novel fantsy tentang 3 sahabat yang igin menjadi petualang lalu masuk ke akademi petualang dan ternyata salah satu dari mereka adalah reinkarnasi dewa naga kehancuran yang mengamuk akbiat rasnya di bantai oleh para dewa dan diapun bertekad mengungkap semua rahasia kelam di masa lalu dan berniat membalas para dewa
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Albertus Seran, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 22: Api dan bayangan
Kabut mulai menghilang, dan debu yang berterbangan perlahan menipis, memperlihatkan dua sosok yang berdiri di tengah medan yang hancur. Erevan berdiri terengah-engah, tangannya gemetar saat menggenggam pedangnya yang memancarkan aura kegelapan. Di seberangnya, Aric, dilingkupi oleh energi biru yang berdenyut, berdiri dengan penuh tekad. Hembusan angin yang berdesir membawa perasaan ketegangan, seperti dunia menahan napas untuk menyaksikan akhir dari pertarungan ini.
"Ini... sudah cukup, Erevan," Aric berbicara dengan suara berat, meskipun matanya tetap penuh dengan keyakinan. "Kau harus menghentikannya. Semua ini hanya akan membawa kehancuran yang lebih besar."
Erevan tersenyum sinis, meskipun rasa lelah mulai tampak di wajahnya. "Hentikan? Kau masih tidak mengerti, Aric. Ini adalah satu-satunya cara untuk membalas dendam pada para dewa. Mereka harus membayar atas kejahatan mereka."
Kael berdiri beberapa langkah di belakang Aric, memegang pedangnya dengan susah payah. Tubuhnya penuh luka, tetapi semangatnya belum padam. "Erevan, kita pernah bermimpi untuk melindungi dunia ini bersama. Apa kau benar-benar akan menghancurkan segalanya?"
Mata Erevan menyala dengan amarah. "Dunia ini sudah rusak! Para dewa mempermainkan kita, dan aku tidak bisa diam saja!" Ia melangkah maju, energi kegelapan di sekelilingnya berkumpul, membentuk bayangan yang mengerikan.
Lyria, yang sudah kelelahan dari banyaknya mantra pelindung yang ia rapalkan, melangkah ke depan, meskipun tubuhnya gemetar. "Jika kita berjuang untuk membalas dendam, kita hanya akan kehilangan lebih banyak lagi," katanya dengan suara penuh kelembutan, namun tegas. "Erevan, kau tidak harus melakukannya sendirian. Kita bisa menemukan jalan lain, bersama."
Erevan tertawa getir. "Jalan lain? Tidak ada yang peduli dengan keadilan! Hanya mereka yang kuat yang akan bertahan!" Dengan seruan itu, ia mengangkat pedangnya tinggi, dan aura hitam yang mematikan mengalir di sepanjang bilahnya, bersiap untuk serangan terakhir.
Aric tahu saatnya sudah tiba. Ia menatap Lyria dan Kael, mengangguk pada mereka dengan ekspresi penuh rasa terima kasih. "Lyria, Kael, aku akan melindungi kalian, apa pun yang terjadi." Kemudian ia berbalik, menatap Erevan dengan tekad yang tak tergoyahkan. "Aku tidak akan membiarkanmu menghancurkan semuanya, Erevan."
Erevan meluncur ke depan, bayangannya mengamuk, membentuk gelombang kegelapan yang melesat ke arah Aric. Sementara itu, Aric menyalurkan energi naganya, dan cahaya biru yang menyilaukan menyelimuti pedangnya. Mereka bertabrakan sekali lagi, cahaya dan bayangan berputar, bertempur untuk dominasi.
"Kau tidak bisa menghentikanku, Aric!" teriak Erevan, suaranya menggema di seluruh medan. "Kegelapan ini adalah bagian dari diriku, dan aku akan menggunakannya untuk membakar dunia ini!"
