Aluna, seorang penulis sukses, baru saja merampungkan novel historis berjudul "Rahasia Sang Selir", kisah penuh cinta dan intrik di istana kerajaan Korea. Namun, di tengah perjalanannya ke acara temu penggemar, ia mengalami kecelakaan misterius dan mendapati dirinya terbangun di dalam tubuh salah satu karakter yang ia tulis sendiri: Seo-Rin, seorang wanita antagonis yang ditakdirkan membawa konflik.
Dalam kebingungannya, Aluna harus menjalani hidup sebagai Seo-Rin, mengikuti alur cerita yang ia ciptakan. Hari pertama sebagai Seo-Rin dimulai dengan undangan ke istana untuk mengikuti pemilihan permaisuri. Meski ia berusaha menghindari pangeran dan bertindak sesuai perannya, takdir seolah bermain dengan cara tak terduga. Pangeran Ji-Woon, yang terkenal dingin dan penuh ambisi, justru tertarik pada sikap "antagonis" Seo-Rin dan mengangkatnya sebagai selirnya—suatu kejadian yang tidak pernah ada dalam cerita yang ia tulis!
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Ayu Lestary, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 16: Jebakan untuk Pangeran Ji-Woon
Malam itu, perintah Ratu kembali bergema di seluruh istana, dengan perintah tegas bahwa Pangeran Ji-Woon harus sekali lagi mengunjungi paviliun Kang-Ji. Namun, kali ini persiapan lebih matang telah direncanakan. Setibanya di paviliun, salah seorang pelayan dengan penuh hormat segera menyuguhkan secangkir teh hangat untuknya. Tanpa curiga, Ji-Woon menyesap teh itu dalam diam, menikmati kehangatannya setelah hari yang panjang.
Namun, tak lama kemudian, tubuhnya mulai terasa hangat dengan sensasi yang berbeda. Jantungnya berdegup lebih cepat, dan pandangannya sedikit kabur, seakan ada sesuatu yang mengalir dalam darahnya dan memicu gairah yang tak tertahan. Para pelayan perlahan meninggalkan ruangan, membiarkan Pangeran Ji-Woon dalam keadaan tidak biasa.
Di tengah suasana yang makin intens, Kang-Ji muncul di hadapannya dengan pakaian yang menggoda, menampilkan kecantikannya yang berkilau di bawah cahaya lentera kamar. Dengan langkah perlahan, ia mendekati Ji-Woon, senyum tipis menghiasi bibirnya. Harapannya terpancar jelas di mata Kang-Ji, seakan malam ini adalah kesempatan untuk mendekatkan hatinya pada sang pangeran.
Sentuhan Kang-Ji di bahunya memicu reaksi dari dalam diri Ji-Woon. Di bawah pengaruh teh itu, hasratnya mulai membara, dan untuk sesaat ia membiarkan dirinya tenggelam dalam sentuhan yang Kang-Ji berikan. Namun, sesuatu di dalam dirinya terasa ganjil. Setiap momen terasa salah, seakan hatinya mencari seseorang lain.
Dengan sisa kesadarannya yang masih tersisa, Ji-Woon menghela napas panjang, menarik diri dari Kang-Ji dan menatapnya penuh maaf. “Maafkan aku, Kang-Ji … ” ucapnya dengan suara serak. “Ada … sesuatu yang harus kulakukan.”
Tanpa menunggu jawaban, Ji-Woon beranjak dari tempat tidur, langkahnya agak sempoyongan, namun dengan tekad kuat. Tanpa menghiraukan panggilan Kang-Ji yang kebingungan, ia keluar dari paviliun, menyeberangi istana menuju paviliun Seo-Rin.
Seo-Rin, yang saat itu sedang berendam dalam bak mandi di kamarnya, terkejut saat melihat sosok Ji-Woon tiba-tiba masuk. Sebelum sempat berkata apa-apa, pangeran langsung menghampirinya, menyelam ke dalam bak dengan sorot mata yang penuh gairah.
“Pangeran…!” Seo-Rin mencoba berucap, namun Ji-Woon sudah mendekapnya erat, tangannya menyentuh lembut wajahnya, seakan memastikan kehadirannya benar-benar nyata. Tanpa sadar, bibir Ji-Woon mendekati wajah Seo-Rin, lalu dengan lembut mencium keningnya, turun ke pipi, hingga menyentuh bibirnya dengan penuh perasaan. Setiap sentuhan terasa lebih dalam, seakan meluapkan hasrat yang selama ini tertahan.
