Ellina damara, gadis berusia 18 tahun yang di adopsi keluarga damarta.
Awalnya kehidupannya baik baik saja sebelum kedatangan sahabat sekaligus calon istri kakak sulungnya. Yang mengakibatkan dirinya di benci oleh sang kakak karena di tuduh berbuat jahat pada calon istrinya.
Hingga sebuah tragedi terjadi. Mereka tidur bersama hingga mengakibatkan ellina hamil. Namun sayangnya Arion sang kakak tak ingin bertanggung jawab. Dan memaksa menyuruh ellina menggugurkan kandungannya.
Dengan sakit hati ellina memilih pergi dari kehidupan Arion seta keluarganya. Melahirkan dan membesarkan anaknya sendiri.
Hingga beberapa tahun mereka bertemu kembali. Dengan ellina yang telah berubah bersama sang putra tampan.
Bagaimana kelanjutannya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon DnieY_ls, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
bab 13
Ellina bangun setelah pingsan beberapa lama. Yang pertama ia lihat adalah ruangan serba putih dengan bau obat obatan yang begitu menusuk Indra penciuman nya.
Ellina menggulir pandangannya ke seisi ruang. Dan mendapati prisila yang tengah duduk di sofa dan tengah menatapnya dengan tatapan yang sulit di artikan.
" Kita ngapain disini sil?" Tanya ellina bingung.
Namun prisila masih tak bergeming. Dia bangkit dari duduknya dan menghampiri ellina. Ellina mengikuti setiap gerakan prisila dengan matanya.
" Lo kenapa sih aneh banget?".
Ellina semakin di buat bingung dengan tingkah aneh prisila.
"Jelasin!"
Dingin, itulah nada intonasi yang prisila berikan. Bahkan dari tatapannya terlihat datar dan kecewa.
" Jelasin? Jelasin apasih sil gue gak ngerti." Beo ellina. Bingung dengan perkataan gadis itu.
" Lo hamil ellina!" Tegas prisila.
Ucapan itu mampu membungkam mulut ellina. Ellina terkejut. Saking kagetnya dia hanya mampu diam tak bisa berkata kata. Tatapan tiba tiba kosong. Pikirannya kalut berkeliaran.
Apa katanya tadi, hamil? Jangan bercanda dia tidak mungkin hamil kan?
Kenapa matanya harus berair juga. Dia ingin menangis jika benar apa yang di katakan oleh sahabat.
" El Lo denger gak sih" kesal prisila.
Ellisn tetap diam. Mencoba mencerna ucapan prisila tadi. Dia masih terkejut, syok dan yang pasti tidak siap.
" Gu-gue ha-hamil? Lo jangan bercanda deh sil gue gak mungkin ha-hamil kan?" Mata ellina beralih menatap prisila dengan berkaca kaca.
" Gue gak bercanda El. Gue juga terkejut. Jangan bilang Lo emang udah pernah lakuin dan sekarang lo hamil?".
" Kenapa Lo jadi gini sih El?" Kecewa prisila.
Prisila mengenal baik baik ellina. Dia gadis yang baik dan tak berani berbuat macam macam. Tak pernah bergaul sembarangan dan jarang bermain di luar. Bahkan untuk dia ajak keluar pun jarang mau.
Namun, pemikirannya patah kala mendengar ellina, hamil?
Ellina menggeleng. Tidak, tidak mungkin dia hamil kan. Bagaimana bisa?
Mata ellina kembali berair. Dia meratapi nasibnya yang begitu sial. Hal itu di tangkap oleh prisila dengan memeluk ellina.
Meskipun kecewa dia tahu ellina rapuh. Terlihat dari respon dan tatapannya. Ellina benar benar terkejut. Tatapannya yang kosong serta ucapan ucapan yang keluar dari mulutnya seolah mengatakan dia juga kaget syok dan tak menginginkan nya.
" Gak hiks. Gak mungkin gue hamil kan? Lo pasti bercanda kan sil? Ngomong sama gue Lo bercanda kan? Gue gak mungkin hamil kan?!" Pekik ellina kencang.
Air matanya jatuh. Deras tak terelakan. Gadis itu terisak kuat. Tubuhnya bergetar hingga suaranya yang kian parau. Memeluk dirinya sendiri sembari mengumpati takdirnya yang menyedihkan ini.
