Cintamu Membalut Lukaku
Pagi ini, seorang gadis berkulit putih, wajah cantik natural dengan rambut panjang sepinggang baru saja selesai mencuci setumpuk pakaian yang sebelumnya memenuhi baskom di kamar mandi. Ia terlihat sangat kelelahan. Badannya sudah lunglai berdiri di tempat tali penjemuran kain dan ia mulai menjemur semua baju yang sudah ia cuci bersih.
Setelah selesai menjemur pakaian, badannya langsung luluh lantah ketanah yang dihiasi rumput hijau lembut di sekitar nya. Ia rehat sejenak untuk melepas letih yang ia rasakan.
Saat itu ia menatap langit yang biru cerah menghadangnya, matanya berkaca kaca.
"Pa aku capek" ucapnya pilu. Gadis itu adalah Aqila Safira Wijaya yang biasa dipanggil Qila. Ia tinggal bersama ibu tirinya dan kakak tirinya.
Hidup Aqila benar benar hancur setelah ditinggal pergi papanya. Sejak umur 10 tahun, Aqila sudah ditinggal ibu kandungnya karna ibunya yang menderita sakit jantung. Ayah Aqila yang awalnya merasa kasian dengan Aqila karna gadis itu sudah tidak memiliki ibu memilih menikah dengan Miranda Velora, ibu tiri Aqila sekarang yang sebenarnya bertujuan untuk mengurus putrinya itu. Ia berharap Aqila terus dapat merasakan peran seorang ibu dalam hidupnya.Ia ingin Aqila selalu bahagia dan tumbuh menjadi anak yang ceria. Namun ternyata keputusan yang diambil oleh papanya Aqila adalah keputusan yang salah.
Semenjak papa Aqila meninggal karna kecelakan mobil, membuat Aqila menjalani penderitaan sepanjang hidupnya. Ibu tiri dan saudara tiri Aqila yang dulunya sangat sayang dengan Aqila sifatnya berubah drastis setelah ayah Aqila meninggal. ibu dan kakak tirinya itu selalu menyiksanya dan memarahinya. Bahkan Aqila juga disuruh bekerja untuk memenuhi kebutuhan hidup mereka, ia juga di paksa untuk mengerjakan semua pekerjaan rumah dan tidak boleh beristirahat sedikitpun. Uang hasil kerja keras Aqila juga diambil ibu tirinya. Ia sama sekali tak dapat merasakan hasil kerja kerasnya.
"Qila!!!" terdengar suara teriakan keras di kupingnya, dan beberapa detik setelah itu juga terdengar suara bunyi sepatu melangkah ke arahnya.
"Kamu ini benar benar ya Aqila, ngapain kamu disitu? kenapa kamu santai santai? aku ini sudah capek pulang kuliah dan kamarku belum kamu bereskan juga? " Ucap kakak Aqila Yang biasa dipanggil Areta dengan nada marah.
Aqila langsung berdiri dari duduknya dan menunduk. "Ma.. maaf kk, aku belum sempat beresin kamar kakak.Tadi habis pulang kerja, aku langsung nyuci semua pakaian mama dan kakak yang sudah menumpuk di kamar mandi "
"Halah jangan banyak alasan Qila, kamu tau nggak sih, aku tu udah capek seharian kuliah dan ketika aku pulang, aku harus disambut dengan kamar yang berantakan seperti itu? kamu ini benar benar nggak bertanggung jawab ya Qila! " bentak Areta.
Aqila menatap tanah, berusaha menahan air matanya yang hampir tumpah. Ia tahu kakak tirinya itu tidak pernah peduli dengan apa yang dia lakukan. Selama ini, hidupnya selalu terfokus pada pekerjaan rumah dan mencari uang untuk keluarga yang tidak pernah menghargainya.