Di bawah cahaya remang kamar, malam itu menjadi saksi hubungan yang akhirnya semakin terbentuk di antara keduanya, melampaui batas-batas takdir yang telah direncanakan. Gairah yang membara di antara mereka membuat malam itu menjadi begitu istimewa, seakan waktu berhenti dan hanya ada mereka berdua dalam dunia yang sunyi.
Desahan Seo-Rin menggema dalam keheningan paviliun yang diterangi cahaya lentera temaram. Pangeran Ji-Woon, di bawah pengaruh hasrat yang dibangkitkan oleh ramuan dari teh yang diminumnya, merasakan darahnya mengalir lebih cepat. Ciumannya bertubi-tubi, penuh semangat yang membuat Seo-Rin nyaris kehabisan napas. Tiap sentuhan bibirnya menimbulkan getaran di tubuh Seo-Rin yang tak bisa diabaikan.
Di tengah dekapannya yang semakin erat, Seo-Rin mencoba bertahan, tangannya berusaha mendorong dada Ji-Woon, bibirnya bergetar, “Pangeran …” ucapnya pelan dengan napas tersengal.
Namun, Ji-Woon seolah tak mendengar, hasratnya sudah mencapai puncak, matanya penuh dengan intensitas yang sulit diabaikan. “Seo-Rin, aku sudah tidak tahan …” suaranya nyaris berbisik, namun terdengar jelas di telinga Seo-Rin. Tangannya melingkari tubuhnya lebih erat, seakan tak ingin melepaskannya.
Dalam pelukan yang semakin erat, Ji-Woon kembali membenamkan wajahnya ke leher Seo-Rin, ciumannya turun perlahan dari pipi hingga ke bahu, membuat jantung Seo-Rin berdegup kencang. Desahan halusnya semakin mengisi ruangan, dan kehangatan yang mereka bagi malam itu seakan membungkus mereka dalam dunia yang hanya mereka pahami.
Waktu seolah berhenti, keintiman yang mendalam terjalin di antara mereka. Tanpa sadar, Seo-Rin merasakan hatinya semakin terikat pada Ji-Woon, meski ia tahu bahwa kedekatan ini bisa membuka jalan baru bagi takdir yang tak terduga.
Di luar paviliun, udara malam terasa lebih dingin, namun di dalamnya, kehangatan dari cinta dan gairah yang terpendam menciptakan malam yang tak terlupakan bagi mereka berdua, malam yang mungkin akan mengubah segalanya.
Sementara itu, di paviliun Kang-Ji, berita tentang keberadaan Ji-Woon di paviliun Seo-Rin mulai menyebar di antara para pelayan. Kang-Ji, yang berharap malam ini akan menjadi momen kebersamaan mereka, hanya bisa memandang kosong, merasa kecewa dan terluka oleh kenyataan bahwa cinta Pangeran Ji-Woon seakan tak dapat ia miliki sepenuhnya.
Dengan malam yang terus berlalu, Ji-Woon dan Seo-Rin tenggelam dalam momen kebersamaan mereka, tanpa menyadari bahwa perasaan mereka telah melampaui batas.
*
Pagi yang sunyi menyelimuti istana ketika matahari mulai terbit di ufuk timur, sinarnya yang hangat menyusup lembut ke dalam paviliun Seo-Rin. Aluna terbangun dari tidurnya, masih terhanyut dalam bayangan peristiwa malam sebelumnya. Tubuhnya terasa lelah, namun hatinya tak bisa mengabaikan rasa hangat yang kini menyelimuti dirinya. Di sampingnya, Ji-Woon masih tertidur dengan damai, wajahnya terlihat lebih lembut daripada biasanya.
Aluna menarik napas dalam-dalam, merenungkan apa yang baru saja terjadi. Kenyataan bahwa ia adalah Seo-Rin, selir pangeran, semakin terasa nyata. Perasaan yang ia miliki untuk Ji-Woon, yang awalnya semata-mata campuran antara rasa takut dan penghormatan, kini berubah menjadi sesuatu yang lebih dalam, sesuatu yang sulit ia kendalikan.
Tanpa sadar, tangannya terulur menyentuh wajah Ji-Woon, mengusap lembut pipinya. Saat itulah mata Ji-Woon perlahan terbuka, menatap Aluna dengan sorot mata yang penuh kasih. Senyumnya samar namun hangat, seakan tak ingin momen itu berakhir.
“Pagi, Seo-Rin …” ucapnya pelan, suaranya serak namun lembut.
Aluna menundukkan kepalanya, merasakan pipinya memerah. “Pangeran … tentang semalam, aku …” ucapnya, sedikit terbata.