Hal itu semakin membuat prisila memeluk erat ellina. Mengusap punggungnya menyandarkan kepala gadis itu di bahunya. Mencoba memberi ketenangan pada sahabatnya yang tengah terpuruk.
" Hiks hiks. Aku gak mungkin hamil. Gue gak mau hamil sil gue gak mau sama anak ini. Gue harus hilangin. Dia belum saatnya hadir". Ellina mencoba turun dari berankar. Mencoba melepaskan pelukan prisila dengan paksa.
Namun prisila terus menghalanginya. Dia tetap memeluk ellina kencang. Mencegah gadis itu turun.
" Lepasin sil gue harus ketemu dokter sekarang. Gue harus hilangin dia. Dia belum waktunya hadir!" Ellina meronta. Meminta di lepaskan namun hasilnya dia tetap kalah.
" Udah El. Gue tahu Lo rapuh. Tapi lo jangan gini. Lo gak boleh ngambil keputusan di atas kemarahan Lo gini".
Hingga akhirnya Tubuhnya melemah. Terkulai lemas dan Tubuhnya ia sandarkan pada prisila. Dia benar benar belum siap. Dada nya sesak sampai dia ingin sekali memukulnya kuat. Dia takut, sangat. Tak pernah terbayang dalam dirinya dia menjadi seorang ibu di usia muda.
Prisila pun ikut menangis. Melihat sahabatnya terpuruk sampai menangis seperti ini air matanya pun ikut turun.
Prisila tahu ada keterkejutan serta kemarahan hebat dalam diri ellina. Dan dia tidak mau ellina mengambil keputusan di atas kesedihannya yang nantinya akan membuat ellina menyesal.
Ellina terus menangis. Kenapa hidupnya semenyedihkan ini? Dia masih sekolah dan harus di hadapkan dengan kabar bahwa dirinya tengah berbadan dua.
Ia tak tahu harus berbuat apa. Keadaannya benar benar di luar sangkanya. Belum lagi dengan Arion yang sedang menyiapkan pernikahannya. Dia tak yakin kakaknya itu mau bertanggung jawab.
Setelah merasa cukup menangis ellina mengurai pelukannya. Menghapus jejak air matanya yang tadi bercucuran.
Tangannya di raih dan di usap oleh prisila. Membolak baliknya dan menggenggamnya erat. Menyalurkan kekuatannya pada ellina.
" Gue tahu Lo pasti terkejut. Tapi lo gak boleh gegabah buat ngambil keputusan. Bagaimanapun dia anak Lo, darah daging Lo." Nasihat prisila.
" Tapi gue belum siap sil. Gue gak pernah nyangka akan hamil secepat ini" lirih ellina.
Mentalnya benar benar terguncang dengan kabar ini. Di benaknya bahkan sudah terpikir untuk bunuh diri
" Terserah lo mau berkomentar kayak gimana. Tapi yang penting dia sekarang ada El. Buat lo dan karena Lo. Dia darah daging Lo, anak Lo. Emang Lo gak mau anak Lo melihat dunia? Lo mau anak lo mati tanpa tahu siapa orang tuanya?"
" Gue gak tahu apa yang terjadi sama lo. Tapi yang pasti dia udah hadir. Mau gimanapun caranya dia hadir ke dunia, tapi dia gak salah El."
" Coba lo bayangin. Gimana perasaanya saat nanti dia tahu kalau dirinya gak di inginkan. Di benci bahkan ingin di lenyapkan. Hatinya pasti sakit saat orang tuanya sendiri gak menginginkan keberadaanya."
"Lo pikirin dulu baik baik ucapan gue tadi. Mau gimanapun keputusan Lo, asal itu yang terbaik buat Lo gue setuju. Gue mau panggil dokter dulu sekalian beli minum buat Lo".
Prisila berlalu pergi untuk membeli minum sekaligus memanggil dokter yang menangani ellina.
Ellina terdiam. Ucapan prisila memberi magnet besar pada dirinya.
Apakah dirinya salah karena tak menginginkan anaknya? Apakah dia dosa karena menolak pemberian Tuhan?
Tiba tiba perasaan ellina menjadi bersalah. Apalagi kala tadi dia memiliki niatan untuk melenyapkannya.
Seketika tangannya refleks menyentuh perutnya. Benarkan disana ada makhluk kecil. Entah dia harus bahagia atau sedih, tapi yang pasti dia telah membuat keputusan.
