Perjuangan dan kesabaran seorang Langit Maheswara, berakhir sia-sia. Wanita yang selalu dia puja, lebih memilih orang baru. Niat hati ingin memberikan kejutan dengan sebuah cicncin dan juga buket bunga, malah dirinya yang dibuat terkejut saat sebuah pemandangan menusuk rongga dadanya. sekuat tenaga menahan tangisnya yang ingin berteriak di hadapan sang kekasih, dia tahan agar tidak terlihat lemah.
Langit memberikan bunga yang di bawanya sebagai kado pernikahan untuk kekasihnya itu, tak banyak kata yang terucap, bahkan ia mengulas senyum terbaiknya agar tak merusak momen sakral yang memang seharusnya di liputi kebahagiaan.
Jika, dulu Ibunya yang di khianati oleh ayahnya. maka kini, Langit merasakan bagaimana rasanya menjadi ibunya di masa lalu. sakit, perih, hancur, semua luka di dapatkan secara bersamaan.
Ini lanjutan dari kisah "Luka dan Pembalasan" yang belum baca, yuk baca dulu 🤗🥰🥰
jangan lupa dukungannya biar Authornya semangat ya 🙏🤗🥰
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Reni mardiana, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Tak sanggup Kehilangan
Pagi hari.
Kejora diantar pulang ke rumah Meta oleh Langit, dia lebih banyak senyum daripada sebelumnya, wajahnya juga lebih cerah.
Meta membantu Kejora turun dari dalam mobil, Ayra berjalan menyusul sang Kakak untuk membantu Kejora. Begitu langkah kaki mereka sudah berada di depan pintu, suara seseorang membuat tubuh Kejora terdiam sambil memejamkan matanya.
"Rara." Panggil seseorang itu.
Meta menatap tajam kearah pria yang datang dengan penampilan yang acak-acakan, pria yang ikut menyakiti luka Kejora sampai saat ini luka itu sangat awet. Ya, orang itu Kavi. Dia mendatangi kediaman Ayra selaku sahabat Kejora, Kavi sangat tahu apapun tentang Kejora dan disaat seperti ini hanya Ayra lah yang mau membantunya.
"Mau ngapain penganten datang kesini?" Tanya Meta dengan ketus.
"Pergi sana! Kita gak terima gembel disini, masih punya nyali dateng panggil sahabat gue, cari mati loe!" Usir Ayra.
Kavi tak mengindahkan semua ucapan Ayra dan juga Meta, dia berjalan meraih tangan Kejora dan menggenggamnya dengan erat. Tubuh Kejora berbalik menatap Kavi dengan tatapan penuh kekecewaan dan juga marah, ia sudah menduga bahwa Kavi akan mencarinya setelah mengetahui kebenaran apa yang sudah di sembunyikan oleh si Grandong alias Syifa.
Langit keluar dari dalam mobilnya dengan menenteng beberapa paper bag di tangannya, isi di dalamnya adalah beberapa macam makanan hasil masakan Laras dan juga adiknya Bulan. Semalam Langit pulang ke rumah, begitu pun Raja yang ikut menginap di kediamannya, tak mungkin ia tinggal satu tempat dengan para wanita. Langit pun menceritakan Kejora kepada keluarganya, mereka sangat menyayangkan perlakuan orangtua pada Kejora yang tak punya salah apapun, Laras sampai menangis tersedu-sedu sambil memeluk anak perempuan satu-satunya.
Tangan Langit menarik paksa tangan Kavi yang setia menggenggam tangan Kejora, panas? Tentu saja, Langit tidak suka melihat pria lain menyentuh tangan Kejora siapapun itu, termasuk mantan dan juga keluarganya.
"Jangan pegang-pegang, tangan loe banyak najisnya." Ucap Langit dengan wajah cueknya.
"Gue gak ada urusan sama loe, urusan gue cuma sama Rara." Ucap Kavi sambil menyingkirkan tubuh Langit dari hadapannya.
Belum tangan Kavi menggapai tangan Kejora, dari arah belakang Langit menarik rambut Kavi sampai badannya berbalik.
Bughhh...
Langit melayangkan satu bogeman mentah tepat di pipi Kavi, enak saja dia menyingkirkan tubuhnya yang lebih bersih daripada si mantan.
"Pergi Kavindra!" Pekik Kejora dengan tatapan nyalang.
Tangannya mengepal kuat dengan mata yang memerah, tidak ada lagi air mata yang ingin keluar dari matanya, mungkin saat ini air matanya sudah mengering.
"Rara, maafkan aku, aku mohon." Kavi tak membalas bogeman Langit, melainkan memelas kepada Kejora.
"Pergi atau aku bongkar semuanya, termasuk di hadapan keluargamu sendiri." Ancam Kejora.
Wajah Kavi langsung pias seketika, Kejora mengancamnya dengan menggunakan kekurangan dan Aib yang selama ini ia tutupi dengan rapi.
"Raja Namrud, seret nih sapi kurbannya, entar ada yang nyariin lagi." Titah Langit.
"Ra, aku hancur tanpamu. Maafkan aku dan kembalilah Kejora, hanya kamu satu-satunya wanita yang sempurna dan bisa menjaga martabatmu sendiri." Ucap Kavi dengan nada yang semakin melemah tertutup oleh isak tangis yang mulai keluar dari mulutnya.
