NovelToon NovelToon
Cintamu Membalut Lukaku

Cintamu Membalut Lukaku

Status: sedang berlangsung
Genre:Cintapertama / Nikahmuda / Kehidupan Manis Setelah Patah Hati / Kelahiran kembali menjadi kuat / Romansa
Popularitas:1.8k
Nilai: 5
Nama Author: achamout

Sejak kehilangan ayahnya, Aqila Safira Wijaya hidup dalam penderitaan di bawah tekanan ibu dan saudara tirinya. Luka hatinya semakin dalam saat kekasihnya, Daniel Ricardo Vano, mengkhianatinya.

Hingga suatu hari, Alvano Raffael Mahendra hadir membawa harapan baru. Atas permintaan ayahnya, Dimas Rasyid Mahendra, yang ingin menepati janji sahabatnya, Hendra Wijaya, Alvano menikahi Aqila. Pernikahan ini menjadi awal dari perjalanan yang penuh cobaan—dari bayang-bayang masa lalu Aqila hingga ancaman orang ketiga.

Namun, di tengah badai, Alvano menjadi pelindung yang membalut luka Aqila dengan cinta. Akankah cinta mereka cukup kuat untuk menghadapi semua ujian?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon achamout, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 12 Fitting Baju Pernikahan

Pagi itu, Alvano memasuki ruang kelas dengan percaya diri.Penampilannya yang rapi dengan kemeja biru muda menggulung sedikit lengan kemejanya, membuat kehadirannya tampak sangat berwibawa.Sosoknya yang tegas namun tenang membuat mahasiswa di kelas segera menghentikan aktivitas mereka. Dia membawa setumpuk buku dan laptop, bersiap untuk mengajar mata kuliah Manajemen Bisnis.

"Selamat pagi, semuanya," sapa Alvano dengan suara tegas.

"Pagi pak.. "

"Hari ini kita akan membahas tentang strategic management dan bagaimana implementasinya dalam bisnis nyata. Saya harap kalian sudah membaca materi yang saya kirimkan minggu lalu."

Saat itu, Areta duduk di bangku barisan tengah, mengenakan blus putih dengan rambut tergerai rapi. Senyumnya merekah ketika melihat Alvano melangkah ke depan kelas.

Areta tak henti-hentinya mencuri pandang ke arah Alvano. Jantungnya berdegup kencang setiap kali pria itu berjalan mendekati mejanya. Dia sudah merencanakan sesuatu untuk menarik perhatian Alvano, meskipun sadar betul bahwa sikapnya ini mungkin dianggap berlebihan oleh mahasiswa lainnya.

Di tengah pelajaran, Areta mengangkat tangan. "Maaf, Pak. Bolehkah saya izin ke toilet?"

Alvano mengangguk tanpa ragu. "Silakan."

Saat Areta melangkah melewati Alvano, dia pura-pura tersandung. Tubuhnya hampir jatuh, tapi refleks cepat Alvano membuatnya segera menangkap Areta sebelum benar-benar terjatuh. Tatapan keduanya bertemu sejenak. Areta hampir tak percaya dengan jarak sedekat ini. Mata Alvano yang tajam dan rahangnya yang tegas membuat wajah pria itu terlihat sempurna di matanya.

Sorakan menggema dari mahasiswa di kelas.

"Pak Alvano, hebat banget refleksnya!"

"Areta, hati-hati dong!"

Alvano segera melepaskan Areta dengan ekspresi dingin. "Lain kali hati-hati," ucapnya singkat, lalu berbalik kembali ke papan tulis.

Areta tersenyum sambil menunduk, berpura-pura malu. "Maaf, Pak," ucapnya pelan, lalu berjalan keluar kelas. Tapi di dalam hatinya, dia merasa sangat puas. "Rencana awal berhasil," gumamnya sambil terkikik kecil di lorong.

