Melepaskan Diri Dari Jiwa Manusia Serigala
“Ini si Vartan ke mana sih? Lama sekali datangnya. Apa jangan-jangan nyokap sama bokapnya ngelarang dia pergi?” tanya Asif pada teman-temannya.
“Mana mungkin si Vartan itu paling bisa bikin alasan, pasti dia bohong sama kedua orang tuanya dan menjadikan kita kita kambing hitam. Ujung-ujungnya juga diizinkan,” sahut Harya dengan gayanya yang santai, seolah-olah dirinya paling tampan karena sebenarnya memang dia tampan dan juga seorang playboy yang suka tebar pesona setiap ada wanita cantik di sekitarnya.
Tamaz sendiri sejak tadi hanya diam karena dia yang paling pendiam di antara teman-temannya.
Tidak berapa lama yang ditunggu akhirnya datang juga. Vartan datang dengan gaya tengilnya sekolah dirinya yang paling hebat dan berkuasa. Namun, jangan salah, dia justru yang paling tidak tegaan diantara mereka.
“Akhirnya lo datang juga! Jamuran nih kita nungguinnya. Gue kira lo nggak diizinin sama orang tua lo,” ucap Asif dengan kesal karena terlalu lama menunggu.
“Ya nggak mungkin lah! Vartan gitu loh! Apa pun tujuan gue pasti bisa tercapai.”
“Paling juga lo bohongin orang tua lo, iya ‘kan?”
Vartan tersenyum sambil nyengir menunjukkan deretan giginya yang rapi. “Iya, sih. Gue bilangnya mau camping buat pergantian tahun.”
“Kok sama!” seru Asif, Harya dan Tamaz secara bersamaan, setelah itu mereka serentak tertawa terbahak-bahak.
Mereka berempat berencana ingin berkemah di dalam hutan, ingin merasakan suasana yang berbeda. Sebelumnya setiap pergantian tahun baru hanya ada acara bakar-bakar dan camping di tempat rekreasi jadi kali ini ingin suasana yang lain. Sengaja juga tidak mengajak orang lain agar tidak merusak suasana.
Mereka berempat pun naik ke mobil Asif dan menuju sebuah hutan yang ada di pinggir kota. Hutan itu tidak terawat, jarang sekali ada yang ke sana. Apalagi tidak jauh dari sana juga ada hutan larangan. Ada batasan tanda untuk manusia agar tidak masuk ke dalam sana jadi banyak orang yang takut mendekat juga.
Sepanjang perjalanan mereka saling bersenda gurau, sesekali bernyanyi bersama. Itulah yang membuat persahabatan mereka bertahan sampai sekarang. Mereka saling menghormati satu sama lain. Setiap kali salah satu diantara mereka ada masalah, maka yang lainnya akan membantu tanpa pamrih.
Akhirnya mereka pun sampai juga di hutan yang mereka tuju. Suasana tampak begitu mencekam meskipun saat ini masih siang hari. Tidak ada tanda-tanda kehidupan juga di sana, semakin membuat bulu kuduk merinding. Udara terasa begitu dingin menusuk kulit, membuat mereka semua merapatkan jaketnya agar tubuh tetap terasa hangat.
“Kok gue jadi merinding ya! Apa Kita batalin saja rencana kita?” tanya Asif dengan ragu.
“Kenapa? Lo takut? Katanya paling berani, begini saja sudah cemen,” cibir Harya dengan pandangan meremehkan.
“Bukannya takut, tapi sedia payung sebelum hujan. Daripada nanti terjadi sesuatu ‘kan lebih baik sekarang kita pergi terlebih dahulu.”
“Sama saja, itu namanya takut.”
“Sudah, jangan berdebat. Ayo kita jalan! Nggak ada apa-apa. Kita kan nggak masuk ke hutan larangan,” ajak Vartan yang melangkah lebih dulu.
“Ini mobil gue gimana?”
“Nggak akan ada yang ngambil. Nggak ada orang yang datang ke sini juga. Lo kunci saja mobilnya.”
