Ara adalah seorang personal asisten Garvi, hubungan mereka cukup unik. Terkadang terlihat layaknya kawan sendiri tapi tak jarang bersikap cukup bossy hingga membuat Ara lelah sendiri.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Lin_iin, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
dua puluh enam
💙💙💙💙
Pak Garvi :
Send a picture
Pak Garvi :
Zahra, saya harus beli yang mana?
Anda :
Hah? Buat apa pak?
Anda :
Kan bapak harusnya meeting sama klien, kenapa malah nyasar ke toko aksesoris
Anda :
Astaga, Pak, ketemu klien nggak saya temani kok malah begini kelakuannya. Apa kabar kalau nanti saya resign?
Pak Garvi :
Kamu berencana resign?
Pak Garvi :
Mau nikah habis lebaran nanti?
Anda :
BAPAK, IIHH, BERCANDAANYA NGGAK LUCU YA
Pak Garvi :
Saya memang nggak sedang melucu, Zahra
Pak Garvi :
Buruan pilih
Anda :
Ya masalahnya saya harus milihin ikat rambutnya buat siapa, Pak?
Anda :
Pak Garvi kan sudah putus sama Mbak Arin, buat ponakan? Kan Bapak nggak punya ponakan. Adanya ponakan jauh, dan Bapak nggak sedekat itu dengan ponakan Pak Garvi sampai harus membelikan ikat rambut segala
Pak Garvi :
Bukan buat mereka
Anda :
Terus buat siapa?
Pak Garvi :
Kamu
Anda :
Hah?
Pak Garvi :
Maksud saya, kan kamu katanya lupa tidak bawa ikat rambut maka saya beliin buat kamu
Anda :
Terus?
Pak Garvi :
Kok terus?
Anda :
Ya maksudnya dalam rangka apa bapak beliin ikat rambut buat saya?
Pak Garvi :
Enggak perlu dalam rangka, Zahra. Buruan kamu pilih!
Anda :
Yaelah, Pak, perkara ikat rambut doang mah saya nggak ribet. Yang penting nggak norak
Pak Garvi :
Enggak norak versi kamu itu yang bagaimana?
Anda :
Yang simple aja, Pak
Pak Garvi :
Oke.
💙💙💙💙
Ara tidak dapat menahan keterkejutannya, bahkan ia sampai memasang wajah bengong, saat sang atasan masuk ke dalam ruangan dan meletakkan paper bag kecil di atas mejanya, yang ia tebak dengan pasti kalau itu sudah pasti berisi ikat rambut yang ditawarkan pria itu tadi.
"Bapak beneran beliin saya ikat rambut? Buat saya?" tanya Ara masih terlihat shock dan tidak percaya dengan ketidakbiasaan sang atasan.
Garvi terlihat sedikit tersinggung dengan ekspresi yang dibuat Ara. "Harus banget kamu bikin ekspresi begitu?" Ia menghela napas lalu melepas jasnya, "memang kenapa kalau saya beliin kamu ikat rambut? Masalah besarkah itu?" sambungnya sambil melepas kancing pada kerah kemeja untuk melonggarkan dasinya.
"Ya, bukan sih, Pak, cuma saya agak kaget sedikit." Ara garuk-garuk kepala bagian belakangnya dengan sedikit salah tingkah.
"Mau atau tidak?"
"Kalau saya jawab enggak, emang ikat rambutnya mau Bapak apain?" Ara malah balik bertanya.
Garvi yang tadinya hendak menggulung lengan kemejanya, mendadak urung dan mengangkat sebelah alisnya heran.
"Maksud kamu apa dengan pertanyaan begitu?"
Sedikit gugup, Ara menggeleng cepat lalu segera memakai ikat rambut pemberian sang bos.
"Enggak, Pak, bercanda doang, sensi amat sih. Ini loh langsung saya pakai."
"Bagus." Garvi mengangguk cukup puas.
"Apanya, Pak? Saya-nya atau ikat rambutnya?"
Garvi langsung mendengus. "Pilihan saya," jawabnya membuat Ara langsung cemberut kesal, "laporan yang saya minta sudah?"
"Sudah, Pak, sudah saya kirim lewat email Bapak. Bisa langsung Bapak cek sekarang."
Garvi mengangguk paham. "Baik, terima kasih," ucapnya langsung mengecek email, "oh ya, sama satu lagi."
"Apa, Pak? Bapak butuh data yang mana lagi?"
Kali ini Garvi menggeleng. "Bukan. Saya butuh makan, bisa tolong kamu pesankan sesuatu untuk saya?"