Namun, belum selesai rasa sesak itu, suara langkah berat lainnya terdengar. Miranda, ibu tiri Aqila, muncul dengan wajah datar. Ia baru saja selesai menonton acara kesukaannya di televisi, tampak santai tanpa sedikit pun merasa bersalah melihat keadaan rumah yang berantakan. Melihat keributan di luar, Miranda hanya mengangkat alis.
“Qila!” suara Miranda datar namun mematikan. “Kenapa kamar Kak Areta belum dibersihin? Kenapa kamu nggak bisa bekerja dengan benar?”
Qila menundukkan kepalanya lebih dalam, menyeka keringat yang mengalir di dahi. “Aku baru pulang kerja, ma. Aku belum sempat beristirahat. Bahkan saat aku sampai dirumah, aku juga harus mencuci semua pakaian kotor mama dan kak Areta.Aku cuma manusia, ma. Aku butuh waktu.”
Namun, Miranda tidak bisa menahan amarahnya. “Jangan banyak alasan! Semua yang kamu lakukan itu cuma tugas rumah! Kamu kerja itu karena kamu harus bantu kami, tahu? Kalau nggak, kamu harus cari tempat tinggal lain!” Miranda mendekat dengan wajah yang semakin marah, membuat qila semakin merinding.
Qila hanya bisa menahan napas, merasa hatinya semakin hancur. Air matanya hampir tumpah, tapi ia berusaha untuk tetap tegar. Ia ingin berteriak, ingin membela diri, namun suara Miranda dan Areta terus mengalahkan suaranya. Tak ada yang peduli, tak ada yang melihat semua yang dia lakukan.
Tiba-tiba, Miranda melangkah maju, tangannya yang kasar menjambak rambut aqila dengan keras. “Aku nggak ingin dengar alasan lagi, Aqila! Bersihkan kamar Kak Areta sekarang juga, atau aku yang akan bereskan dirimu!”
Rasa sakit yang menghantam kulit kepalanya semakin memuncak. Qila ingin menjerit, ingin berlari, namun tubuhnya tak mampu bergerak. Ia terjatuh, merasakan sakitnya bukan hanya di fisik, tetapi juga di hatinya. Setiap kata-kata kejam itu bagaikan pisau yang menancap di sanubari. Semua pengorbanannya, semua jerih payahnya, seolah tak berarti sama sekali.
“Aku nggak butuh alasan, kamu cuma harus kerja dan bikin kami senang!” Miranda melangkah pergi begitu saja, meninggalkan Aqila yang hanya bisa menangis diam-diam.
Areta, yang berdiri di samping, memandangnya dengan sinis. “Jangan harap bisa hidup tenang di sini. Kamu cuma pengganggu. Aku nggak peduli seberapa keras kamu bekerja, itu bukan urusanku!”
Qila menatap kedua sosok yang seharusnya menjadi keluarga terdekatnya. Keduanya tak pernah peduli dengan hidupnya, tak pernah memahami perjuangannya. Ia hanya merasa dirinya semakin terperangkap dalam hidup yang penuh ketidakadilan. Tak ada ruang untuk bahagia, tak ada ruang untuk impian. Hanya ada tugas, kerja, dan beban yang tak pernah selesai.
🌸🌸🌸🌸🌸🌸
Hari ini Aqila akan memiliki kesibukan yang luar biasa. ia hari ini masuk kerja dan harus bangun pagi pagi sekali untuk menyelesaikan semua pekerjaan rumah. Bangun tidur, Qila segera mencuci mukanya kekamar mandi lalu melangkah keluar kamar menuju dapur.
la harus memasak sarapan pagi, karna sebentar lagi kakak tirinya akan bangun dan pergi kuliah. Semua makanan harus tersedia di atas meja makan sebelum kakaknya itu bangun dan turun ke meja makan.
Dengan cepat dan sigap Aqila berhasil menyelesaikan semua pekerjaannya. Ia segera mandi dan berkemas karna ia akan pergi kerja sekarang. Saat telah selesai berkemas ia segera turun tangga. Ia melihat Areta dan mamanya sedang enak-enak sarapan pagi di meja makan.
