Tak terima lantaran posisi sebagai pemeran utama dalam project terbarunya diganti sesuka hati, Haura nekat membalas dendam dengan menuangkan obat pencahar ke dalam minuman Ervano Lakeswara - sutradara yang merupakan dalang dibaliknya.
Dia berpikir, dengan cara itu dendamnya akan terbalaskan secara instan. Siapa sangka, tindakan konyolnya justru berakhir fatal. Sesuatu yang dia masukkan ke dalam minuman tersebut bukanlah obat pencahar, melainkan obat perang-sang.
Alih-alih merasa puas karena dendamnya terbalaskan, Haura justru berakhir jatuh di atas ranjang bersama Ervano hingga membuatnya terperosok dalam jurang penyesalan. Bukan hanya karena Ervano menyebalkan, tapi statusnya yang merupakan suami orang membuat Haura merasa lebih baik menghilang.
****
"Kamu yang menyalakan api, bukankah tanggung jawabmu untuk memadamkannya, Haura?" - Ervano Lakeswara.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Desy Puspita, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 14 - Enam Bulan Terindah
Haura berbalik dan kembali dibuat terperanjat manakala menyaksikan Ray tengah berdiri di belakang. Setelah tadi Ervano, kini Ray juga membuntutinya.
Entah sejak kapan, tapi jika dilihat dari raut wajah Ray bisa dipastikan sejak mereka pergi ke rumah sakit. Dengan wajah datar dan tatapan tak terbaca, Ray mendekat.
Haura bisa menerka saat ini Ray salah paham. Namun, dia seakan tidak berpikir untuk memberi penjelasan panjang lebar.
"Ray? Sejak kapan kamu di sini?"
"Apa itu penting?" Ray balik bertanya, sudah tentu masih dengan tatapan kecewa di sana.
"Ray ini tidak_"
"Apa? Tidak seperti yang aku lihat, begitu kah?"
Haura mengangguk, memang terkesan klise tapi hendak bagaimana semua memang benar adanya.
"Aku bisa jelaskan, tolong dengar dulu."
"Tidak perlu, Ra ... aku tarik semua ucapanku tadi siang!!"
Deg
Ray meninggikan suaranya, terdengar sangat kecewa bahkan mungkin bisa berakhir membencinya.
"Awalnya aku percaya, tapi setelah melihat kalian malam ini mendadak aku sangsi dengan pengakuanmu." Ray mulai mengungkapkan kekecewaannya dari apa yang dia lihat.
Jelas-jelas Ray melihat Haura membantu Ervano masuk ke rumah sakit. Tanpa peduli kronologi lengkapnya, kekecewaan di hati Ray membuatnya buta dan tidak lagi bisa mempercayai Haura.
"Aku kecewa sama kamu ... ngakunya terluka, tapi masih berhubungan dengan baik bahkan rela menunggunya di dalam buat apa? Kamu mengkhawatirkan badjingan_ eh salah, mungkin simpanan lebih tepatnya."
"Ray jaga ucapanmu," ucap Haura terdengar lesu.
"Kenapa? Aku benar, 'kan?" Ray tertawa hambar, bukti nyata dia teramat dikecewakan.
Haura mengepalkan tangan, kepercayaan Ray tak lagi dia miliki. Lagi dan lagi, kepeduliannya terhadap Ervano membawa petaka.
Ray menganggapnya berbohong dan wanita penuh dusta hingga tuduhan bahwa dirinya telah bermain api pun Haura terima.
"Jahat kamu, seharusnya tidak perlu menciptakan drama semacam itu jika hatimu tidak lagi untukku," ucap Ray dengan air mata yang pada akhirnya menetes juga.
Setelah tadi siang terlihat tegar dan menerima keadaan, malam ini justru sebaliknya. Tak hanya hancur, tapi dia juga merasa seperti tak punya harga diri sebagai pria.
Ray meluapkan kesakitan dengan air mata. Tanpa peduli sekalipun dia terlihat lemah, karena hancurnya luar biasa.
Melihat hal itu, Haura tidak bisa berbuat apa-apa. Ingin sekali dia rengkuh, menjelaskan yang terjadi sebenarnya tapi dia tidak kuasa.
Hati kecilnya seolah menerima kemarahan dan kekecewaan Ray agar pria itu bisa membencinya. Bahkan, niat untuk mendekat saja tidak ada.
Sebagaimana tekad Haura, dia ingin berakhir dan kalaupun harus Ray membencinya tidak mengapa. Karena dengan cara itu, Ray tidak akan terlalu tersiksa dan berupaya mencari pengganti yang lebih baik darinya.
"Kenapa, Ra? Kenapa harus selingkuh? Kenapa harus bermain api di belakangku!! Apapun akan aku usahakan ... bahkan menerimamu dalam segala keadaan pun aku mau!! Tapi jika hatimu sudah terbagi, mohon maaf aku lepas tangan, silakan pergi," papar Ray sembari mengangkat kedua tangannya.
Setelah tadi mati-matian berusaha mempertahankan hubungan, Ray melepas Haura dengan tangisan.