Sementara itu, Alvano kembali fokus pada penjelasannya, meskipun ada sedikit rasa aneh yang mengganggu pikirannya. Wajah Areta tadi... sangat mirip dengan seseorang. Sosok yang membuat Aqila menangis beberapa hari lalu di taman. Tapi Alvano memilih untuk tidak terlalu memikirkannya. Setelah kelas selesai, dia langsung membereskan barang-barangnya dan meninggalkan kampus, mengingat hari ini ia dan Aqila akan fitting baju pernikahan mereka.

🌸🌸🌸🌸🌸

Saat sampai dirumah, Alvano langsung menuju ruang tamu, Di sana, Aqila terlihat duduk anggun, mengenakan pakaian sederhana tapi tetap memancarkan pesona lembutnya. Dia sedang berbincang ringan dengan Mama Alvano.

"Vano, kamu sudah pulang? Sekarang bawa Aqila ke butik ya," ujar Mama Alvano dengan senyum hangat.

Alvano mengangguk. Tatapannya beralih pada Aqila. "Gimana, Aqila? Kamu sudah siap?"

Aqila menundukkan kepala sedikit, merasa malu-malu. "Iya, Kak," jawabnya pelan.

"Bagus. Kalau begitu kita pergi sekarang," kata Alvano dengan nada tenang.

Mama Alvano menyela, "Vano, kamu tinggal pilih aja bajunya di sana. Tante Sonia, teman Mama, sudah menyiapkan yang terbaik untuk kalian berdua. Mama yakin kalian pasti suka."

Alvano hanya mengangguk sopan. Dia memberi isyarat pada Aqila untuk mengikutinya. Aqila berdiri perlahan, menghampirinya. Setelah berpamitan pada Mama Alvano, mereka berdua berangkat ke butik.

Sesampainya di butik, Tante Sonia menyambut mereka dengan antusias. Wanita paruh baya dengan senyum ramah itu tampak sangat bersemangat melihat pasangan calon pengantin ini.

"Alvano! Akhirnya kamu datang. Dan ini pasti Aqila, ya? Wah, kalian cocok sekali. Tante sudah nggak sabar lihat kalian coba baju yang tante pilih," ujar Tante Sonia sambil menggenggam tangan Aqila dengan hangat.

Aqila tersenyum malu-malu. "Terima kasih, Tante."

Alvano mengangguk sopan. "Maaf, Tante, kalau kami sedikit terlambat. Tadi aku sempat ada urusan di kampus."

"Tidak apa-apa, yang penting kalian sudah di sini. Ayo masuk, tante sudah siapkan semuanya," kata Tante Sonia sambil menggiring mereka masuk ke ruang fitting yang luas.

Di ruang fitting, Tante Sonia menunjukkan beberapa gaun dan jas yang sudah dipilihkannya. "Aqila, coba gaun ini dulu, ya. Dan Alvano, jas ini sepertinya pas buat kamu. Ayo, jangan malu-malu!"

Aqila masuk ke ruang ganti terlebih dahulu. Setelah beberapa saat, dia keluar mengenakan gaun putih elegan dengan hiasan manik-manik di bagian dada dan renda halus di bagian bawah. Gaun itu membalut tubuhnya dengan sempurna, menonjolkan keanggunannya. Rambutnya yang dibiarkan tergerai membuat penampilannya semakin memukau.

Alvano yang sedang berdiri di dekat Tante Sonia langsung menoleh. Pandangannya terhenti begitu melihat Aqila. Seketika, dia terpaku, seperti kehilangan kata-kata.

"Aqila, kamu cantik sekali," ucap Tante Sonia, kagum.

"Memang," tambah Alvano tanpa sadar. Pandangannya tak lepas dari Aqila. "Gaun itu benar-benar cocok untukmu."

Wajah Aqila memerah. Dia merasa gugup di bawah tatapan Alvano yang intens. "Terima kasih tante, Kak."

Tante Sonia tersenyum geli melihat interaksi mereka. "Aqila, sekarang gantian Alvano yang coba jasnya. Kamu tunggu di sini, ya."

Alvano masuk ke ruang ganti, dan tak lama kemudian dia keluar mengenakan jas hitam dengan potongan modern. Jas itu membingkai tubuhnya dengan sempurna, menonjolkan sisi maskulinnya.

