Demand adalah seorang petarung maniak dan menakutkan di sekolah Giulietta. Pertarungan selalu ada di depan mata, tanpa pandang bulu, hanya ada perkelahian baginya. Sebuah geng ataupun seorang individu, yang kuat ataupun yang lemah, yang memiliki kuasa atau tidak, semuanya akan dimusnahkan.
Rekannya Miller sedang diculik oleh sekelompok geng misterius, tanpa ragu Demand datang seorang diri ke markas geng tersebut. Dalam beberapa saat geng itu dibuatnya tak berkutik dan hancur dikalahkan olehnya.
Namun ternyata seorang wanita cantik terlibat dalam masalah itu dan juga sedang disandera, ia bernama Lasiana. Seorang wanita cantik dengan karakter pemalu dan baik hati itu membuat Demand mengalami cinta pandangan pertamanya. Tapi... siapa sangka hal itu akan membawanya kepada kematian.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon M. Novri Al-zanni, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Demam
Sial, aku masih demam. Suhu tubuhku tidak mau turun dan tetap berada di 39 derajat, sudah lama aku tidak sakit, ternyata rasanya tidak enak sekali. Padahal aku harus masuk sekolah hari ini karena akan ada semacam pelantikan atau perayaan kepada orang yang berhasil mengalahkan pentolan sekolah dan menjadi pentolan baru di sekolah ini.
Tapi aku malah tidak datang dan hanya berbaring lemas di sini. Brrrrr, padahal ini musim panas, tapi kenapa rasanya seluruh tubuhku menggigil kedinginan. Satu jam yang lalu Miller datang mengunjungiku untuk pergi ke sekolah bersama. Aku memberitahu kepadanya untuk tidak masuk hari ini karena lagi sakit.
"Kau sakit di saat kau sudah jadi pentolan sekolah?!" Ucap Miller yang tidak menyangka kalau saat ini aku sedang berbaring dengan lemah di atas kasur.
Kemudian tiba-tiba saja kakekku datang dan mendengar percakapan yang barusan, "Apa?! Demand? Menjadi pentolan sekolah?" Ucap kakek dengan memasang wajah terkejut.
Aku dan Miller terkejut dan sangat panik begitu kakek datang. Tapi Miller selalu punya cara untuk mengatasi masalah, "Umm, kakek salah dengar. Tadi aku bilang ingin beli risol di sekolah" ucap Miller yang berakting dengan sangat buruk buruk sekali.
Tapi untung saja kakekku percaya dan tidak curiga setelah itu. Dia lanjut bersiap-siap untuk pergi berangkat bekerja, sebelum berangkat kerja ia menaruh air kompresan di sampingku agar aku merawat diriku sendiri di saat kakekku sedang pergi bekerja.
"Kakekmu orang baik ya" ucap Miller yang tersenyum tipis kepadaku.
"Ya ... Karena itu aku berubah" ucapku kepada Miller sambil tersenyum lebar.
Aku sangat tahu apa yang dipikirkan dan dirasakan oleh Miller saat ini. Dia sangat ingin memiliki keluarga, keluarga yang dapat menjadi tempat berlindung dan mencurahkan isi hatinya bila tertimpa masalah. Miller hanyalah seorang anak yatim piatu yang saat ini masih tinggal dengan paman dan bibinya yang kejam.
Setelah itu Miller pergi dan berangkat sekolah untuk mewakili ku yang saat ini tidak bisa hadir di acara sekolah. Kalau di pikir-pikir, aku ini memang orang yang sangat payah. Dahulu, aku bersikap buruk sampai kakek meninggal, dan aku baru menyesal setelah itu. meninggalkan teman-temanku begitu saja, bahkan sahabat baikku Miller, hingga akhirnya mereka merencanakan pembunuhan padaku.
Kemudian yang terakhir, aku tidak bisa melindungi Lasiana, di kala aku sedang pergi jauh darinya.
Sementara itu di sekolah saat ini, seluruh jalan dan kelas sudah di hiasi oleh para siswa untuk menyambut pentolan sekolah mereka yang baru, dan mereka berniat untuk menyambut ku dengan sangat meriah. Tapi begitu mereka mendengar aku tidak bisa hadir karena sedang sakit, mereka langsung terlihat kecewa.
"Turunkan semua properti itu dan bersihkan semuanya" ucap Miller kepada para siswa yang hanya dengan perkataannya saja mereka menurut.
Lalu setelah selesai beberes seisi sekolah, semua siswa masuk ke dalam kelas dan belajar atas perintah Miller. Suasana sekolah yang tenang dan damai seperti ini, terasa cukup asing bagi Miller karena sekolah yang ia kenal sebagai sekolah berandal, kini menjadi sekolah biasa yang bekerja pada umumnya.
Lalu di kala istirahat, Miller mengajak Roy, Adams, dan Bryan untuk berkumpul bersama di kantin. Mereka makan bersama dan sepanjang waktu mereka berkumpul, tidak ada satupun yang berbicara terlebih dahulu. Sebenarnya situasi macam apa ini?! Kenapa mereka hanya diam saja, aura disini terasa sangat mengintimidasi.
"Ehem ... Jadi, bagaimana dengan kelas kalian, Bryan? Adams? Apakah masih ada murid yang sulit dikontrol?" Ucap Miller yang mencoba basa-basi agar menghilangkan suasana yang canggung ini.