"Ma, kak, aku pamit kerja dulu ya" ucap Qila hendak menyalami tangan mama dan kakaknya secara bergantian namun mamanya malah menepis tangan Aqila.
"Udah nggak usah salam salam segala, sekarang cepat kamu pergi kerja, sebelum nanti kamu terlambat. Saya nggak mau kamu dipecat dan kita nggak bisa makan enak lagi kayak gini" ucap Miranda acuh dan terus saja mengunyah makanannya.
"Iya benar tuh, nanti kalau kamu dipecat, siapa lagi yang bisa bayarin biaya kuliah aku. Ingat ya Qila, aku kuliah gini juga untuk mengubah nasib keluarga kita. Kan sejak papa kamu meninggal, kita jadi bangkrut dan harus hidup susah seperti ini" ucap Areta yang semakin memojokkan Aqila.
Aqila hanya bisa menghembuskan nafas berat mendengar omongan mama dan kakak tirinya itu. jujur perkataan itu sangat menyakiti hati Aqila, namun ia hanya bisa menahan sesak didadanya.
"Yaudah kalau gitu, aku pergi dulu ya ma, kak... assalamualaikum" pamitnya berlalu pergi. Namun Areta dan mamanya hanya acuh tak peduli.
Aqila berjalan lunglai menuju tempat kerjanya, jujur ia merasa sangat lelah dan letih. Namun mau gimana lagi? kalau Aqila tak bekerja, siapa lagi yang bisa memenuhi kebutuhan keluarga mereka. Mama tirinya itu tidak mau tau, ia hanya sibuk bersantai santai dirumah menikmati hasil kerja keras Aqila tampa mau membantu sedikit pun. Jujur Aqila sangat iri melihat Areta yang bisa kuliah mengejar mimpinya, sedangkan ia harus bekerja keras demi memenuhi kebutuhan hidup mereka dan membiayai biaya kuliah Areta. Aqila bahkan pernah berpikir dosa apa yang ia lakukan hingga memiliki hidup penuh tekanan dan tuntutan seperti ini.
"Qila cepat qila, jangan berjalan lambat seperti itu! nanti kamu bisa terlambat dan dimarahi bu bos" ucap Mila teman kerja qila saat melihat Aqila berjalan lambat menuju restoran tempat ia bekerja.
Hari ini pengunjung lumayan ramai di tempat kerja Aqila. ia sangat kewalahan harus mencuci piring kotor yang sudah seperti tumpukan gunung di wastafel.
"Akhirnya selesai juga" ucapnya saat menyelesaikan semua tumpukan piring kotor tersebut. Qila menyeka keringat yang membasahi keningnya.
Setelah seharian bekerja, Aqila mendapat upah Lima Puluh Ribu sehari. Namun jika sudah mencapai sebulan bekerja baru ia akan mendapatkan uang gaji sebesar Satu Juta Rupiah. Walaupun begitu, Aqila merasa bersyukur setidaknya dengan pekerjaan ini ia masih bisa mencukupi kebutuhan hidup keluarganya.
Malam itu, udara terasa dingin saat Aqila melangkah pulang dari tempat kerjanya. Ia memilih berjalan kaki seperti biasa karena jarak rumah dan tempatnya bekerja tidak terlalu jauh. Suara langkah kecilnya terdengar berirama di trotoar yang sepi, diiringi pikiran-pikiran yang bercampur aduk.
Tiba-tiba, ponsel di tasnya berdering, memecah keheningan. Dengan cepat Aqila merogoh tasnya dan melihat nama yang tertera di layar, Sayangku Daniel. Hatinya berdebar sejenak sebelum ia menggeser ikon hijau.
“Halo, sayang,” sapanya lembut.
