Aisha berjalan perlahan mendekati suaminya yang terlihat sedang menelepon di balkon, pakaian syar'i yang sehari-hari menjadi penutup tubuhnya telah dia lepaskan, kini hanya dengan memakai baju tidur yang tipis menerawang Aisha memberanikan diri terus berjalan mendekati sang suami yang kini sudah ada di depannya.
"Aku tidak akan menyentuhnya, tidak akan pernah karena aku hanya mencintaimu.."
Aisha langsung menghentikan langkahnya.
Dia lalu mundur perlahan dengan air mata yang berderai di pipinya, hingga ia kembali masuk ke dalam kamar mandi, Alvin tidak tahu jika Aisha mendengar percakapan antara dirinya dengan seseorang di ujung telepon.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Almaira, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Pura-pura Bahagia
Lagi-lagi Anita dibuat terhenyak oleh perkataan Aisha.
"Aku pantas mendapatkannya?" tanya Anita tak percaya.
Aisha berjalan mendekati Anita lebih dekat.
"Terlepas dari berapa lama kalian menjalin hubungan, apapun cerita sebenarnya, bagaimanapun kondisi dan perasaan kalian, jangan berharap ada yang bersimpati pada hubungan kalian lagi, karena bersikukuh mempertahankan cinta kalian hanya akan menganugerahi kalian dengan cap kotor saja. Perebut suami orang, itu mungkin gelar yang akan anda dapatkan jika orang tahu jika kekasih anda sebenarnya sudah memiliki istri."
Anita membelalakkan matanya, tak percaya Aisha berani berbicara seperti itu kepadanya.
"Aku tidak merebut Alvian dari siapapun, apalagi darimu. Kamu yang tiba-tiba datang diantara kami. Aku dan Alvian saling mencintai. Sedangkan kamu menikah dengannya hanya karena perjodohan, tidak ada cinta diantara kalian."
"Saat ijab kabul terucap maka terbentuklah satu ikatan yang kuat diantara kami, karena sesungguhnya Allah sendiri yang mempersatukan kami. Soal cinta, Allah maha membolak-balikkan hati semua hambanya."
Anita tampak geram dengan semua lontaran jawaban dari Aisha, dirinya kini merasa tersudut. Dia melihat Aisha dengan kesalnya.
"Apa kamu mencintai Alvian?"
"Sudah saya katakan jika saya tak akan berbagi cerita apalagi tentang perasaan pada orang asing yang baru saya kenal."
Anita dibuat semakin kesal. Dia duduk di atas kasur sambil membasuh wajahnya kasar.
Tak lama Anita berdiri dan pergi dari kamar Aisha dengan langkahnya yang cepat, membawa serta kekesalan di hatinya.
Sementara Aisha hanya tersenyum melihat 'teman barunya' pergi tanpa berpamitan sama sekali.
***
"Poligami seperti sudah menjadi tradisi di keluarga suamiku. Ayah mertuaku bahkan mempunyai 3 orang istri, juga kakak-kakak iparku." Kak Siti menceritakan semuanya kepada Aisha lewat sambungan telepon.
Aisha tahu, mertua kakaknya adalah salah satu kiai besar pimpinan Pondok Pesantren di luar daerah yang juga merupakan salah satu sahabat terbaik Abah, karena itu Kak Siti dijodohkan dengan salah satu putranya.
Aisha heran, kenapa praktik poligami yang diyakininya sebagai perselingkuhan yang di legalkan banyak dilakukan oleh mereka yang mengaku kaum intelektual atau tokoh paling berpengaruh di dalam masyarakat yang paham agama atau biasa disebut kiai.
Sebagian dari mereka memberikan dalil-dalil untuk melegalisasi poligami, yang kemudian disitirnya lebih untuk pemuasan kepentingan dengan menggunakan dalil agama.
Menurutnya juga, sebagian Kiai lebih memanfaatkan ketokohan dan kekuasaannya juga untuk berpoligami.
"Dan suami kakak akan melanjutkan tradisi itu?"
"Mau tidak mau dik. Kakak harus menerimanya."
"Kenapa kakak harus pasrah sementara Kakak bisa saja menolaknya," ucap Aisha geram.
"Tak ada yang bisa kakak lakukan. Lagi pula kakak sekarang sedang hamil," jawab Siti pasrah.
"Jangan jadikan kehamilan alasan sehingga kakak menjadi lemah seperti ini."
