duduk di bangku taman yang terletak di tengah kebun. Fina menatap ke arah langit biru, dan untuk pertama kalinya dalam waktu lama, ia merasa tenang.
“Nis, aku ingin memperbaiki hubunganku dengan keluarga. Mungkin aku bisa mulai mengundang mereka untuk datang ke sini,” ucap Fina.
Anis tersenyum lebar. “Itu adalah langkah yang bagus, Fina. Mereka pasti senang melihat perubahan yang terjadi di sini. Kita bisa merencanakan pertemuan lagi, seperti yang kita lakukan sebelumnya.”
Sejak hari itu, Fina semakin sering datang ke rumah. Ia mulai berinteraksi dengan Pak Handoko dan membantu Anis dalam merawat kebun. Semangat dan kebahagiaan perlahan-lahan tumbuh di antara mereka, dan Fina mulai merasa terhubung kembali dengan keluarganya.
Suatu hari, saat sedang bekerja di kebun, Fina mendapati sebuah jurnal tua yang tergeletak di bawah tumpukan daun. Jurnal itu terlihat usang, tetapi Fina merasa ada sesuatu yang menarik untuk dibaca. Ia mengambilnya dan membawanya ke dalam rumah.
Di ruang tamu, mereka membuka jurnal tersebut bersama. Ternyata, jurnal itu milik nenek Fina, berisi catatan tentang kehidupan sehari-harinya, termasuk cerita cinta yang terlarang dan harapan-harapan yang tidak pernah terwujud.
“Lihat, Anis. Ini adalah tulisan nenek. Dia benar-benar mencintainya. Setiap halaman menceritakan tentang kerinduan dan rasa sakit yang dialaminya,” kata Fina, matanya berkaca-kaca.
“Ini adalah bagian penting dari sejarah kita, Fina. Nenekmu ingin kita belajar dari pengalaman hidupnya. Kita bisa mengubah cerita ini menjadi sesuatu yang positif,” Anis menjawab, bersemangat.
Fina mulai membaca dengan suara pelan, membagikan isi catatan tersebut. Setiap halaman mengungkapkan harapan, penyesalan, dan mimpi yang tak terwujud. Fina merasakan koneksi yang mendalam dengan neneknya, seolah-olah neneknya sedang berbicara langsung padanya.
Ketika mereka sampai di akhir jurnal, Fina menutupnya dengan perasaan haru. “Aku merasa seperti aku mengenal nenekku lebih baik sekarang. Sepertinya aku bisa merasakan apa yang dia rasakan,” ucapnya dengan penuh emosi.
“Dan itulah yang membuat kita kuat. Kita bisa mengambil pelajaran dari masa lalu dan mengubahnya menjadi kekuatan untuk masa depan kita,” Anis menambahkan.
Setelah membaca jurnal itu, Fina merasa lebih terinspirasi untuk memperbaiki hubungannya dengan keluarga. Ia merencanakan untuk mengundang anggota keluarga mereka yang lain ke rumah untuk berbagi cerita dan menghabiskan waktu bersama.
Hari-hari berlalu, dan persiapan untuk pertemuan keluarga kembali dimulai. Fina merasa antusias, tetapi juga cemas. “Apa mereka akan menerimaku setelah semua yang terjadi?” tanyanya kepada Anis.
“Kita tidak pernah tahu hingga kita mencobanya. Jika kamu tulus dan jujur, mereka pasti bisa merasakannya. Ini adalah kesempatanmu untuk memulai lembaran baru,” Anis meyakinkan.
Saat hari pertemuan tiba, suasana di rumah dipenuhi dengan harapan dan semangat. Fina menyiapkan hidangan dengan penuh cinta, dan Anis membantu mengatur segala sesuatunya. Ketika tamu mulai berdatangan, Fina merasakan jantungnya berdebar, tetapi Anis berdiri di sampingnya, memberinya kekuatan.
Dengan penuh keberanian, Fina menyambut setiap anggota keluarganya, berusaha menunjukkan bahwa ia ingin memperbaiki hubungan di antara mereka. Meskipun ada ketegangan di awal, suasana perlahan-lahan mencair ketika mereka mulai berbagi cerita, tertawa, dan mengenang masa-masa indah bersama.
Fina melihat senyuman di wajah anggota keluarganya, dan ia merasa terharu. Momen-momen kecil ini memberikan harapan bahwa masa lalu tidak harus membebani mereka selamanya. Dalam waktu yang singkat, mereka semua berkumpul di sekitar meja, berbagi makanan dan cerita, seolah-olah semua yang pernah terjadi kini bisa disingkirkan.
Saat malam semakin larut, Fina merasa hatinya penuh. Ia menyadari bahwa perjalanan ini bukan hanya tentang memperbaiki hubungannya dengan keluarga, tetapi juga tentang menerima diri sendiri dan membangun jembatan ke masa depan yang lebih baik.
Ketika semua orang beranjak pulang, Fina mengucapkan terima kasih kepada mereka semua. “Aku sangat bersyukur bisa bersama kalian semua malam ini. Mari kita terus menjalin hubungan dan menciptakan kenangan baru bersama,” ungkapnya tulus.
Saat Fina menutup pintu rumah, ia merasa beban berat yang selama ini mengganjal di hatinya