"Gimana dengan gue, Kav? Bertahun-tahun gue sabar, terima hinaan dan makian keluarga loe sendiri. Gue rakit semua bahagia yang kita mimpikan, kemana semuanya hilang? Karena loe! Karena loe yang lebih milih Kakak gue, sekarang gue mau menata hidup baru tanpa loe. Loe bilang hancur tanpa gue? Maka gue gak akan pernah balik sama loe, karena kehancuran loe itu yang gue inginkan." Kejora mengeluarkan apa yang dia pendam selama ini, rasa sakitnya begitu pedih dan luka itu ternyata masih menganga di tambah dengan kehadiran Kavi yang seperti menabur air garam ke dalam luka yang masih basah itu.
Kavi menundukkan kepalanya, dia memalingkan wajahnya yang sudah berderai air mata. Rasanya sangat menyesakkan, di malam pertama pernikahannya dia justru di hadiahi kejutan dari istri yang ia pinang sendiri dengan bahagia. Tetapi sebuah rahasia terbongkar begitu saja, seolah Tuhan memberitahukan bahwa Kavi adalah pria terbodoh di dunia.
"Maaf Ra, maaf." Lirih Kavindra. Dia benar-benar merasa hancur sekarang, bahkan dia tidak peduli dengan Syifa yang terus mencarinya.
"Pergi! Masa kita sudah habis, jangan pernah perlihatkan wajah itu di hadapan gue. Biar gue rawat luka gue sendiri sampai sembuh, gue mohon jangan halangi gue untuk meraih bahagia yang selama ini gue mimpikan." U ap Kejora sambil menggigir bibir bawahnya menahan diri agar tak menangis, walaupun air mata mendesak keluar dari persembunyian.
"Baik, akan aku penuhi semua inginmu meskipun aku tak mampu. Tapi, izinkan aku untuk memelukmu yang terakhir kalinya." Pinta Kavindra dengan tatapan memohonnya.
Kejora tak menjawab, dia membuang wajahnya tak ingin melihat Kavi. Langkah Kavi mulai mendekat pada Kejora, dia merentangkan tangannya dengan mata yang berkabut terhalang oleh air mata. Buru-buru Langit menarik tangan Kejora, dia pun menyodorkan tubuh Langit untuk Kavi peluk.
Greeeppp. .
Kavi memeluk tubuh Raja dengan erat tanpa dia sadari, matanya terpejam dengan deraian air mata penyesalan. Tetapi dia baru sadar saat mencium aroma yang berbeda, bukan aroma Kejora yang di sukainya. Kavi meregangkan pelukannya, dia menatap wajah Raja dengan ekspresi terkejut.
"Sayang." Raja membelai wajah Kavi dengan suara mendayu-dayu, tak segan juga ia memonyongkan bibirnya yang mana membuat Kavi memundurkan wajahnya.
"Aaakhhhhh..." Kavi pun berteriak, dia segera melepas pelukannya dan berlari menuju mobilnya.
"HAHAHA" Semua orang tergelak melihat kelakuan Raja, terlebih lagi sampai Kavi lari terbiri-birit menuju mobilnya.
Kavi langsung memacu kendaraannya, dia meninggalkan kediaman Meta tanpa berpamitan kembali pada Kejora.
"Halah, kayak yang gak pernah doyan aja sama pisang." Cicit Kejora.
Kejora dan yang lainnya pun masuk ke dalam rumah, untung saja Kejora masih bisa menahan air matanya, kalau tidak ya sayang sekali air mata itu harus terbuang untuk hal yang tak berguna.
Kejora sebagian banyak tahu perihal kakaknya, anak kebanggan keluarganya itu akan hancur dengan ulahnya sendiri.
*****
Di Tempat lain.
Hendra dan Eva bersantai menikmati waktu pagi, keduanya sarapan berdua dalam hening. Tidak ada satupun anak yang ikut menemani keheningan itu, Gladys masih terbaring lemah di rumah sakit, Syifa sudah berkeluarga dan Kejora kabur entah kemana mereka tak tahu.
Baik keluarga Kavindra maupun keluarga Kejor langsung pulang ke rumah masing-masing setelah resepsi selesai. Mereka tidak tahu apa yang terjadi di malam pertama pengantin baru, yang mereka perkirakan pengantin itu belum bangun di pagi hari dan menikmati kebersamaannya.
"Pa, apa sudah ada pendonor lain untuk Gladys?" Tanya Eva sambil menyuapkan roti ke mulutnya.
"Belum ada, Ma. Kalau saja anak sialan itu tidak ada yang membawa pergi, pasti Gladys sudah sembuh karena hanya dia yang memiliki jantung yang cocok dengan Gladys." Jawab Hendra kesal.
"Aku takut Gladys pergi, cukup kehilangan Arga saja, tidak dengan anakku yang lain." Ucap Eva sendu.
Keduanya sama sekali tak peduli dengan Kejora, mereka tidak sanggup kehilangan Gladys, tetapi mereka sangat sanggup jika Kejora mati. Anak malang itu selalu di cap pembawa sial dan pembunuh, padahal takdir tidak bisa di tentukan oleh tangan manusia, melainkan campur tangan Tuhan.
Suara ponsel berdering, suara itu berasal dari ponsel genggam milik Hendra yang selalu ia bawa kemanapun. Di dalam layar menampilkan sebuah nama yang membuat jantung Hendra berdegup kencang, nama seorang Dokter yang di tugaskan untuk menangani Gladys.
[Hallo,]
[.......]
[APA! Aku segera kesana.]