Yara Vianca tak sengaja mendapati buku nikah suaminya dengan wanita lain. Tentunya, dia merasa di khianati. Hatinya terlampau sakit dan perih, saat tahu jika ada wanita lain yang menjadi madunya. Namun, penjelasan sang suami membuat Yara tambah di buat terkejut.
"Benar, aku juga menikah dengan wanita lain. Dia Dayana, istri pertamaku." Penjelasan suaminya membuat dunia Yara serasa runtuh. Ternyata, ia adalah istri kedua suaminya.
Setelah Yara bertemu dengan istri pertama suaminya, di sanalah Yara tahu tentang fakta yang sebenarnya. Tujuan Alva Elgard menikah dengan Yara agar dia mendapat kan anak. Sebab, Dayana tak dapat hamil karena ia tak memiliki rahim. Tuntutan keluarga, membuat Dayana meminta suaminya untuk menikah lagi.
Alva tidak mengetahui jika saat itu ternyata Yara sudah mengandung. Karena takut bayinya di ambil oleh suami dan madunya setelah dirinya di ceraikan, ia memilih untuk pergi dan melepaskan suaminya.
5 tahun kemudian.
"Om Alpa, ada indomaletna nda?"
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon kenz....567, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Tak pantas mencintainya
Seraya menunggu Yara dan si kembar bersiap, Alva bermain ponselnya seraya bersandar pada mobil civic merah miliknya. Pria itu terlihat serius membalas pesan yang karyawannya kirimkan mengenai pekerjaan. Hingga suara langkah heels terdengar olehnya yang mana membuat pria itu mengalihkan pandangannya.
Terlihat, Yara. berjalan menghampirinya. Gaun merah nah muda itu terlihat sangat cantik di tubuhnya. Make up yang natural, membuat aura wanita itu terlihat sangat cantik natural. Kalung dan gelang yang Alva berikan untuknya, menambah kecantikan wanita itu. Sejenak, Alva terbengong. Dia terpana akan kecantikan wanita yang berstatus sebagai istrinya itu.
"Hiii lempongnaaaa!! mau makan gelobakan aja pake acala pake tudung naci neginiii!!" Rengekan Vara membuat Alva tersadar.
"Ayah? Kenapa pada pake lempong begini, kita mau koncel kah?" Ujar Vara yang sudah cantik dengan dress senada dengan warna gaun milik Yara.
"Iya, kita mau konser lambung. Ayo," ujar Alva seraya membuka pintu mobil bagian belakang.
Dengan susah, Vara menaiki mobil Alva. Jovan pun membantu mendorong adiknya itu dengan kuat. Setelah Vara masuk, Jovan turut masuk. Kemudian, Alva menutup pintu mobil setelah memastikan kedua anaknya duduk dengan nyaman. Tatapannya beralih menatap Yara, dia membuka pintu mobil depan tepat di sebelah kemudi untuk istrinya itu.
"Kita hanya makan malam, kenapa sangat berlebihan seperti ini," ujar Yara dengan heran.
"Kita akan makan malam spesial, tentu saja harus spesial juga. Apalagi, yang di ajak orang spesial juga " Ujar Alva dengan senyum terbaiknya.
"Setelah Mba Dayana yah?" Ujar Yara seraya menaiki mobil Alva. Mendengar itu, ALva menghela nafas pelan.
"Kenapa? Ayo berangkat, keburu malam." Ujar Yara saat melihat tatapan pasrah pria itu. Dengan santainya, dia menarik pintu mobil dan menutup nya kembali.
Melihat apa yang di lakukan istrinya, Alva hanya bisa mengusap dad4nya sabar. "Sabar, sabar. Demi istri," ujar Alva dan menyusul masuk ke dalam mobilnya.
Sesampainya di sebuah restoran yang di tuju, Alva segera turun dari mobilnya. pria itu membukakan pintu untuk istri dan kedua anaknya. Tak lupa, Alva bersikap romantis malam ini. Dia mengulurkan tangannya dan di sambut baik oleh wanita itu.
"Tumben kamu tidak pakai bodyguard," ujar Yara karena tak ada mobil yang mengikuti mereka.
"Sengaja, aku ingin bebas tanpa pengawalan." Jawab Alva.
Yara mengangguk singkat, dia melepas tangannya dari sang suami dan meraih tangan putranya untuk ia genggam. Merasa tangannya kosong, Alva menghela nafas kasar. Terpaksa, dia meraih tangan putrinya dan berjalan memasuki restoran itu.
Alva sudah memesan meja, keduanya masuk ke dalam ruangan VIP yang sudah di siapkan. Yara duduk berhadapan dengan Alva, sementara kedua anak mereka duduk di sisi keduanya.
"Pertama kalinya kamu mengajakku makan malam seperti ini," ujar Yara yang mana membuat Alva mengangguk.
"Ya, aku ingin mengisi kenangan untuk si kembar," sahut Alva.