Aric menggertakkan giginya, mendorong energi birunya untuk menahan serangan Erevan. "Aku juga memiliki kekuatan yang menakutkan di dalam diriku," jawabnya dengan suara penuh amarah. "Tapi aku memilih untuk menggunakannya untuk melindungi, bukan untuk menghancurkan!"
Serangan mereka meledak dengan suara yang memekakkan telinga, dan energi dari ledakan itu mengguncang tanah. Aric terhuyung, tetapi ia tidak membiarkan dirinya goyah. Energi naganya mulai menanggapi keinginannya dengan lebih baik, cahaya biru semakin terfokus.
Kael dan Lyria terlempar oleh gelombang kejut, tetapi mereka segera bangkit, meskipun rasa sakit melumpuhkan mereka. "Kita harus membantunya," kata Kael, meskipun ia tahu bahwa mereka hanya bisa melakukan sedikit di tengah pertarungan kekuatan besar ini.
Lyria memejamkan matanya, memusatkan sisa energinya. "Aku punya satu mantra lagi," katanya, suaranya bergetar karena kelelahan. "Kael, lindungi Aric sebisamu. Aku akan mempersiapkan sesuatu."
Kael mengangguk, meskipun tubuhnya hampir tidak sanggup untuk berdiri. Ia mengangkat pedangnya, menatap Erevan dengan tekad yang membara. "Aku tidak akan membiarkanmu menang, Erevan!"
Erevan melirik Kael dengan cemoohan. "Kael, kau tidak pernah bisa mengalahkanku. Kau selalu yang paling lemah di antara kita." Dengan satu ayunan pedang kegelapan, ia mengirimkan gelombang energi yang menerjang Kael.
Kael berteriak, menggunakan seluruh kekuatannya untuk menahan serangan itu. Tubuhnya berguncang hebat, dan dia hampir terjatuh. Tapi kemudian, sebuah cahaya lembut melingkupi dirinya. Itu adalah energi Lyria.
"Kael, bertahanlah," kata Lyria dengan napas terengah, wajahnya penuh konsentrasi. "Aku di sini bersamamu."
Sementara itu, Aric memusatkan energi naganya ke dalam serangan terakhirnya. "Aku tidak bisa kalah... bukan hanya untuk diriku sendiri, tapi untuk dunia ini, untuk mereka yang aku cintai!" Ia meluncur ke depan, pedangnya bersinar dengan energi yang menakjubkan, dan dengan teriakan penuh semangat, ia menyerang Erevan.
Erevan berusaha menahan, tetapi untuk pertama kalinya, ia mulai merasakan kegelapan di dalam dirinya berguncang. "Tidak! Ini tidak mungkin! Aku tidak akan kalah!"
Cahaya dan kegelapan bertabrakan dalam ledakan besar yang mengguncang langit, membuat malam menjadi siang sejenak. Hutan di sekitar mereka hancur, pohon-pohon tercabut dari akarnya, dan tanah bergetar seolah akan terbelah.
Ketika ledakan itu mereda, Aric terhuyung ke belakang, hampir terjatuh. Energi naga di dalam dirinya mulai surut, dan dia bisa merasakan tubuhnya melemah. Erevan berdiri, terengah-engah, aura kegelapannya perlahan memudar. Matanya yang merah mulai meredup, dan dia menatap Aric dengan ekspresi campuran antara amarah dan keputusasaan.
"Kau... benar-benar akan melawan aku sampai akhir, ya?" bisik Erevan, suaranya kini terdengar rapuh.
Aric mengangguk, meskipun tubuhnya hampir tidak bisa berdiri lagi. "Ya, Erevan. Aku akan melawan, karena aku tidak akan membiarkanmu menghancurkan segalanya yang kita pernah perjuangkan bersama."
Mata Erevan bergetar, dan sesuatu di dalam dirinya tampak mulai retak. Namun, pertempuran ini belum berakhir, dan ancaman kegelapan masih membayangi mereka semua.