“Aqila, kamu di mana sekarang?” suara di seberang terdengar dingin, hampir tanpa emosi.
“Aku di jalan pulang, sayang. Baru selesai kerja,” jawab Aqila sambil melanjutkan langkahnya.
“Ketemu aku sekarang. Di taman biasa,” perintah Daniel tanpa memberi ruang untuk diskusi.
Aqila terdiam sesaat, merasa lelah setelah seharian bekerja. Namun, ia tahu bahwa menolak permintaan Daniel hanya akan membuat keadaan semakin buruk. “Baik, sayang. Aku segera ke sana.”
Langkahnya berbelok menuju taman tempat mereka biasa bertemu. Meskipun tubuhnya terasa letih, Aqila terus berjalan, berharap bisa meredakan amarah Daniel seperti biasanya.
Saat tiba di taman, ia melihat Daniel berdiri di bawah lampu taman, bersandar dengan tangan disilangkan di dada. Wajahnya menunjukkan ekspresi kesal. Aqila mendekat dengan hati-hati.
“Kenapa kamu selalu sibuk, Qila? Apa kamu nggak pernah punya waktu buat aku?” tanyanya langsung dengan nada dingin.
Aqila mencoba tersenyum, meski dalam hati ia merasa bersalah. “Aku kerja, sayang. Aku harus bantu keluargaku. Kalau nggak aku, siapa lagi?”
“Tapi aku ini pacarmu, Qila! Apa kamu nggak peduli sama aku? Aku capek harus selalu nunggu kamu yang sibuk nggak karuan!” seru Daniel dengan nada tinggi.
Aqila mencoba meraih tangan Daniel, tapi ia menghindar. “Maaf, Dan. Aku tahu kamu kecewa, tapi aku nggak bermaksud mengabaikanmu. Aku sayang sama kamu. Kamu adalah satu-satunya orang yang selalu ada buat aku.”
Daniel menatap Aqila dengan tajam. “Kalau gitu, kenapa kamu nggak pernah kasih waktu buat aku? Atau kita sudahi saja semuanya?”
Mendengar itu, hati Aqila terasa seperti dihantam batu besar. Air matanya mulai menggenang. “Jangan, Dan. Aku mohon. Aku nggak mau kehilangan kamu. Kalau aku kehilangan kamu, aku nggak punya siapa-siapa lagi. Kamu satu-satunya yang selalu bikin aku semangat.”
Kemarahan Daniel sedikit mereda melihat Aqila yang hampir menangis. Ia menghela napas panjang dan berkata, “Oke, aku nggak akan putus sama kamu. Tapi kamu harus bantu aku.”
“Bantu apa?” tanya Aqila cepat.
“Aku ada tugas kuliah yang harus selesai malam ini, tapi aku harus jenguk teman yang sakit. Jadi kamu kerjakan tugasnya untuk aku.”
Aqila tertegun. Tubuhnya sudah begitu lelah, tapi ia tak ingin Daniel kembali marah. “Baik, aku akan kerjakan,” jawabnya dengan suara yang lirih namun tegas.
Daniel tersenyum kecil. “Itu baru pacarku.”
Aqila tersenyum tipis, meski di dalam hatinya ia tahu bahwa ini bukanlah cinta yang sehat. Tapi rasa takut kehilangan Daniel selalu menutup matanya dari kenyataan. Ia memutuskan untuk terus berjuang, meski mungkin itu berarti mengorbankan dirinya sendiri.
*********
Hai readersss, nggak nyangka kita ketemu lagi, aku senang kalian mampir ke cerita baru aku, makasih ya... 😊 sebelum mampir kesini kalian udah baca cerita aku yang lama belum? judulnya Kekasih Halalku, ceritanya bagus juga kok. buruan mampir dulu, dijamin kalian suka hehe😄
Jangan lupa kasih Like, vote and komennya ya.. man.. teman... 😉
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 24 Episodes
Comments