Sekarang giliran Aqila yang tertegun. Pandangannya terpaku pada Alvano, yang terlihat begitu gagah dengan pakaian itu. Dia bahkan tak sadar bahwa mulutnya sedikit terbuka.

"Kakak... keren sekali," gumam Aqila, nyaris tanpa sadar.

Alvano tersenyum kecil, merasa sedikit tersanjung. "Terima kasih. Tapi, jujur, penampilanmu jauh lebih memukau."

Mendengar itu, wajah Aqila semakin memerah. Dia hanya menunduk, tak berani menatap langsung Alvano.

Sementara itu, Tante Sonia mengamati keduanya dengan senyum puas. "Kalian ini pasangan yang serasi sekali. Lihat, Aqila, Alvano ini sebenarnya dingin di luar, tapi kalau sudah perhatian seperti tadi, wah, beda sekali."

Alvano tertawa kecil. "Tante ini bisa aja"

"Aduh, Vano, tante ini kan cuma bilang yang sebenarnya. Aqila, kamu pasti beruntung punya calon suami seperti vano" kata Tante Sonia sambil mengedipkan mata ke arah Aqila.

Aqila hanya bisa tersenyum malu-malu. Tapi dalam hatinya, ia merasa hangat mendengar pujian itu.

Setelah selesai mencoba baju, Tante Sonia memastikan semuanya pas. "Kalau sudah oke, nanti baju ini akan tante sempurnakan lagi. Kalian tinggal tunggu saja di hari spesial nanti."

"Terima kasih, Tante, sudah repot-repot," ucap Alvano sambil menjabat tangan Tante Sonia dengan sopan.

"Ah, nggak apa-apa, Vano. Tante senang bisa bantu kalian," jawab Tante Sonia dengan senyum hangat.

Setelah selesai fitting baju, mereka memutuskan untuk pulang. sekarang keduanya tengah berada didalam mobil. keduanya sangat canggung. namun tak bisa dipungkiri keduanya sama sama memiliki perasaan satu sama lain. Alvano bahkan tak bisa berhenti tersenyum saat mengingat gimana cantiknya aqila saat ia memakai gaun pengantin tadi. ia tak bisa bohong. gadis itu benar benar cantik.

"Kak, tadi Tante Sonia baik banget, ya," kata Aqila memecah keheningan.

Alvano tersenyum tipis. "Iya, dia memang orang baik. Mama sudah lama kenal dia. Dan ternyata pilihannya tadi memang cocok untuk kita."

Aqila menunduk sedikit, tersenyum kecil. "Aku juga suka. Gaunnya benar-benar indah."

Alvano meliriknya sejenak. "Dan kamu yang membuat gaun itu terlihat lebih indah."

Wajah Aqila memerah lagi. Ia hanya bisa tersenyum tanpa menjawab.

"Kamu mau kita kemana lagi? Mumpung masih siang," tanya Alvano sambil melirik Aqila sekilas.

Aqila tertegun, tidak tahu harus menjawab apa. "A… aku nggak tahu, Kak," jawabnya pelan.

Alvano tersenyum tipis. "Kamu sudah makan?"

Aqila menggeleng. "Belum, Kak."

"Kalau begitu, kita pergi makan dulu, ya. Aku juga lapar." Alvano mengarahkan mobil ke salah satu restoran mewah di pusat kota.

🌸🌸🌸🌸🌸🌸

Mereka tiba di sebuah restoran dengan nuansa klasik dan mewah. Chandelier menggantung megah di langit-langit, dan meja-meja dihiasi lilin kecil yang memberikan suasana elegan. Aqila menatap sekeliling dengan kagum.

"Kak, tempat ini indah sekali," ucapnya lirih.

" aku senang kamu suka," balas Alvano sambil mempersilakan Aqila duduk di salah satu meja yang sudah dipesan.

Seorang pelayan datang membawa buku menu dan memberikan kepada mereka. Alvano membuka buku itu sambil melihat-lihat. "Aqila, kamu mau makan apa? Pilih saja dari sini."

