Di usianya ke 32 tahun, Bagaskara baru merasakan jatuh cita untuk pertama kalinya dengan seorang gadis yang tak sengaja di temuinya didalam kereta.
Koper yang tertukar merupakan salah satu musibah yang membuat hubungan keduanya menjadi dekat.
Dukungan penuh keluarga dan orang terdekat membuat langkah Bagaskara untuk mengapai cinta pertamanya menjadi lebih mudah.
Permasalahan demi permasalahan yang muncul akibat kecemburuan para wanita yang tak rela Bagaskara dimiliki oleh wanita lain justru membuat hubungan cintanya semakin berkembang hingga satu kebenaran mengenai sosok keluarga yang selama ini disembunyikan oleh kekasihnya menjadi ancaman.
Keluarga sang kekasih sangat membenci seorang tentara, khususnya polisi sementara fakta yang ada kakek Bagaskara adalah pensiunan jenderal dan dirinya sendiri adalah seorang polisi.
Mampukah Bagaskara bertahan dalam badai cinta yang menerpanya dan mendapatkan restu...
Rasa nano-nano dalam cinta pertama tersaji dalam cerita ini.
HAPPY READING.....
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon julieta, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
MASALAH BARU
Keesokan harinya, Audry ditemani oleh Bagaskara pergi kekantor polisi untuk memberikan keterangan mengenai kejadian yang menimpa mereka dini hari tadi
Karena nomor yang digunakan untuk melakukan transaksi adalah nomor sekali pakai dan para preman tersebut juga tak pernah bertemu dengan sosok yang mereka panggil bos dan sering memberi perintah terpaksa dalang dibalik kejadian tersebut masih menjadi misteri.
“Sudah selesai kan, jika sudah aku akan balik kekantor”, ujar Audry begitu berkas perkara dia tandatangani.
“Sudah. Nanti jika petugas memerlukan tambahan informasi mereka akan menghubungimu”, ujar Bagaskara.
“Apa kamu mencurigai seseorang ?”, tanya Bagaskara penuh selidik.
Audry tampak berpikir sejenak, mencoba mencari dalam ingatan mengenai siapa kira-kira orang yang ingin menculiknya tersebut dan motif apa yang mendasarinya hingga melakukan hal itu.
“Entahlah. Aku sama sekali nggak ada gambaran”, ucapnya jujur.
Penculikan dan ingin membuatnya tercemar, dua hal itu tak mungkin dilakukan oleh seseorang yang ada diperusahaannya karena tak puas dengan kinerjanya.
Atau rekan kerjanya yang iri hati terhadapnya karena jika mereka melakukan hal itu juga tak akan berdampak apapun karena dia bukanlah pemilik perusahaan ataupun tokoh terkenal yang jika namanya rusak akan berpengaruh pada harga saham.
Seandainya minta tebusan dengan menculiknya, selama ini tak ada yang mengetahui siapa dan dimana keluarga Audry berada karena gadis itu benar-benar menutup rapat informasi tersebut sehingga para penculik pun tak akan mendapatkan manfaat apapun melakukan hal itu karena tak bisa mendapatkan tebusan besar.
Audry yang tampak berpikir kemudian menoleh kearah Bagaskara “Apa karena dia”, gumannya dalam hati.
Bagaskara yang ditatap sedemikian oleh Audrypun merasa penasaran “Ada apa?”, tanyanya.
“Apakah peristiwa ini ada kaitannya denganmu? Karena hanya itu alasan yang masuk akal bagi seseorang untuk melakukan tindakan itu”, ungkap Audry.
Bagaskara terlihat mengkerutkan kening sejenak, posisinya sebagai pewaris bisnis keluarga dan kedudukannya di kepolisian memang bisa memancing seseorang untuk melakukan hal itu.
“Jika aku, kenapa mereka mentargetkan dirimu ?”, Bagaskara tampak berguman, mencoba menarik benang merah atas masalah yang ada.
“Mungkin wanita ini melakukannya karena cemburu”, celetuk Audry membuat Bagaskara sedikit terkejut.
“Jika motifnya karena cemburu, bukan tidak mungkin kan jika ini juga salah satu wanita milik bosmu yang cemburu akan kedekatanmu dengannya”, ujar Bagaskara membalikkan perkataan Audry.
“Hahahaaa...kamu ini lucu sekali. Kedekatan apa, semua orang tahu jika aku tak memiliki hubungan apa-apa selain masalah pekerjaan. Jadi, tuduhanmu itu sama sekali tak mendasar. Lagipula, bukankan kamu memiliki banyak fans ektrim seperti wanita yang hadir dipernikahan mbak Veli. Dia sampai menggunakan ilmu pemikat untuk menjeratmu”, ujar Audry tajam.
“Ilmu pemikat ? siapa ?”, Bagaskara tampak bingung dengan ucapan Audry.
“Itulah, wanita yang sempat pingsan di acaranya mbak Veli”, ujar Audry menjelaskan.
Melihat Bagaskara yang semakin binggung, Audry yang melihat jika waktu semakin siang pun segera mengakhiri obrolannya.
Bagaskara yang melihat Audry masuk kedalam mobilnya menahan sedikit pintunya sebelum ditutup.
“Untuk sementara waktu, sebaiknya kamu tidak mengendarai mobil sendiri. Aku akan menyediakan sopir pribadi buatmu”, ujar Bagaskara penuh perhatian.
“Tidak usah. Aku masih bisa melindungi diriku sendiri. Lagipula, mobil ini dilengkapi peralatan canggih dan juga anti peluru jadi tidak mudah bagi musuh untuk mencelakaiku. Lagipula, aku juga bisa bela diri jadi kamu tidak perlu khawatir ”,tolak Audry secara halus.