Asif pun terpaksa menuruti perintah Vartan dan masuk ke dalam hutan, mengikuti langkah teman-temannya. Udara semakin dingin, apalagi semalam habis hujan. Tanah di sana juga masih basah, daun-daun masih menyisakan tetes air hujan sisa semalam.
Asif merapatkan tubuhnya pada Tamaz. Dia merasa bulu-buduknya merinding. Vartan pun sebenarnya juga merasakan hal yang sama, hanya saja pria itu berusaha tetap terlihat biasa saja. Takutnya nanti malah diledekin oleh teman-temannya padahal mereka sudah sepakat untuk melakukan camping ini.
“Sudah, tidak perlu jauh-jauh, kita dirikan tenda di sini saja. Takutnya nanti kita nggak sadar kalau sudah masuk ke hutan larangan,” ucap Vartan yang kemudian meletakkan ransel miliknya di atas tanah dan duduk di atas rerumputan.
“Iya, kamu benar. Sebaiknya kita dirikan tenda di sini saja,” sahut Asif yang ikut duduk di samping Vartan dan minum seteguk air.
Mereka pun mendirikan tenda bersama-sama. Cukup satu tenda yang besar untuk mereka berempat. Udara semakin malam justru semakin dingin. Suasana pun berubah jadi begitu menyeramkan.
Asif yang memang seorang penakut sejak tadi terus saja menempel pada Tamaz. Hanya temannya itu yang paling tidak akan protes jika dirinya dekati. Kalau Vartan dan Harya sudah pasti mengamuk.
Tengah malam Vartan terbangun. Dia merasa ingin buang air kecil. Pemuda itu tidak ingin membangunkan teman-temannya, takut jika mengganggu istirahat mereka jadi memutuskan untuk pergi sendiri. Begitu keluar dari tenda, udara dingin terasa begitu menusuk kulit meskipun dia sudah menggunakan baju yang tebal.
Vartan melihat ke sekeliling dan suasana terasa begitu mencekam. Ingin rasanya mengurungkan niatnya. Namun, keinginannya untuk buang air kecil sudah di ujung tanduk. Mau tidak mau dia pun melanjutkan niatnya.
Vartan mencari tempat yang sekiranya tidak akan dilalui orang dan tidak mengganggu siapa pun nanti yang akan lewat. Dia pun buang air kecil dibalik pohon besar. Saat akan kembali ke tenda, tanpa sengaja pemuda itu bertemu dengan seekor babi hutan.
Tubuh Vartan bergetar, dia jadi teringat jika dalam keadaan seperti ini tidak boleh bergerak sedikit pun. Namun, kali ini nasib baik tidak berpihak padanya. Tidak jauh dari tempatnya berdiri ada seekor ular yang merayap ke arahnya tidak mungkin dia diam saja apalagi Vartan juga tahu jika ular itu berbisa.
Vartan lari tunggang langgang. Dia juga berusaha berteriak meminta tolong, berharap teman-temannya mendengar suaranya dan mau datang menolongnya. Sekuat tenaga dirinya harus berlari lebih cepat daripada babi hutan. Pemuda itu berlari tanpa tentu arah, tidak tahu juga ke mana dirinya pergi. Yang pasti saat ini yang ada dalam pikirannya hanyalah bagaimana bisa melepaskan diri agar tidak dikejar lagi oleh babi hutan.
Hingga tanpa sadar Vartan pun berdiri di atas tebing. Tubuhnya gemetar ketakutan. Di depannya ada sebuah tebing yang curam, sementara di belakang ada babi hutan yang ganas. Kedua-duanya sama-sama mengancam nyawanya.
Vartan tidak tahu harus berbuat apa, hingga akhirnya terpaksa dia memilih untuk menjatuhkan tubuhnya ke tebing yang tinggi. Dirinya berdoa semoga ada seseorang yang akan menolongnya di bawah. Jika tetap bertahan di atas sudah pasti nyawanya tidak akan tertolong karena babi hutan tidak akan membiarkannya hidup.
Sementara itu, di tenda Asif mendengar suara teriakan orang meminta tolong. Dia mencoba membangunkan Harya dan Tamaz. Ketiganya pun tersadar jika Vartan tidak ada bersama mereka dan yakin jika tadi yang meminta tolong adalah Vartan.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Comments