Aqila menatap menu itu dengan bingung. Dia hampir tidak mengenal nama-nama makanan yang tertera. "Aku... aku nggak tahu, Kak. Aku belum pernah makan di tempat seperti ini sebelumnya," jawabnya jujur dengan nada malu.

Alvano tersenyum kecil, memahami kebingungan Aqila. "Kalau begitu, biar aku saja yang pesan, ya. Aku pilih yang pasti kamu suka."

Alvano memanggil pelayan dan memesan pasta dengan saus creamy untuk Aqila, steak untuk dirinya, dan segelas jus jeruk untuk masing-masing.

Saat makanan datang, Aqila tampak penasaran melihat pasta yang dipesan Alvano untuknya. Dengan hati-hati, dia mencoba suapan pertama. Matanya langsung berbinar.

"Enak sekali, Kak," ucapnya dengan senyum lebar.

Alvano tersenyum lega melihat Aqila menikmati makanannya. "Syukurlah. Kalau ada yang kamu nggak suka, bilang saja, aku bisa pesan yang lain."

"Tidak, Kak. Ini enak banget. Terima kasih sudah pesan ini untukku," kata Aqila sambil melanjutkan makannya dengan lahap.

Alvano memperhatikan Aqila yang makan dengan penuh semangat. Ada perasaan hangat di hatinya melihat gadis itu menikmati makanannya tanpa ragu. Tanpa sengaja, dia melihat ada noda saus di sudut bibir Aqila.

"Aqila," panggil Alvano pelan.

"Iya, Kak?" Aqila menatapnya sambil mengunyah, tak sadar ada noda di bibirnya.

Alvano mengulurkan tangan, mengambil tisu di meja, lalu perlahan mengelap sudut bibir Aqila. Gerakannya lembut dan penuh perhatian.

Aqila terdiam. Wajahnya langsung memerah, tidak menyangka Alvano akan melakukan hal itu. "Ka..Kak.."

"Noda saus," ucap Alvano singkat, mencoba tetap tenang meski wajahnya juga sedikit memanas. "Lain kali, makan lebih hati-hati. Aku nggak mau calon istriku makan dengan noda di wajahnya," ujar Alvano dengan nada menggoda, diakhiri dengan senyum kecil.

Aqila langsung menunduk lagi, pipinya memerah dan merasa sangat malu. "Kakak suka banget bikin aku malu, ya," gumamnya pelan.

Alvano terkekeh kecil. "Bukan bikin malu, Aqila. Aku cuma senang melihat wajahmu merah seperti ini. Kamu lucu."

Setelah mereka selesai makan, Alvano bersandar di kursinya, menatap Aqila yang tampak puas dengan makanannya. "Jadi, gimana? kamu suka makan di sini?"

Aqila mengangguk dengan semangat. "Iya, Kak. Ini pertama kalinya aku makan di tempat sebagus ini. Rasanya enak banget. Terima kasih ya, Kak."

Alvano menyandarkan dagunya di tangannya, memandang Aqila dengan tatapan penuh arti. "Aku senang kamu suka. Karena membuatmu bahagia itu tanggung jawabku, kan?"

Aqila tertegun mendengar kata-kata itu. Dia hanya bisa menunduk lagi, merasa hatinya semakin berdebar.

"Aqila," panggil Alvano tiba-tiba.

"Iya, Kak?"

Alvano tersenyum tipis. "Aku harap, di hari-hari mendatang, kamu selalu tersenyum seperti ini. Senyummu itu.., membuat hariku lebih baik."

Aqila tak bisa berkata apa-apa. Kata-kata Alvano benar-benar membuatnya baper. Ia hanya bisa berharap, perasaan hangat ini bisa terus tumbuh di antara mereka.

**********

like, vote and komennya jangan lupa readerss😉, ceritanya bakalan up tiap hari dan itu tergantung dari dukungan kalian juga ya.. ☺

1
hesti_winarni25
semangat berkaya kak
Achamout: Terima kasih kakak😊
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!