Tahu masa lalunya yang sangat menyakitkan hati satu minggu sebelum hari pernikahan. Sayang, Zoya tetap tidak bisa mundur dari pernikahan tersebut walau batinnya menolak dengan keras.
"Tapi dia sudah punya anak dengan wanita lain walau tidak menikah, papa." Zoyana berucap sambil terisak.
"Apa salahnya, Aya! Masa lalu adalah masa lalu. Dan lagi, masih banyak gadis yang menikah dengan duda."
Zoya hanya ingin dimengerti apa yang saat ini hatinya sedang rasa, dan apa pula yang sedang ia takutkan. Tapi keluarganya, sama sekali tidak berpikiran yang sama. Akankah pernikahan itu bisa bertahan? Atau, pernikahan ini malahan akan hancur karena masa lalu sang suami? Yuk! Baca sampai akhir.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Rani, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
*Episode 34
Mendengar laporan dari bi Nari yang mengatakan kalau Zoya sudah melahap abis apa yang dia bawa, Arya langsung terlihat senang. Meskipun begitu, rasa bersalah dalam hati tetap saja terasa.
"Ya sudah, bibi bisa istirahat sekarang."
"Baik, Den."
'Aya, maaf. Jangan pernah membenci diriku. Ku mohon.'
Arya segera menuju kamar Zoya. Sementara itu, di dalam kamar, Zoya sudah mulai merasakan perasaan yang aneh. Tubuhnya tiba-tiba saja terasa tak nyaman. Kepalanya terasa sedikit pusing.
Ketika Arya masuk ke dalam kamar, perasaan yang menginginkan Arya langsung menghampiri Zoya. Dia sadar, sepenuhnya sadar. Tapi, rasa ingin bersama Arya tidak bisa dia bendung.
Ya. Semua itu gara-gara ulah Arya. Demi mempertahankan Zoya agar tidak kabur meninggalkan dirinya, dia ingkari janji yang sudah dia buat. Dia masukkan obat ke dalam minuman juga makanan yang baru saja Zoya makan.
"Aya."
Keinginan yang kuat langsung membunuh akal sehat Zoya. Segera, Zoya bertingkah jauh dari sifat asli yang selama ini ia miliki. Yah, Zoya sangat agresif sekarang. Berkat pengaruh obat yang Arya berikan ke dalam minuman sang istri, istrinya jadi sangat nakal.
"Aya." Arya memanggil nama sang istri dengan sangat lembut.
Setelahnya, sebuah ciuman dia jatuhkan ke bibir ranum milik sang istri. Ya, bibir yang selalu membuat dirinya ingin menjatuhkan ciuman hangat. Jika saja kesabarannya setipis tisu, tiap hari bibir itu akan dia lumati.
Gerakan demi gerakan membuat permainan percintaan makin panas. Kesadaran Zoya pada dirinya akhirnya menghilang sepenuhnya berkat permainan panas itu. Sungguh, malam yang sangat hangat.
Setelah sekian lama pernikahan berjalan, akhirnya, Arya menang juga malam ini. Janji yang sudah dia buat di malam pertama mereka menikah, dia langgar juga. Malam ini, tanpa persetujuan Zoya, dia rengut mahkota milik istrinya.
Mahkota yang masih tersegel dengan erat karena belum pernah di sentuh oleh siapapun. Arya menyentuhnya untuk yang pertama kali. Saat itulah, cinta berpadu di antara dengusan-dengusan kenikmatan. Singguh, Arya mendadak jadi lupa diri. Ketakutan akan kemarahan Zoya lenyap.
Diimbangi oleh Zoya yang masih dalam pengaruh obat, mereka melewati malam panas dengan penuh cinta. Tentu saja, Arya yang sudah pernah melewati hal itu melakukannya dengan sangat baik. Bagaimanapun, dia sudah pernah meneguk suasana manis itu sebelumnya.
Namun, suasana kali ini benar-benar membuatnya melayang. Hingga, berulang kali dia melakukannya dengan sangat baik membawa Zoya hanyut dalam pertualangan indah.
....
Malam panas itu akhrinya berlalu juga. Ketika sinar matahari sudah mulai naik, Zoya baru membuka matanya. Mata terasa berat, kepala masih sedikit pusing. Lalu, jangan di tanya bagaimana perasaan tubuhnya. Tentu saja sangat lemas dengan punggung yang sakit dan rasa nyeri yang menghampiri.
"Auh, apa yang terjadi?"
Zoya bertanya pada dirinya sendiri ketika dia sudah berhasil mengumpulkan kesadarannya yang terpecah-belah. Satu tangan menyentuh kepala. Dia ingin beranjak dari tempat tidur.
Namun, betapa terkejutnya Zoya saat dia memalingkan wajah ke arah samping. Karena di sana, Arya masih terlelap dengan nyenyak.
"Aaaa!"
"M-- mas Arya?"
Saat itulah Zoya baru benar-benar sadar kalau tadi malam, dia sudah berbagi ranjang dengan suaminya. Dia sudah tidur dengan Arya. Melalui malam panas bersama-sama.
