Kisah seorang gadis pembenci geng motor yang tiba-tiba ditolong oleh ketua geng motor terkenal akibat dikejar para preman.
Tak hanya tentang dunia anak jalanan, si gadis tersebut pun selain terjebak friendzone di masa lalu, kini juga tertimbun hubungan HTS (Hanya Teman Saja).
Katanya sih mereka dijodohkan, tetapi entah bagaimana kelanjutannya. Maka dari itu, ikuti terus kisah mereka. Akankah mereka berjodoh atau akan tetap bertahan pada lingkaran HTRS (Hubungan Tanpa Rasa Suka).
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon zennatyas21, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
11. Kurang Ajar
Di perjalanan menuju rumah Salsha, dalam mobil Zidan mencoba mengajak ngobrol dengan perempuan adiknya Haikal tersebut.
"Gue ngantuk," lirih Salsha membuat Zidan menoleh cepat.
"Lo pengen tidur? Tapi bentar lagi sampe kok, Sal, ditahan dulu sebentar gak papa kan?"
"Gak mau, udah ngantuk banget!" ketus Salsha akhirnya memutuskan untuk tidur sejenak.
Selang lima menit kemudian, Salsha tersadar dari mimpi buruknya. Ia melihat mobil yang dibawa Zidan terguling hingga terjun ke jurang. Hal itu membuat Salsha tersentak tiba-tiba.
"Astaghfirullah! Zid? Akh ... Gue kira beneran ya ampun ..."
Zidan menoleh dengan panik. Terlihat raut wajah Zidan yang sudah lelah. Laju mobilnya pun cukup pelan. Salsha menatap Zidan dengan jelas.
"Kenapa tiba-tiba bangun, hm?" tanya Zidan sambil fokus menyetir mobil ayahnya.
Salsha menghela nafas lega. "Gak papa, barusan mimpi buruk aja jadi kebangun."
"Mimpi buruk apa?"
"Lo kecelakaan terguling sampai terjun ke jurang." Cerita Salsha dengan suara lirihnya karena takut.
Zidan sesekali menoleh pada Salsha. "Owalah, lain kali berdoa dulu ya Sal, biar gak dapet mimpi buruk. Apalagi omongan itu bisa jadi doa." Ucapan Zidan membuat Salsha menutup rapat bibirnya.
"Duh, maaf ya? Gue kalau ngomong emang suka keceplosan. Tapi maksud gue tuh bukan ngedoain,"
"Gak papa lah, santai aja. Gue orangnya gak terlalu baawa serius kalau ngobrol, tapi bukan berarti gak bisa serius juga jadi orang." jelas Zidan.
Sambil mendengar penjelasan Zidan, Salsha teringat sesuatu tentang rekaman cctv di dua tahun yang lalu. Ia ingin tahu kebenaran kejadiannya, siapa dalang di balik semuanya.
"Oh iya, Zid, jadi waktu lo dituduh main kasar ke Monica itu sebenarnya lo ditusuk sama orang namanya Aldy?" tanya Salsha menatap Zidan.
Karena sedang mengobrol, Zidan mengurangi kecepatan mobilnya namun tetap fokus mengendarai.
"Iya, lo udah tahu dari Erlangga ya? Cuma hal kayak gitu gak perlu dibahas lebih dalam lah, kenapa lo nanya soal itu? Bukannya ... Maaf ya, lo udah kayak benci gitu sama gue?"
"Ih, gue gak benci sama lo. Cuma kesel aja lo dimana-mana ada, terus tiba-tiba dikirimin video lo ketusuk kayak gitu, siapa coba yang gak panik." ujar Salsha berubah wajahnya menjadi kusut karena kesal.
Zidan terkekeh. "Oh, kirain benci. Tapi gue gak nyakitin lo kan? Takutnya gegara video itu lo ada pandangan negatif tentang gue."
"Gue nangis." Celetuk Salsha jujur.
Seolah dipukul begitu keras, Zidan menghentikan mobilnya di tepi jalan. Lelaki itu kini menatap Salsha dengan tulus. Sorot matanya terlihat merasa bersalah.
"Nangis karena gue? Emangnya gue kenapa? Sampai bikin lo nangis?"