"Mau makanan berat atau camilan aja, Pak?" tanya Ara sambil melirik ke arah jam tangan yang ada pada pergelangan tangan kirinya, "tapi sekarang masih setengah sebelas, Pak, kalau mau makan berat. Nggak papa?"
"Jangan, kalau jam segini makan berat nanti nanggung, jam setengah tiga saya pasti udah laper lagi. Tolong pesenin camilan aja, tapi yang agak mengenyangkan."
"Mau salad, Pak? Buah apa sayur?" tawar Ara.
Garvi berpikir sebentar. "Croissant enak kayaknya enak deh, itu aja, yang original dan tanpa topping ya."
Ara melongo beberapa saat. "Bisa Bapak ulangi?" pintanya dengan hati-hati. Masalahnya ia tidak cukup yakin dengan apa yang baru saja ia dengar.
"Kenapa baru saya bilang udah lupa? Apa pendengaran kamu yang terganggu?" Garvi menatap Ara datar.
Ara meringis kecil. "Takutnya pendengaran saya yang terganggu, Pak. Ya, abis Bapak abis kesambet apaan kok tetiba minta dibeliin croissant. Nggak sekalian yang sempet viral kemarin?"
"Apa?"
"Cromboloni. Eh, tapi kalau cromboloni Bapak nggak bisa makan deh."
Garvi menatap Ara datar. "Kalau tahu saya nggak bisa makan kenapa ditawarin ke saya?"
Ara hanya merespon dengan ringisan malu-malu.
"Sana kamu turun ke bawah cariin croissant tanpa topping sama Americano satu. Buat kamu terserah mau beli apa," ucap Garvi sambil menyerahkan debit cardnya.
Ara menerima kartu itu dengan senang hati lalu pamit undur diri.
💙💙💙💙
"Kamu pesen macaron?" tanya Garvi saat Ara masuk ke dalam ruang.
Yang ditanya malah memasang wajah bingungnya.
"Kamu kan tahu saya nggak suka makanan manis, kenapa beliin macaron?"
Ara semakin kebingungan. "Maksudnya gimana sih, Pak? Saya nggak ada pesen kue macaron tuh."
"Tapi barusan ada kiriman atas nama kamu."
Ara semakin dibuat kebingungan dengan kalimat sang bos. "Lah, saya nggak pesen apa-apa loh, Pak. Kan saya udah keluar ngapain delivery order segala?"
"Terus ini dari siapa?"
Ara yang baru hendak membuka suara untuk membalas pertanyaan sang atasan, mendadak urung saat merasakan getaran dari saku blazernya. Buru-buru ia mengambil benda pipih itu dari dalam sana.
Evan :
Udah nyampe?
Anda :
Nyampe mana?
Anda :
Kan gue di kantor
Evan :
Kiriman dari gue
Anda :
Oh, jadi lo yang kirim macaronnya?
Evan :
Iya. Suka gk?
Anda :
Wkwk, belom liat sih soalnya yang terima tadi bos gue.
Evan :
Hah?
Anda :
Ya gitu lah, ribet jelasinnya. Ntar kapan-kapan gue jelasin
Evan :
Mau ketemu ntar?
Anda :
Emang lo gk jaga?
Evan :
Aman. Bisa ketmu lo kok. Mau?
Evan :
Mau gue jemput?
Anda :
Emm, liat ntar deh ya
Anda :
Ntar gue kabarin. Soalnya bos gue kadang minta gue tiba-tiba lembur
Evan :
Oke. Ntar jangan lupa kabarin ya
Ehem ehem ehem
Ara sontak menoleh saat mendengar sang atasan tiba-tiba berdehem sambil meliriknya sinis.
"Jam kerja, Zahra! Jam kerja, nggak bisa ya kamu hormati saya sebagai atasan kamu?" sindir Garvi dengan nada kesal yang tidak perlu repot-repot ia sembunyikan.
"Maaf, Pak, ini cek WA loh."
"Dari siapa?"
Entah kenapa Ara mendadak gugup. "Anu... ini dari yang ngirim macaronnya, Pak."
"Oh, saingan saya?" Garvi menggeleng cepat-cepat, "maksud saya, saingan adik saya?"
"Terserah gimana enaknya Bapak saja lah," balas Ara seadanya. Lalu meletakkan pesanan Garvi di atas meja sementara dirinya kembali ke mejanya sembari membawa macaron yang Evan kirimkan untuknya. Lumayan bisa ia cemilin untuk membunuh rasa suntuknya.
💙💙💙💙