Buliran bening jatuh. Arya yang sudah berhasil mengumpulkan kesadaran langsung bagun dengan cepat. Rasa bersalah kini langsung menghampiri hati kembali.
"Aya."
Plak! Sebuah tamparan mendarat mulus ke pipi Arya. Pria itu terdiam. Wajahnya yang sebelumnya lurus menghadap sang istri, kini langsung tertoleh ke samping.
"Kamu munafik, Mas."
"Kamu bohong. Janji mu palsu."
Arya masih tidak bisa menjawab. Dia tahu, wanita nya sedang sangat kecewa pada dirinya sekarang. Tapi, dia lebih tidak ingin Zoya tinggalkan. Dia siap menerima semua amarah dari sang istri. Karena itu lebih baik dari pada ditinggalkan sendiri.
"Kamu keterlaluan, Mas Arya."
"Kamu sangat kejam."
Arya menundukkan wajahnya dalam-dalam.
"Maafkan aku, Aya."
"Aku .... "
Zoya terus menangis. Tubuhnya mengigil. Dia menyembunyikan wajahnya di balik lengan. Tentu saja Arya tidak kuat melihat pemandangan itu. Gegas, dia raih tubuh langsing ini untuk dia peluk.
"Jangan sentuh aku!" Tolak Zoya dengan nada tinggi sambil mendorong tubuh Arya agar menjauh darinya.
"Aku benci kamu." Mata merah menatap tajam dengan air mata yang terus jatuh.
"Kamu boleh benci. Tapi jangan tinggalkan aku. Aku tidak ingin kamu pergi."
"Kamu egois!"
"Aku siap di cap apapun, Aya. Asal jangan tinggalkan aku."
"Kamu bisa marah. Kamu bisa benci. Kamu bisa pukul aku. Kamu bisa melakukan apapun. Asal jangan pergi. Aku tidak siap dengan hal itu."
"Kamu keterlaluan, Mas!" Teriak Zoya dengan nada sangat nyaring.
"Demi mempertahankan dirimu. Aku siap melakukan apa saja, Aya."
"Pergiiiii!"
"Aku tidak ingin melihat dirimu lagi. Pergi!"
"Aya."
"Pergi!"
Arya tidak bisa terus bertahan. Karenanya, dia pun memilih untuk mengalah. Beranjak dengan hati yang berat meninggalkan tempat tidur. Ingin sekali dia tarik tubuh istrinya untuk dia peluk. Sayang, keberanian yang dia punya tersisa hanya sedikit saja untuk saat ini.
"Maafkan aku," gumam Arya pelan sebelum kakinya benar-benar melangkah.
Tentu saja Zoya tidak akan perduli dengan kata yang Arya ucapkan. Dia terus sibuk dengan tangisan sambil memeluk erat kedua lututnya.
Menyembunyikan wajah dalam-dalam. Zoya berucap sambil menahan isak tangis.
"Kenapa begini?"
"Kenapa jadi begini?"
Bukan hanya tubuh yang terasa remuk. Melainkan, hati juga. Perasaannya sangat hancur tak terkira. Arya terlalu tega bagi Zoya. Bisa-bisanya Arya mengingkari janji yang sudah dia buat sendiri. Terlalu egois.
...
Usai membersihkan diri, Arya langsung menemui bi Nari. Di leher Arya masih terlihat dengan sangat jelas bekas merah yang Zoya ciptakan tadi malam. Bekas tanda kepemilikan yang tidak ingin dia hilangkan sedikitpun. Bekas itu terlalu indah buatnya. Sampai-sampai ingin dia pamerkan pada siapapun.
"Bi Nari."
"Iya, Den."
Sekilas melihat, bekas merah itu langsung terlihat oleh si bibi. Tentu saja wajahnya langsung berubah. Sedikit bingung, lalu langsung tersenyum dengan manis.
"Hem. Rona wajah den Arya terlihat dengan jelas nih. Bahagia banget kek nya, Den."
"Apaan sih, Bi."
"Mmm ... bisa ke apotek sebentar. Belikan aku obat ini," ucap Arya sambil memperlihatkan foto yang ada di layar ponsel.
Si bibi langsung melihat dengan wajah serius.
"Oh, bisa, Den. Bisa."
"Bibi gerak sekarang ya."
"Iya, Bi."
"Oh iya, tolong belikan juga bubur ayam yang ada di simpang empat itu yah."
"Baik, Den. Siap." Senyum manis kembali terkembang.
Sementara itu pula, Zoya masih mengurung diri di kamar mandi. Ulah Arya tadi malam membuatnya merasa geli akan dirinya sendiri. Tidak, dia tidak merasa jijik karena di sentuh oleh Arya. Melainkan, dia kesal karena noda merah yang terlihat di beberapa bagian tubuh yang tidak bisa menghilang.
si arya jadi laki kurang tegas,,, dn tdak mau terbuka dn jujur...
, kan jahat q 😣