Siti terdiam, dia tahu persis dengan watak adiknya, Aisha. Tak akan pernah mau kalah berbicara mengenai sesuatu yang menurutnya itu adalah benar.
"Kak Siti bisa mengatakan pada suami kakak jika ayah kita juga seorang kiai besar, tapi beliau tidak berpoligami walaupun kita tahu jika beliau pasti mampu memenuhi semua syaratnya. Abah tetap setia dengan satu istri. Ummi kita."
"Dik. Sudah kakak baik-baik saja kok. Kamu tidak usah cemaskan kakak."
Aisha mengerti jika dirinya terlalu menekan sang kakak, padahal sesungguhnya saat ini kakaknya lebih membutuhkan dukungan dan perhatiannya.
Aisha kemudian berpesan jika sang kakak menerima pernikahan suaminya dengan wanita lain, maka bersiaplah untuk selalu lapang dada, akan banyak kesakitan yang mungkin akan kakaknya terima, berbagi suami tidaklah mudah, perlu hati yang kuat untuk menjalankannya. Terlebih saat ini kakaknya tengah berbadan dua, lebih membutuhkan ketenangan dan kedamaian demi tumbuh kembang sang janin di dalam perutnya.
Setelah berbincang lagi cukup lama akhirnya keduanya menyudahi percakapan di telepon.
Aisha kemudian tampak termenung memikirkan semua perkataan kakaknya tentang poligami yang katanya sudah menjadi tradisi bagi keluarga mertuanya.
Jika seperti itu. Maka seharusnya Abah sudah pasti tahu akan praktik poligami di keluarga besannya. Lalu kenapa Abah masih tetap menjodohkan Kak Siti dengan putra dari keluarga itu?
***
Alvian kembali pulang ke apartemennya dengan terburu-buru. Setelah mendapat telepon dari ibunya jika sang ayah tiba-tiba sakit.
Sesampainya di rumah, Alvian segera mengetuk pintu kamar Aisha.
"Bersiap-siaplah kita akan pulang sekarang," ucap Alvian walaupun pintu belumlah terbuka.
Tak lama Aisha masuk dengan menjinjing sebuah tas besar di tangannya.
"Saya sudah siap."
Alvian kini tahu jika ibunya pasti juga menelepon Aisha.
"Tunggulah sebentar. Aku ganti baju dulu."
Beberapa saat kemudian keduanya segera turun ke parkiran mobil dan segera melajukan kendaraannya.
Alvian tampak sangat khawatir, wajahnya menunjukkan kecemasan mengingat jika ayahnya mempunyai riwayat penyakit jantung, dia takut jika penyakit sang ayah kambuh kembali.
Berkali-kali dia terus melakukan panggilan telepon dengan sang ibu, memantau keadaan ayahnya yang kini sudah dibawa ke rumah sakit yang dekat dengan rumah mereka.
Aisha tahu jika suaminya sedang sangat cemas, namun dia tak bisa melakukan apapun, hanya terus berdoa di dalam hati semoga Allah memberikan kesehatan dan umur yang panjang pada ayah mertuanya.
"Di hadapan ayahku nanti, tolong bersikaplah seolah-olah rumah tangga kita baik-baik saja," ucap Alvian tiba-tiba.
Aisha terdiam.
"Ibuku mengetahui keadaan rumah tangga kita yang sebenarnya karena sikap kita yang terlalu memperlihatkannya," lanjut Alvian lagi.
Aisha masih terdiam.
"Karena itu di hadapan ayahku nanti. Kita akan berpura-pura jika kita bahagia." Alvian kini melirik Aisha yang sedari tadi hanya terdiam tak merespon perkataannya.
Untuk kali ini Aisha mengangguk kecil membuat Alvian lega.
"Aku tahu ini sulit. Berpura-pura bahagia." Alvian tersenyum sinis.
Aisha langsung melihat suaminya.
"Pura-pura bahagia sama sekali tidak sulit," ucap Aisha sambil kembali menatap jendela di sampingnya.
Alvian melihat istrinya.
"Bagimu mungkin tidak, tapi bagiku sulit menjadi orang yang sok bahagia."
"Bagiku ada yang lebih sulit lagi. Dari pada hanya sekedar tersenyum pura-pura bahagia yaitu di malam hari berusaha menangis tanpa suara, tak ingin mengusik penghuni lain di rumah yang sama."