Keputusan untuk mempertahankan bayinya.
Benar kata prisila. Bayinya tak salah, dia yang salah. Lebih tepatnya Arion yang salah.
Tak lama prisila datang dengan seorang dokter serta botol minum di tangannya. Mereka menghampiri ellina yang tampak sudah tenang.
" Nih minum dulu. Biar pikiran lo adem" prisila menyodorkan botol minum.
Ellina meraih dan meminumnya sampai air di dalam botol itu tersisa setengah.
" Sudah bangun?" Tanya dokter berjenis kelamin wanita.
Ellina mengangguk.
" Baik, mari kita cek keadaannya".
Dokter itu mengambil alat USG. Dan mulai menggerakkan nya di atas perut rata ellina dengan memutar. Tak lupa di beri sebuah gel yang membuat ellina merasa dingin di bagian perutnya.
" Itu dia janinnya. Dedenya berkembang dengan baik." Kata sang dokter. Menunjuk pada monitor yang menampilkan janin meski hanya hitam putih.
Ellina menatap monitor yang menampilkan janinnya. Benarkah itu adalah calon anaknya?
Rasanya ellina bahagia melihat calon bayi nya. Padahal tadi dirinya sudah berniat untuk melenyapkannya.
Dokter menyudahi pemeriksaan USG itu.
" Umurnya baru 4 Minggu. Dalam 8 Minggu ke depan itu adalah masa masa rentan, jadi harus di jaga."
" Jangan stress dan banyak pikiran. Nanti hal itu memengaruhi kekuatan janin."
" Banyak di luar sana yang hamil muda bahkan di luar menikah. Dan lebih memilih melakukan aborsi. Saya harap kamu bisa bijak" saran dokter itu.
Melihat dari pakaian yang ellina pakai. Dia tahu jika anak itu masih SMA. Maka dari itu dokter mencoba memberikan saran pada ellina. Terlebih tadi teman sang pasien menceritakan apa yang menimpa sang pasien.
" Kalau begitu saya pamit" ellina dan prisila mengangguk. Dokter itu pun berlalu.
Mata ellina beralih menatap prisila dengan berkaca kaca. Yang di balas tatapan kasih sayang dari prisila.
" Gue hamil sil. Ada anak gue disini" sahut ellina sambil menunjuk perutnya. Kali ini nada suaranya terdengar senang. Tidak parau Atau bergetar.
" Jadi gimana keputusan Lo El. Lo tetap mau gugurin?" Tanya prisila. Memastikan keputusan sahabatnya.
Ellina menggeleng. " Lo bener sil. Gimanapun cara dia hadir, Tapi dia gak salah. Jadi gue akan tetap mempertahankannya."
Prisila tersenyum. Dia setuju dengan keputusan ellina. Meskipun dia kecewa tapi jika harus melenyapkan sebuah nyawa dia akan menolaknya keras. Itu hasil perbuatan orang tuanya bukan anaknya yang jadi korban. Mereka tak bersalah.
" Sil, boleh gue minta sesuatu sama lo?"
Prisila yang sedang menatap perut buncit ellina menoleh. Lalu mengangguk dan kembali menatap perut alana yang memang buncit.
" Gue mohon jangan kasih tahu siapapun kalau gue hamil!"
Prisila mengerut. " Termasuk keluarga Lo?" Tanya nya tak yakin. Namun Ellina mengangguk dengan tegas. Bahkan sampai meraih tangan prisila untuk berjanji.
" Lo gila! Kenapa Lo gak mau keluarga Lo tahu El?" Pekik prisila. Padahal jika dirinya berada di posisi ellina dia juga pasti tak ingin keluarganya tahu. Tapi untuk menyembunyikannya rasanya dia tak tega.
" Gue gak mau buat mereka kecewa. Gue mau nunggu waktu yang tepat buat kasih tahunya. Tapi lo harus janji sama gue buat gak kasih tahu siapa siapa".
Meski ragu prisila mengangguk. Dia yakin nanti juga perut ellina membesar dan semua orang akan tahu ellina hamil. Apalagi ellina akan mengatakannya suatu saat nanti dia akan memberitahu semuanya.
Setelah dari dokter. Ellina memutuskan untuk tetap menginap di rumah prisila. Dan prisila pun membolehkannya.
...
' kak aku hamil'