Audry yang melihat wajah Bagaskara sedikit kecewa merasa tak enak namun hal tersebut tetap harus dipertegas sejak awal agar lelaki itu tak semakin menaruh harapan terhadapnya.
“Baiklah jika itu keingginanmu. Tapi ingat, kapanpun kamu membutuhkan bantuanku, kamu bisa menghubungiku kapan saja”, pesan Bagaskara sebelum Audry melajukan mobilnya meninggalkan kantor kepolisian.
Bagaskara mencoba mencerna semua yang Audry ucapkan tadi, hingga satu nama terlintas dibenaknya.
“Apa yang dimaksud oleh Audry tadi Ningsih...kurasa aku harus menyelidiki wanita itu karena memang gerak-geriknya cukup mencurigakan”, guman Bagaskara yang bergegas mencari temannya untuk melacak dimana nomor yang menghubungi preman tersebut terakhir kali berada.
Sementara itu, ditempat lain, Ningsih yang gagal membuat Bagaskara bertekuk lutut dihadapannya kini tengah berada di pondok kayu kediaman ki ageng Goni untuk menjalankan rencana selanjutnya.
“Ini ki rambut orang yang ingin saya santet”, ujar Ningsih sambil menyerahkan beberapa helai rambut kepada ki ageng Goni.
“Kamu tahu kan jika harga yang harus kamu bayar kali ini lebih mahal daripada sebelumnya karena memiliki resiko tinggi”, ujar ki ageng Goni memastikan jika Ningsih benar-benar akan membayarkanya sesuai nominal yang dia minta.
Ningsih pun segera mengeluarkan segepok uang berwarna merah yang didapatkannya dari beberapa lelaki kaya yang terjerat ilmu pengasih miliknya sehingga mau memberikan apapun yang wanita muda itu inginkan tanpa bantahan.
Melihat betapa tingginya gepokan uang dihadapannya, ki ageng Goni tersenyum lebar dan segera menyimpannya dalam kotak kayu yang ada dibawah meja tempatnya melakukan transaksi.
“Baiklah, tiga hari lagi santet ini akan aku kirimkan. Sesuai keinginanmu, aku akan buat dia mati secara perlahan dalam penderitaan”, ujarnya.
Ningsih tersenyum puas dengan janji yang ki ageng Goni berikan kepadanya. Untung saja Ningsih memliki plan B sebagai cadangan seandainya plan A rencananya gagal.
“Jangan salahkan aku tante jika tante menjadi korban pertama karena berani terang-terangan menentangku”, batin Ningsih penuh dendam.
“Tante adalah permulaan, selanjutnya satu persatu keluarga Purnomo akan aku jadikan tumbal untuk memuluskan semua ambisiku”, batinnya.
Ningsih pun keluar dari rumah kayu ki ageng Goni dengan senyum lebar.
Ningsih yang sudah gelap mata akan melakukan apapun demi bisa mencapai apa yang dia inginkan.
Dengan menumbalkan seluruh anggota keluarga Purnomo, dia bisa menyingkirkan penghalang yang menentang hubungannya dengan Bagaskara sekaligus menyediakan tumbal persembahan untuk memperoleh kekayaan secara instan.
Sekali gayung, dua tiga pulau terlampaui. Ningsih yang semakin terjerumus kedalam kegelapan sudah tak bisa tertolong lagi setelah dia mendapatkan banyak manfaat dari ilmu pemikat yang dimilikinya saat ini.
Hanya dengan sekali tatap, lelaki manapun yang diinginkannya bisa dia miliki dan manfaatkan dengan baik.
Bahkan tak sedikit diantara mereka yang sengaja Ningsih kuras habis hartanya demi bisa memuluskan ambisinya.
Ditempat lain, Audry yang baru saja masuk kedalam ruang kerjanya hanya bisa menghembuskan nafas pelan melihat tumpukan berkas yang menggunung dihadapannya.
“Baiklah, kita selesaikan semuanya hari ini. Semangat Audry...”, gumannya menyemangati diri sendiri.
Belum ada lima menit mengerjakan tumpukan berkas dihadapannya, pintu ruang kerja Audry diketuk dari luar dan muncul wajah Nesti dari balik pintu.
“Mis, dipanggil pak Axel untuk rapat sekarang”, ujar Nesti sambil tersenyum lebar.
“Rapat apa...”, tanya Audry sedikit bingung.
“Entahlah. Tim Alpha disuruh kumpul, hanya itu yang aku tahu”, ujar Nesti sambil mengangkat kedua bahunya keatas dengan wajah bingung.
Audry terpaksa menutup berkas yang baru dibukanya dan bergegas pergi sambil merangkul bahu Nesti menuju ruang rapat.
Hubungan Audry dan tim audit yang dibawahinya memang seakrab itu hingga membuat mereka semakin kompak dengan hasil kerja yang memuaskan.
“Kuharap, ini bukan masalah proyek di Pelembang ya Mis”, ujar Nesti yang merasa enggan jika harus menghadapi paman dari bigbosnya yang terkenal menyebalkan itu.
“Ya, kamu berdoa saja semoga tim Beta bisa menyelesaikan tugas disana sehingga kita tak perlu turun tangan”, ujar Audry menenangkan.
Keduanya pun segera masuk kedalam ruang rapat dimana Axel dan Melvin sudah berada didalam ruangan.
Suhu ruangan yang terasa dingin dengan aura mencekam membuat Audry memiliki firasat buruk akan hal ini.