"Tidak ada, mereka semua menurut padaku" ucap Bryan dengan singkat dan melanjutkan memakan makanannya.
"Aku juga, mereka semua diam. Namun aku mendengar kelas di sebelahku masih begitu berisik" ucap Adams yang membuat Miller ingin segera memberi pelajaran kepada kelas tersebut.
Aku, Miller, dan Roy berada pada kelas 2 A. Bryan berada pada kelas 2 D, dan Adams berada di 2 E. Kelas 2 A berada di ujung, dan di depan kelas terdapat kelas 2 B, dan di sampingnya terdapat kelas 2 C, dan seperti itu seterusnya. Yang artinya kelas yang berisik yang dimaksud oleh Adams adalah kelas 2 G, karena kelas 2 C yang berada di samping kelasku tidak berisik sedikitpun.
"Kalau begitu setelah menghabiskan makanan ini, ayo kita beri mereka pelajaran" ucap Miller sambil tersenyum jahat.
"Baiklah, apakah perlu ku buat cacat seluruh isi kelas itu?" Ucap Bryan yang terlihat serius sekali dan tidak bercanda dari wajahnya serta raut mukanya.
"Kita tidak perlu melakukannya sejauh itu Brya. Pertama, yang perlu kita lakukan adalah membicarakannya dengan baik, jika masih gagal, pakai cara kedua ... Kalian sangat ahli dalam hal itu" ucap Miller yang membuat mereka semakin mengerti maksud dari kata-katanya.
Setelah selesai makan, Miller bersama dengan teman-temannya segera bergerak mendatangi kelas 2 G tersebut. Dari kejauhan lorong kelas sudah terdengar suara bising yang berasal dari kelas itu. Hal ini benar-benar tidak bisa dibiarkan, dan membuat Miller semakin merasa bersemangat.
Brak! Miller mendobrak pintu kelas dengan sangat kencang dan membuat seluruh isi kelas terdiam hening seketika. Kemudian mereka tidak mempedulikan Miller dan lanjut mengobrol sembari berbuat sesuka hati mereka. Hingga akhirnya Miller masuk bersama dengan rombongannya di depan kelas.
"Perhatian! Dengarkan aku!" Ucap Miller dengan berteriak.
Tapi tidak ada satupun dari mereka yang mempedulikannya dan tetap melakukan apa yang mereka suka. Ini benar-benar hal yang membuat mereka berempat geram karena merasa diasingkan seperti ini. Hingga akhirnya Bryan melesat ke salah satu murid dan memberinya pukulan.
"Apa-apaan kau! Jangan pikir kami akan takut padamu yang baru saja kalah oleh anak baru itu!" Ucap anak itu meski sudah dibuatnya babak belur oleh Bryan.
Seketika seisi kelas berdiri dan menghampiri Bryan yang sedang menghajar teman sekelasnya. Mereka mengepung Bryan dan menatap dengan rendah, hal itu membuat Bryan semakin kesal dan jengkel. Hanya karena sebuah kekalahan, reputasi Bryan yang dijuluki dengan dewa kematian kini telah hancur karena perbuatanku.
Setelah kejadian itu, akhirnya besoknya aku bisa sembuh dan bisa pergi ke sekolah lagi. Huft, aku sudah tidak sabar untuk pergi ke sekolah semenjak aku sakit kemarin. Untunglah aku memiliki imun tubuh yang kuat, yang bisa membuatku lebih cepat sembuh dari penyakit.
Aku sudah bersiap-siap untuk pergi, dan pamit kepada kakek. Lalu tiba-tiba saja Miller, Roy, Adams, dan Bryan pergi mengunjungi rumahku bersama-sama. Rasanya seperti tidak asing melihat mereka, ini mengingatkanku kepada masa lalu.
"Apa kau sudah sembuh?" Ucap Bryan dengan wajah datar.
"Iya, ayo kita berangkat sekolah ... Ngomong-ngomong, apa saja yang kalian lakukan selama aku tidak masuk sekolah?" Ucapku yang membuat kami semua terdiam.
"Apa kau tinggal sendirian Demand?" Ucap Roy tiba-tiba yang mencoba untuk mengalihkan perhatian dari pertanyaanku sebelumnya.
"Tidak, aku tinggal bersama kakekku" ucapku sambil tersenyum ramah.
"Begitu ya, pasti kau menjalani kehidupan yang menyenangkan sekarang " ucap Roy.
Seingatku Roy adalah seorang anak yatim piatu yang tinggal di panti asuhan yang dibiayai oleh pemerintah. Sepertinya dia berkata begitu karena ia tak memiliki keluarga, agar suasana ini tidak canggung. Aku merangkulnya dan tersenyum ramah tamah dengannya.
"Tentu saja! Hehe, nanti setelah pulang sekolah mari kita bermain di rumahku!" Ucapku yang mencoba untuk membangun kembali hubungan pertemanan kita.
Semuanya tersenyum tipis sambil melihatku, Miller mengusap-usap kepalaku sambil tersenyum menyebalkan. Haha, ternyata hidup dengan lingkungan yang positif, jauh lebih menyenangkan dibandingkan dengan menjadi anak nakal dan membuat keributan. Perasaan damai ini ... Aku akan mempertahankan hubungan kita bersama teman-teman.