Salsha memalingkan wajahnya ke jendela mobil. "Pasti sakit banget tuh ditusuk pas lagi berusaha ngejelasin ke adik sepupu, bukannya dipercaya malah berkorban. Itu adik lo kok gitu banget sih, lebih milih cowok yang jelas-jelas sesat." Cibir Salsha.
Zidan menghela nafas mendengarnya. "Namanya ditusuk ya pasti sakit lah, cuma kan balik lagi ke niat gue pengen Monica gak salah jalan aja. Sebenarnya dia satu-satunya sepupu yang demen banget sama gue, nempel terus dari kecil main bareng. Waktu gue dirawat juga dia yang ngurus gue tiap hari, setiap menit nangis terus sambil bilang minta maaf udah kelewatan dan segala macam. Tapi ya gue gak nyalahin dia, itu semua emang udah jalannya. Dan dia cukup manja sih makanya orang-orang di luar sana nganggapnya gue pacaran sama dia, padahal sepupuan." Penjelasan Zidan membuat Salsha menoleh.
"Pas lo gak sadarkan diri, disitu gue nangisnya. Ngeliat muka lo yang jelas matanya tertutup dalam kondisi tangannya di atas perut. Tubuh lo lemah gak berdaya, ditambah keadaan lo tiba-tiba kecelakaan—"
"Malah gue belum liat video cctv nya, gue belum dikirimin sama Erlangga. Mungkin dia punya maksud lain. Kata Andi juga berita itu mulai kurang dan banyak yang di take down. Maaf ya, lo pas tadi sore khawatir sama gue? Soalnya kalo nangis karena ngeliat gue pas lagi gak sadarnya kan itu kayak bentuk khawatir?"
"Lo kepedean tapi emang bener. Gue takut lo gak selamat," ucap Salsha lirih.
Zidan tersenyum tulus kemudian mengusap bahu Salsha lembut. "Gue gak papa, Sal, kalo sakit itu pasti. Alhamdulillah ditusuknya gak begitu dalam banget, jadi masih bisa selamat."
"Oh iya, cewek yang lo suka itu kayak gimana sih?" tanya Salsha.
Lelaki yang ditanya baru menancap gas mobilnya untuk segera mengantar Salsha sampai rumah. "Udah ya Sal, ini udah malem lo harus cepat sampai rumah. Untuk soal itu lo gak perlu tanya, karena orangnya ada di samping gue." jawab Zidan dengan tenangnya.
Salsha terkejut bahkan hampir tersedak ketika ia sedang minum susu kotaknya. Zidan yang melihat sekilas langsung sigap. "Salsha jangan ceroboh gini, bahaya loh minum tersedak gitu." ucap Zidan tangan kirinya memegang tangan kanan Salsha.
"Cie, khawatir?" Ledek Salsha senyum-senyum.
Zidan mendengus, "udah dih, gak tau gue males."
"Loh, kok ngambek? Kayak cewek!"
"Gak ngambek, cuma gak mood aja."
Sementara di Cafe GEAN, Meisya disentuh oleh seorang pelanggan pria di dalam cafe. Perempuan yang menyukai anime itu merasa risih dan terasa pria tersebut akan berbuat kurang ajar.
Terlihat akan mencolek lagi, Meisya langsung beranjak dan setengah berlari mencari Erlangga. Lelaki yang biasa dipanggil Erlan itu menoleh begitu ia sedang berbicara dengan karyawan cafe tiba-tiba dicekal lengan tangannya oleh Meisya.
"Kenapa Mei? Ada apa?" tanya Erlan bingung.
"Lan, tolongin gue ... Gue takut!" ujar Meisya meminta tolong.
Erlangga memegang tangan Meisya yang mencekal lengannya. "Tolongin apa? Ada siapa?"
Saking ketakutannya, Meisya sampai bersembunyi di balik tubuh tinggi Erlangga. Disaat Erlan masih bingung, ia melihat sosok pria yang berjalan ke arahnya dengan sorot mata menggoda.
Tanpa lama-lama Erlan sudah tahu maksudnya. Ia tahu alasan Meisya bersembunyi ketakutan di balik tubuhnya.