Yara mengangguk singkat, dia pikir jawaban Alva akan berbeda. Dalam hati ia berkata, "Apa yang aku pikirkan, tak mungkin pria ini mengajakku kesini untuk membangun kenangan ber ...,"
"Juga untukmu, aku ingin menebus kesalahanku selama ini padamu. Membangun cinta dan kasih, aku ingin membangun itu denganmu. Namun, sepertinya sudah terlambat. Aku terlalu melukaimu terlalu dalam. Tapi, tak apa. Aku bisa mewujudkannya sebelum hari itu tiba." Sambut Alva yang mana membuat Yara tertegun.
Tak ada percakapan lagi di antara keduanya, dan tak lama makanan pun tiba. Dengan telaten, Yara menyuapi Vara makan. Gadis kecil itu tak terbiasa makan dengan garpu dan sendok. Jadilah Yara harus menyuapinya. Sedangkan Jovan, anak itu sudah bisa mengenakan garpu dan sendok walaupun belum selancar orang dewasa.
"Ayah, aku ingin cuci tangan." Ujar Jovan yang telah menyelesaikan makannya. Dia menggunakan tangannya ketika mengambil daging ayam. Jadilah tangannya kotor saat ini dan meminta untuk di antar untuk cuci tangan.
Alva mengangguk, "Ayo Ayah antar " Ajak Alva dengan perasaan bahagia. Jarang-jarang putranya itu meminta tolong padanya.
"Mas, biar aku saja. Makananmu belum habis," ujar Yara dengan celat.
"Tidak perlu, tetap disini dengan Vara. Hem," ucap Alva seraya mengelus pelan kepala sang istri.
Pipi Yara bersemu merah, darah nya terasa berdesir. Elusan lembut di kepalanya membuat jantungnya berdegup sangat kencang. Yara tak tahu mengapa dia merasakan hak ini, yang jelas ada perasaan nyaman saat Alva mengelus kepalanya. Namun, Yara segera menepis perasaan itu dengan memasang raut wajah datarnya.
Alva menggandeng Jovan untuk mengantarnya pergi cuci tangan. Keduanya berada di dalam toilet, Jovan berkata jika dia sekalian ingin buang air kecil. Namun, saat sampai di depan pintu toilet. Jovan justru berbalik dan menatap Alva dengan tatapan lekat.
"Ada apa? Takut? Masuk saja, nanti Ayah ada di ...,"
"Ayah, terima kasih." Ujar Jovan dengan senyuman tulusnya.
Alva mengerjapkan matanya, dia tidak tahu maksud dari putranya itu. pria itu tertawa kecil, dia berjongkok di hadapan pria kecil di hadapannya itu dan meraih kedua bahunya.
"Jovan lihat, Bunda sering tersenyum hari ini. Ayah menepati janji Ayah," ujar Jovan yang mana membuat hati Alva terenyuh.
"Jovan, Ayah sudah berjanji tak akan membuat Bunda menagis hm. Akan ayah lakukan apapun itu, demi kebahagiaan kalian dan Bunda." Ujar Alva dengan tatapan lembutnya.
"Kenapa Ayah sedih? Ayah terlihat sedih setiap kali melihat Bunda tersenyum." Ujar Jovan dengan tatapan polosnya.
Alva tertegun, dia tak mengira jika putranya mengamati ekspresinya. Satu hal yang Alva pahami dari pria kecil itu, putranya itu mudah sekali membaca ekspresi seseorang. Jovan memang selalu mengamati orang di sekitarnya, termasuk perubahan ekspresi Alva.
"Ayah dan Bunda kembali bersama kan? Ayah mencintai Bunda kan?" Sambung Jovan kembali.
Alva mengangguk, "Ayah mencintai bunda, mencintai ibu dari anak-anak Ayah." Jawab Alva.
"Ayah kenapa gak bilang Bunda kalau ayah cinta juga sama bunda?" Tanya Jovan dengan tatapan polosnya.
Alva tersenyum, dia mengelus pipi putranya yang semakin berisi. Lalu,dia beranjak pergi. Membuat Jovan harus mendongak untuk menatapnya karena tubuh sang Ayah yang sangat tinggi. Kepala Alva tertunduk, dia menepuk pelan kepala Jovan.
"Jadi tidak ke toiletnya? Kasihan Bunda dan adek yang terlalu lama menunggu," ujar Alva seakan menghindari pertanyaan Jovan.
Jovan menghela nafas kasar, dia beranjak pergi dari sana dengan bibirnya yang mengerucut kesal. Bukannya menjawab, ayahnya malah mengalihkan obrolan mereka. Apa sesulit itu mengucap cinta. Kenapa dia memiliki ayah yang sangat gengsi, herannya.
Alva memandang kepergian putranya dengan menggelengkan kepalanya pelan, dia tak khawatir Jovan tersesat. Sebab, dia tahu jika ingatan putranya sangatlah tajam. Yang Alva pikirkan, tentang perkataan putranya tadi yang seakan telah mengerti tentang cinta.
"Apa Ayah masih pantas mengatakan cinta padanya setelah apa yang Ayah lakukan pada Bundamu itu, Jovan?" Lirih Alva.
__
Jangan lupa dukungannya🥰🥰