Diperlakukan seperti ini sangat sakit memang, tapi Haura merasa lebih tenang. Mungkin benar, mencintai seseorang tidak meski harus memilikinya.
Seperti yang Haura katakan, cinta mereka telah ternoda. Mustahil bisa membaik setelah ada retak di dalamnya.
"Aku benci kamu, Ra, benci!!" sentak Ray tepat di hadapan Haura yang merasakan sakit hingga ke dasar hatinya.
Mendapati kemarahan Ray, wanita itu justru tersenyum dan bernapas lega. "Iya, kamu memang harus membenciku ... bodoh kalau tidak."
"Iya, sangat-sangat benci!!" Penuh penekanan Ray mengungkapkannya.
"Baiklah, aku tenang sekarang ... terima kasih untuk enam bulan terindahnya. Maaf jika aku tidak bisa menjaga kesetiaan sebagaimana yang kamu lakukan padaku dan aku harap putusnya hubungan kita tidak berpengaruh pada hal lain ... tetap dampingi Kak Hudzai dan teruslah menjadi bagian dari keluargaku, kita masih bisa berteman seperti dulu."
Terlihat tenang sewaktu bicara, padahal hatinya hancur lebur bahkan tak berbentuk sebenarnya. Haura memilih untuk terlihat salah dan dibenci demi meminimalisir rasa sakit dalam diri Ray untuk jangka panjang.
Kembali lagi, alasan dia bersikap demikian juga karena cinta. Cinta pada Ray dan merasa tidak pantas untuk pria sebaik dan setulus itu.
Ray masih terdiam, hubungan mereka berakhir baik-baik meski alasannya sama sekali tidak baik. "Hem, akan kuusahakan," sahut pria itu.
"Aku pamit, jangan terlalu keras dalam bekerja ... jaga kesehatan dan_"
"Pergilah, aku tidak ingin mendengarnya," usir Ray sembari memalingkan muka demi menyembunyikan tangisnya.
Haura menunduk, Ray kembali bersikap dingin seperti dulu, saat dimana mereka belum menjadi pasangan kekasih.
Tidak ingin membuat Ray semakin muak, Haura berlalu tanpa menatap ke belakang.
"Haura!!"
Langkahnya terhenti, Ray memanggil dan tubuhnya otomatis berbalik seakan mendapat perintah mutlak dari pria itu.
"Iya? Kenapa?"
"Semoga bahagia, pastikan laki-laki pilihanmu tidak membuatmu terluka."
"Kamu juga, bahagia selalu ... aku pastikan kamu akan dapat pengganti yang lebih mulia dan terhormat dibandingku," balas Haura sebelum benar-benar berlalu dan kali ini mempercepat langkahnya.
Masih dengan tangis tertahan, Haura berusaha menahan diri agar tidak berbalik dan menghambur di pelukan Ray. Walau, dia punya kesempatan untuk memperbaiki, tapi Haura lebih memilih rusak sendirian.
.
.
"Ya Tuhan, aku sakit!! Sakit sekali!!"
Sepanjang perjalanan, Haura menangis dan meratap untuk terakhir kali. Ya, dia tidak ingin menangisi hal yang sama di kemudian hari.
Begitu tiba, Haura disambut Abimanyu yang sengaja menunggu di ruang tamu. Wajah pria itu tampak cemas, dia juga terlihat was-was karena lokasi Haura mendadak tidak bisa dilacak beberapa waktu terakhir.
"Kenapa lagi sekarang?" tanya Abimanyu berkacak pinggang dan menatap wajah sembab Haura.
"Aku putus."
"Putus?"
Haura mengangguk, dia menghela napas kasar sebelum kemudian menghempaskan tubuhnya di atas sofa.
Seakan baru saja melepaskan beban besar di pundaknya, Haura merasa lega saja walau tersiksa.
"Siapa yang memutuskan?"
"Sepakat, sama-sama mau. Akan lebih baik berakhir di awal, 'kan?"
Abimanyu mengangguk pelan, untuk yang satu ini dia juga setuju. Karena sebagai pria, Abimanyu merasa kasihan andai Ray harus dilibatkan.
"Berakhir baik-baik?"
"Bisa dibilang iya, aku rasa ini sudah sangat tepat ... Ray pantas mendapatkan yang lebih baik dariku."
"Lalu kamu sendiri bagaimana, Ra?" tanya Abimanyu mendadak kasihan pada Haura, padahal dia juga patut dikasihani sebenarnya.
Haura menghela napas panjang. "Entahlah, aku tidak punya rencana ... untuk saat ini, aku akan fokus dengan karir dan hal-hal yang kusenangi saja, Bim."
Jawabannya begitu menyedihkan, hati Abimanyu bak tersayat sembilu mendengar adiknya yang kini putus harapan.
Haura yang biasanya selalu bangga dengan cinta-citanya untuk mengabdi sebagai istri jika sudah menikah, kini musnah sudah.
"Dasar badjingan!! Aku pastikan hidupmu tidak akan pernah bisa tenang sebelum adikku bahagia, Ervano."
.
.
- To Be Continued -
...Last episode hari ini, see you esok hari ... Kebetulan senin, lempar votenya buat Haura ya manteman 🫶...
dan Sukses selalu thor....