Ji-Woon menangkupkan tangannya di pipi Aluna, menenangkan rasa gugup yang melanda hatinya. “Tidak perlu mengatakan apa pun. Aku tahu,” jawabnya penuh keyakinan. “Apa pun yang terjadi antara kita, adalah sesuatu yang aku inginkan, dan tidak ada yang memaksaku.”
Aluna terdiam, merasakan betapa tulus perasaan Ji-Woon padanya. Namun di lubuk hatinya, ia tak bisa mengabaikan fakta bahwa status mereka sebagai pangeran dan selir bukanlah hal yang sederhana. Ia bukanlah bagian dari kehidupan asli dunia ini—dia terjebak dalam novel yang dulu ia ciptakan sendiri.
“Pangeran …” Aluna mulai berbicara, namun kalimatnya terputus saat ketukan di pintu terdengar.
"Yang Mulia, permaisuri Kang-Ji telah tiba di pintu paviliun," suara pelayan terdengar dari luar, membawa keheningan yang tiba-tiba menyelimuti ruangan.
Mendengar nama Kang-Ji, tubuh Ji-Woon menegang. Ia segera beranjak, merapikan pakaiannya, sementara Aluna mencoba menenangkan dirinya. Pangeran berbalik, menatap Aluna dengan sorot mata yang serius namun lembut.
“Aku akan mengurusnya. Kau tetaplah di sini dan jangan khawatirkan apa pun,” katanya dengan nada penuh kepastian, sebelum akhirnya meninggalkan kamar.
Saat pintu tertutup, Aluna menghela napas, merasakan ketegangan yang tersisa. Pertemuan dengan Kang-Ji pasti akan penuh tekanan, dan ia hanya bisa berharap Ji-Woon tetap berada di sisinya. Namun, ia sadar, semakin banyak orang yang menyadari kedekatannya dengan Ji-Woon, semakin besar risiko yang harus dihadapinya.
Di luar kamar, Ji-Woon menemui Kang-Ji yang telah menunggu dengan wajah dingin dan tatapan penuh tuntutan. Kang-Ji menatap Ji-Woon dengan tajam, seakan ingin mendapatkan jawaban atas malam yang berlalu tanpa kehadiran suaminya di paviliunnya.
“Pangeran, apakah Anda akan terus mengabaikan kewajiban Anda pada saya?” Kang-Ji berkata dengan nada menusuk. "Apakah Seo-Rin lebih penting dibandingkan saya, istri sah Anda?"
Ji-Woon menahan desakan amarahnya, menatap Kang-Ji dengan dingin. “Kang-Ji, aku memiliki hak untuk memilih siapa yang ingin kuhabiskan malamku dengannya,” ujarnya tegas. “Dan perasaan itu tidak bisa dipaksakan.”
Kang-Ji menggertakkan giginya, menahan kemarahannya yang hampir meluap. “Jika Anda terus seperti ini, Pangeran, ketahuilah bahwa istana tidak akan diam saja. Banyak yang mempertanyakan keputusan Anda, termasuk Ratu sendiri.”
Ji-Woon hanya diam, menatap Kang-Ji tanpa ekspresi. Ia tahu bahwa posisinya sebagai pangeran terikat dengan banyak tanggung jawab, namun hatinya tak bisa mengabaikan perasaannya pada Seo-Rin. Dengan langkah yang mantap, Ji-Woon menoleh ke arah paviliun Seo-Rin, dan tanpa menoleh kembali pada Kang-Ji, ia melangkah pergi, meninggalkan istrinya yang terlihat semakin terluka dan marah.
Dalam kesendirian, Kang-Ji mengepalkan tangannya, bertekad untuk merebut kembali perhatian Ji-Woon, apa pun caranya. Di dalam hatinya, ia bersumpah bahwa Seo-Rin akan membayar harga atas semua ini.
Bersambung >>>
𝐤𝐚𝐝𝐚𝐧𝐠 𝐚𝐥𝐮𝐧𝐚 𝐤𝐝𝐚𝐧𝐠 𝐬𝐞𝐨 𝐫𝐢𝐧, 𝐣𝐝𝐢 𝐤𝐮𝐫𝐚𝐧𝐠 𝐞𝐧𝐚𝐤 𝐝𝐢 𝐛𝐚𝐜𝐚
𝐜𝐞𝐫𝐢𝐭𝐚 𝐛𝐚𝐠𝐮𝐬 , 𝐭𝐭𝐞𝐩 𝐬𝐞𝐦𝐚𝐧𝐠𝐚𝐭