"Aku akan melakukan apa pun agar bisa kembali menjadi manusia normal."
Niat ingin mencari hiburan justru berakhir bencana bagi Vartan. Seekor serigala menggigit pergelangan tangannya hingga menembus nadi dan menjadikannya manusia serigala. Setiap bulan purnama dia harus berusaha keras mengendalikan dirinya agar tidak lepas kendali dan memangsa manusia. Belum lagi persaingan kubu serigalanya dengan serigala merah, membuat Vartan semakin terombang-ambing.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon husna_az, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 12
"Di mana Vartan?" tanya Ayara pada Asif, Harya dan Tamaz yang sedang berkumpul di taman.
"Tidak tahu," jawab Asif cuek dan kembali berbincang dengan kedua temannya.
"Aku bertanya serius, di mana Vartan? Kenapa tidak bersama dengan kalian?"
"Kamu kenapa sih, Ayara? Dia sudah jahat sama kamu, kenapa kamu masih perhatian dengan dia."
"Aku dan Vartan memang sedang berselisih, tapi bukan berarti kalian menghindari Vartan. Bagaimanapun juga dia itu teman kalian, kalian sudah berteman bertahun-tahun. Jangan hanya karena aku persahabatan kalian jadi terpecah belah."
"Ini bukan hanya karena kamu, tapi kami melakukan semua ini hanya sebagai bentuk rasa kecewa kami pada Vartan. Selama ini dia yang selalu memberi contoh pada kami agar selalu memperlakukan setiap orang dengan baik, tapi kenapa dia begitu tega kepadamu?"
"Kamu sudah tahu jawabannya, kenapa masih bertanya? Vartan bukan orang yang bisa mengambil keputusan tanpa sebab, pasti ada alasan kenapa dia memperlakukan aku seperti itu. Seharusnya itu menjadi tugas kalian mencari tahu, apa yang terjadi pada sahabat kalian, bukan malah menjauhinya dan membiarkan diam menghadapi masalahnya sendiri. Kalian sudah lama bersama, tidakkah kalian berpikir jika terjadi sesuatu padanya dan membuat dia melakukan semua ini?"
Tamaz yang sejak tadi diam pun angkat bicara, "Sebenarnya dari awal aku sudah curiga jika terjadi sesuatu pada Vartan. Hanya saja sampai detik ini aku belum menemukan jawabannya. Sama seperti yang Asif katakan, aku juga kecewa, tapi Vartan terlalu cantik dalam menyembunyikan masalahnya jadi kita tidak ada yang tahu."
"Kenapa kamu tidak mengatakannya pada kami dan hanya memendamnya sendiri?" tanya Harya.
"Memangnya kalian berdua mau mendengarkan apa yang aku katakan? Kalian berdua 'kan sibuk dengan pikiran kalian dan tidak mau mendengarkan apa yang orang lain katakan, hanya berasumsi sendiri. Lagipula aku juga masih tetap berkomunikasi dengan Vartan. Dari kemarin dia sakit, hanya demam saja, tapi mamanya melarang dia untuk ke kampus."
"Sakit! kenapa tidak bilang dari tadi. Ayo kita ke sana!" ajak Asif yang sudah berdiri lebih dulu.
"Tapi habis ini kita ada kelas."
"Nggak apa-apalah sesekali bolos. Ini juga demi teman. Ayo, kamu mau ikut apa tidak? Kalau tidak mau ya sudah, aku sendirian saja."
Asif beranjak lebih dulu pergi dari sana. Tamaz dan Harya saling berpandangan. Akhirnya keduanya pun terpaksa mengikuti Asif karena mereka sama-sama khawatir dengan keadaan temannya itu. Jarang sekali Vartan sakit dan tentu saja mereka khawatir. Terakhir temannya sakit saat hilang di hutan dan sekarang.
Ayara yang mendengar kabar jika Vartan sakit menjadi kepikiran. Dia ingin menjenguknya, tapi gengsi karena mereka habis bertengkar. Lagi pula dirinya juga sudah bertekad akan menjauhi pria itu, tetapi tetap saja rasa khawatirnya begitu besar.
"Ra, kamu nggak ingin jenguk Vartan?" tanya Kurnia yang berdiri di samping gadis itu.
"Tidak perlu. Lagi pula teman-temannya juga sudah menjenguknya, dia pasti baik-baik saja."
"Yakin? Aku khawatir kamu nanti malam tidak akan bisa tidur."
"Vartan sendiri yang memilih kehidupannya bersama dengan gadis lain, aku bisa apa?"