"Dia kurang ngajar, Lan ... Tiba-tiba nyentuh tangan gue kayak sok kenal terus colek-colek dagu gue." lirih Meisya hampir menangis.
Cindy dan Eza memang sudah pulang lebih dulu. Karena jarak rumah mereka dekat dan arah pulang yang sama. Sementara Meisya memang sejak tadi sedang menghubungi kakaknya untuk menjemputnya pulang. Namun, sampai sekarang kakaknya belum bisa dihubungi.
Erlan menggandeng tangan Meisya erat. Kemudian menyuruh perempuan di belakangnya itu supaya menjauh darinya.
"Mundur, Sya." Perintah Erlan.
Sembari memundurkan kaki, Meisya melihat tangan kiri Erlan yang perlahan menggenggam keras. Terlihat seperti orang yang marah tidak terima ia diganggu.
Pria tersebut menarik sudut bibirnya dengan wajah menyeringai. Tampak sekali jika orang itu sudah mengincar Meisya sejak tadi.
"Gak usah macem-macem di sini lo," ucap Erlan datar.
Seluruh orang di cafe menjadi diam. Memusatkan perhatian ke Erlan dan pria itu. Meisya semakin ketakutan dengan posisinya yang masih berdiri di belakang Erlangga sedikit jauh.
"Cewek itu cantik, aku cuma mau ajak dia ke rumah mewah aja. Dan gak ada urusannya sama kamu, bocah tengil sok pahlawan. Kamu liat diri kamu sendiri itu, laki kan? Gak usah sok suci jadi orang!" Tegas si pria tersebut sambil memainkan ponselnya.
Rahang Erlan mengeras. Tatapannya berubah tajam seperti elang. Kedua tangannya menggenggam keras seolah siap untuk mencengkram.
"Friska, bawa Meisya ke ruang karyawan. Renaldi sama Januar, jagain ruangan jangan sampai kebobolan." ucap Erlan dengan suara datarnya.
Meisya seketika merinding, lalu ia diajak oleh seorang karyawati bernama Friska Putri untuk masuk ke ruang khusus karyawan tak jauh dari lokasi berdirinya Erlan yang berhadapan dengan pria brengsek itu.
"Jordi sama Farel kemana ya? Mereka gak tau kalau disini lagi ada masalah besar. Bahaya kalau pria itu godain cewek pelanggan cafe ini." Bisik salah satu pembeli yang tengah menikmati hidangan makanan.
"Erlan kalau udah nyuruh seseorang buat masuk ke ruang karyawan, itu berarti akan ada hal bikin tegang. Erlan pasti mau ngomong kasar, makanya seseorang itu selalu disuruh ngejauh biar gak tersinggung dengan ucapan kasarnya." sahut si pembeli di sampingnya yang berbicara tadi.
Meisya tidak tuli. Ia mendengar jelas obrolan berbisik dua pembeli satu meja itu.
Kini perasaan sahabatnya Cindy tersebut bercampur aduk. Ada rasa takut dan sedih.
"Untuk perempuan, saya minta maaf jika nanti ada kata-kata dari saya yang kurang sopan dan tidak enak didengar." ujar Erlan sebelum menyeret dan diserang langsung oleh pria brengsek itu.
"Dasar bocah ingusan! Gue hajar lo sampai mati!" Amarah pria tersebut meluap, menatap Erlangga penuh kebencian.
"Ba*ot anj*ng," Celetuk Erlan terdengar jelas oleh semua orang di cafe GEAN termasuk Meisya.
Perempuan yang mendengar celetukan Erlan itu seketika hatinya berubah menjadi tenang. Entah apa sebabnya, tapi yang jelas setelah ia mendengar Erlangga berucap kata kasar dengan nada tanpa amarah.
"Erlan, stop! Udah, mending anterin gue pulang sekarang. Gue pengen balik, gak mau kemaleman." Cicit Meisya dengan lantangnya berlari menghampiri Erlan.
Lelaki yang dipanggil itu menoleh ke belakang. "Yaudah ayo, gue minta maaf karena udah lancang ngomong kasar di depan umum. Tapi gue harap semuanya ngerti." ucap Erlan.