“Mbak, saya tidak pernah merebut suami Mbak. Seharusnya Mbak tanya Mas Devan kenapa dia mengaku belum menikah,” sahut Karin membela diri.
“Eh, kamu malah mengajari saya.” Renata kembali mengayunkan tangannya, refleks Karin memejamkan matanya. Tiba-tiba suasana hening dan tidak ada tangan yang mendarat di wajahnya. Karin pun perlahan membuka matanya
“P-Pak Arga,” ucapnya.
“Arga.” Renata terkejut dengan kehadiran Arga diantara mereka.
“Ka-kamu kenal dia?” tanya Renata pada Arga.
“Tentu saja, dia tunanganku. Calon istri Arga Sadewa,” jawab Arga.
***
Karin Amanda, tidak menyangka jika kekasihnya sudah menikah. Akhirnya dia memilih menikah dengan Arga Sadewa yang memiliki masa lalu dengan istri mantan kekasih Karin.
Rumah tangga yang Karin jalani tidak mudah, karena mereka menikah tanpa cinta dan diganggu dengan kehadiran para mantan.
Apakah Karin harus menyerah dengan cintanya atau berusaha mendapatkan hati Arga?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon dtyas, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Mengakhiri
“Kita sudah tidak ada urusan yang harus dibahas berdua. Apalagi aku akan menikah dengan Karin,” ucap Arga sambil menggenggam tangan Karin yang sedang membuka buku menu. Karin terperanjat dan menatap tangannya yang berada dalam genggaman tangan Arga.
“Ini penting Arga, kamu perlu tahu masa lalu mengapa aku tiba-tiba meninggalkan kamu.”
“Sudah tidak penting untuk saat ini,” sahut Arga. “Yang penting untuk hidupku sekarang adalah Karin.”
Deg.
Entah mengapa jantung Karin berdetak tidak biasa, bahkan wajahnya merona mendengar kalimat yang diucapkan Arga. Meskipun dia tahu Arga hanya membual karena mereka bukan pasangan kekasih yang sesungguhnya.
Renata melirik tidak suka dengan cara Arga memperlakukan Karin. Pernah sangat dekat dengan Arga sekian lama, dia tidak suka kalau Arga harus menikahi Karin. Apalagi Karin dan suaminya pernah dekat. Entah karena benci kepada Karin atau memang dia cemburu sehingga ingin sekali merusak dan menggagalkan hubungan Arga dengan Karin.
“Tapi Arga ….”
“Renata, kamu bisa pergi atau tetap disini tanpa ada drama membuat kami saling membenci atau bertengkar.”
Renata berdiri, “Kamu akan menyesal Arga, tapi aku akan berusaha membuka mata dan hati kamu. Akan terlihat siapa dia sebenarnya dan siapa yang masih merajai hati kamu.”
Karin terkekeh membuat Renata dan Arga menoleh.
“Jangan bilang yang ada di hati Pak Arga itu dia?” tanya Karin sambil menoleh pada Arga.
Arga bergeming padahal Karin masih menatap menunggu jawabannya. Begitupun Renata, yang masih berdiri terpaku. Ingin tahu kejujuran Arga mengatakan siapa yang mengisi hati pria itu.
“Tentu saja ada orang yang aku sayangi.”
“Dan orang itu adalah ….” Ucapan Renata terhenti karena Karin berdiri lalu meraih gelas yang ada di hadapannya lalu menyiramkan air pada wajah Renata.
Byur.
“Karin, apa kamu gila?”
“Kamu yang gila. Sudah bukan urusan kamu siapa wanita yang Pak Arga cintai, urus saja suami kamu,” pekik Karin.
Kejadian itu membuat mereka menjadi pusat perhatian. Arga pun menenangkan Karin.
“Karin kita di tempat umum, kamu jangan begini.”
“Itu balasan untuknya.” Karin menoleh kepada Arga yang ada di samping, menepis tangan yang merangkul bahunya.
“Lalu aku harus bagaimana?” tanya Karin pada Arga.
“Kita pergi,” ajak Arga sambil menarik tangan Karin agar berjalan mengikutinya.
“Lepas,” teriak Karin karena Arga menarik tangannya dan berjalan cepat membuat Karin harus sedikit berlari untuk menyeimbangkan agar tidak terseret. Saat ini mereka sudah berada di parkiran, Arga melepaskan tangan Karin dengan menghentak.
“Kamu tahu tadi itu tempat umum, bagaimana jika ada yang mengenaliku. Jangan bertingkah semau kamu.”
“Seharusnya Pak Arga yang jangan bertingkah semaunya. Untuk apa mengajakku bertemu dengannya. Kalau Pak Arga masih ada perasaan dengan perempuan itu ya nikahi saja dia jangan aku.”
“Jangan gila kamu Karin, kita sudah sepakat untuk masalah ini.”
“Nggak, aku ingin semua berhenti di sini. Pak Arga tidak mau jujur dengan keluarga aku yang akan mulai dengan orangtuaku.” Karin berjalan meninggalkan Arga.
“Shitt, malah jadi berantakan begini,” maki Arga.
Arga melaju mobilnya dan melihat Karin yang berjalan di trotoar. Memilih melaju lebih cepat, enggan untuk berhenti dan mengajak Karin pulang meskipun yang tadi mengajak Karin pergi adalah Arga.
...***...
Karin sudah kembali ke kantor tanpa makan siang karena ulah Arga. Jika dia harus melanjutkan untuk makan dulu sudah pasti dia akan terlambat kembali ke kantor. Apalagi akan ada rapat divisi dan Karin belum menyerahkan bahan rapat pada Bu Ella.
“Akhirnya datang juga, dari mana sih bikin sport jantung aja.”
“Maaf Bu,” jawab Karin lalu duduk di kursi kerjanya. Bu Ella ternyata sudah menunggu kedatangan Karin. Menyodorkan berkas yang akan dibahas dalam rapat oleh Bu Ella.
“Ayo, jangan sampai keduluan Pak Arga.”
“Saya nggak ikut ya Bu.”
“Loh, terus yang termani saya presentasi siapa?”
Karin menoleh ke samping kubikelnya, Bu Ella yang paham akan maksud Karin pun mengajak staf lainnya untuk menemaninya.
Huft. Karin memijat pelipisnya, mencoba menahan kesabaran atas sikap Arga. Entah mengapa dia harus berada di situasi ini. Mencoba membuka hati untuk pria yang datang ternyata pria itu sudah beristri. Kini dia akan menikah tapi bukan karena cinta, bahkan bisa dikatakan ini adalah pernikahan kompromi antara dia dan Arga.
“Aku harus akhiri. Apapun konsekuensinya, aku akan akhiri dan pernikahan tidak akan terjadi. Mana mungkin aku menikah dengan pria yang tidak aku cintai,” tutur Karin bermonolog.
Tanpa Karin sadari ada seseorang yang sedang berjalan menghampirinya.
“Apa yang mau kamu akhiri dan siapa yang tidak kamu cintai?” tanya Marisa.
“I-Ibu,” ujar Karin.
\=\=\=\=
Ayo Karin, ngaku apa nggak ya?