"Kenapa kamu tidak berusaha saja untuk meluluhkan hati Vartan. Siapa tahu dia berpaling ke arahmu."
"Maksudmu kamu mau membuat aku jadi pelakor, nggak ya! Aku bukan wanita seperti itu. Aku nggak mungkin menyakiti perasaan wanita lain. Vartan sudah bersama dengan kekasihnya yang bernama Alexa dan aku sudah tidak memiliki kesempatan lagi."
"Mereka baru juga bertunangan belum menikah. Aku rasa masih ada kesempatan."
Ayara menggelengkan kepala. Baginya saat seorang wanita dan pria sudah memiliki status, itu artinya mereka sudah berkomitmen dan siapa pun tidak berhak untuk berada di tengah-tengah mereka.
***
"Assalamualaikum, Tante."
"Waalaikumsalam, wah! Kalian bertiga datang kenapa tidak bilang-bilang. Sekarang juga masih jam kuliah kalian 'kan! Kenapa kalian datang ke sini? Kalian pasti bolos, ya?" tanya Mama Minarti sambil menatap tajam tiga pemuda di depannya.
Ketiga orang itu pun saling berpandangan. Sudah pasti setelah ini mereka akan mendapat ceramah panjang lebar. Asif, Harya dan Tamaz tadi terlalu khawatir sampai tidak berpikir jika di rumah Vartan pasti ada Mama Minarti yang sudah siap memberi ceramah. Tidak apalah, yang penting bisa melihat keadaan Vartan.
"Kami khawatir pada Vartan, Tante, makanya kami datang ke sini untuk menjenguknya."
"Kan menjenguknya bisa nanti setelah pulang kuliah. Nanti malam juga nggak apa-apa, tidak perlu sampai bolos segala. Vartan juga hanya demam saja, tidak ada yang perlu dikhawatirkan." Ketiga pemuda itu hanya diam menunduk. "Ya sudahlah, kalian juga sudah ada di sini. Ayo masuk!"
"Terima kasih, Tante."
Ketiganya pun masuk. Seperti biasa mereka sudah menganggap rumah Vartan seperti rumahnya sendiri dan mereka juga sudah tahu di mana letak kamar Vartan jadi, tidak sulit mencarinya. Ketiganya pun masuk begitu saja dan mendapati Vartan sedang melamun. Bahkan saat Asif membuka pintu pun Vartan tidak tahu. Mereka bertiga saling pandang, semakin yakin jika ada sesuatu yang mengganjal hati temannya itu.
"Jangan melamun terlalu lama, nanti kesambet loh! Apalagi lo lagi sakit," tegur Harya yang masuk lebih dulu.
Vartan terbangun dari lamunannya dan menatap ke arah ketiga temannya. "Kalian datang ke sini, ngga kuliah?"
"Gimana bisa kuliah kalau lo sakit begini."
"Gue nggak apa-apa, ini cuma demam saja. Nanti juga sembuh."
"Biasanya lo nggak pernah sakit, tapi kenapa akhir-akhir ini lo suka sekali jatuh sakit," cibir Asif.
"Namanya orang sakit, nggak bisa diprediksi kapan datangnya, tapi terima kasih kalian sudah mau datang. Padahal sebelumnya kalian marah sama gue."
"Sebelumnya! Perlu Lo ketahui jika sampai saat ini kita tetap marah sama Lo," ucap Asif sambil melipat kedua tangannya di dada dan mengangkat kepalanya.
"Kalau kalian masih marah sama gue, katakan saja semua yang mengganjal di hati kalian. Sekarang gue nggak berdaya jadi kalian bebas mau melakukan apa pun. Kalau perlu kalian juga boleh mukul gue kok!"
"Yang ada nanti kita yang akan dirujak sama Mama Minarti karena sudah menyakiti anak satu-satunya."
Vartan terkekeh mendengarnya. Padahal itu tidak benar sama sekali. Setiap kali mereka bertengkar pasti semuanya akan mendapat ceramah dari Mama Minarti. Tidak peduli itu anaknya atau anak orang lain, baginya semua anak sudah dianggap seperti anaknya sendiri jadi, dia tidak suka jika ada anak-anak yang bertengkar.
"Vartan, kamu sebenarnya ada masalah apa sih! Apa masalahmu begitu berat, hingga kamu tidak mau bercerita kepada kami?" tanya Harya yang tiba-tiba saja menjadi begitu serius.
"Masalah apa sih! Aku nggak ada masalah apa-apa," kilah Vartan.
"Kamu tidak bisa berbohong pada kami, Vartan. Katakan saja, kamu sedang ada masalah apa?"