"Kak, ayo menikah?" Vivi yang masih memakai seragam putih merah itu tiba-tiba mengajak Reynan menikah. Reynan yang sudah SMA itu hanya tersenyum dan menganggapnya bercanda.
Tapi setelah hari itu, Reynan sibuk kuliah di luar negri hingga S2, membuatnya tidak pernah bertemu lagi dengan Vivi.
Hingga 10 tahun telah berlalu, Vivi masih saja mengejar Reynan, bahkan dia rela menjadi sekretaris di perusahaan Reynan. Akankah dia bisa menaklukkan hati Reynan di saat Reynan sudah memiliki calon istri?
~~~
"Suatu saat nanti, kamu pasti akan merindukan masa kecil kamu, saat kamu terluka karena cinta..."
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Puput, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 15
"Vi, mengapa kamu tidak cerita kalau kamu membantu aku waktu kecelakaan?" tanya Reynan setelah Vivi selesai dengan makanannya.
Pertanyaan Reynan membuat Vivi menatapnya. "Darimana Kak Rey tahu?"
"Aku melihatnya di medsos. Ada seseorang yang mengunggahnya. Kenapa kamu bilang kalau kamu datang terlambat?" tanya Reynan lagi.
"Ya, karena itu tidak penting. Toh, aku tidak bisa membantu Kak Rey." Vivi kini menyandarkan dirinya. Setelah mengisi perutnya yang kosong hingga kenyang, kini dia mengantuk. Dia tidak ingin lagi mengungkit hari menyedihkan itu lagi yang membuatnya seperti ingin mati melihat Reynan terluka.
"Vivi, mulai sekarang kamu jangan terlalu dekat dengan Farid selain masalah pekerjaan," kata Reynan.
"Kenapa?" tanya Vivi sambil menegakkan dirinya. "Selama ini aku dekat dengan Kak Farid juga cuma membahas masalah pekerjaan, tidak ada yang lainnya."
"Vivi, tapi kamu sadar tidak, perhatian Farid lebih dari itu, tidak seperti teman kerja. Aku tidak mau ada gosip kamu dan Farid."
Seketika Vivi tersenyum. "Ciee, cemburu?"
Reynan menggelengkan kepalanya cepat. "Tidak!"
"Kalau tidak cemburu, kenapa Kak Rey melarang?" Vivi menggoda Reynan dengan menaik turunkan alisnya.
"Kan aku sudah bilang, aku tidak mau ada gosip antara kamu dan Farid."
"Begitukah?" Vivi berdiri lalu mencondongkan tubuhnya di depan Reynan. Dia menatap Reynan dengan jarak yang sangat dekat meskipun Reynan terus menghindari tatapan matanya.
Sepertinya dia mempunyai ide jahil. Jika dengan cara menggoda tidak mempan, berarti harus beralih cara lain yaitu membuat Reynan cemburu. Sepertinya menarik.
Vivi membalikkan badannya dan masuk ke dalam ruangan istirahat milik Reynan untuk merebahkan dirinya sesaat. "Kak Rey, aku mengantuk. Aku mau tidur sebentar." Tanpa menunggu jawaban dari Reynan, Vivi melepas sepatunya lalu menghempaskan tubuhnya di ranjang kecil itu.
"Vivi, kepala aku juga pusing, aku juga mau istirahat. Kenapa kamu tahu ruangan ini?" Pintu ruangan kecil itu sama dengan motif tembok, dia tidak menyangka Vivi tahu ruangan itu.
"Tahulah, aku sudah telusuri seluruh ruangan Kak Rey. Kalau Kak Rey mau, sini tidur bareng. Enak sempit-sempitan," kata Vivi sambil memiringkan tubuhnya dan memejamkan matanya.
Reynan hanya menatap Vivi di ambang pintu. Jelas, dia tidak akan menyusul Vivi tidur di sampingnya. Lalu dia memutar kursi rodanya dan menutup pintu itu. Dia biarkan Vivi istirahat di tempat itu.
Kemudian Reynan membuka tirai jendelanya dan merenung. Sampai anak buahnya mulai bekerja, Reynan masih di tempat itu.
Beberapa saat kemudian Farid masuk sambil membawa beberapa dokumen. "Vivi dimana? Apa pulang?" tanya Farid. Dia kembali bersikap normal karena bagaimanapun juga dia tidak bisa menghindari Reynan.
"Dia tidur." Kemudian Reynan mendekati Farid yang membuka dokumen itu. Dia juga bersikap biasa saja dan berusaha profesional meski dalam hati masih kesal dengan obrolannya bersama Farid tadi.
...***...
Saat hari sudah mulai sore, Vivi baru terbangun dan terkejut melihat jam dinding yang sudah menunjukkan pukul 3 sore. Itu berarti satu jam lagi sudah waktunya pulang dari kantor.
Buru-buru Vivi bangun dan turun dari ranjang. Dia memakai sepatunya dan membuka pintu. Dia melangkah jenjang mendekati Reynan yang berada di dekat jendela. "Kak Rey, kenapa tidak bangunin aku?" Karena nyawanya yang belum terkumpul sempurna membuatnya tersandung kakinya sendiri hingga dia jatuh di pangkuan Reynan. Untunglah kursi roda itu punya rem yang kuat hingga tidak membuat mereka terjatuh.
Mereka saling bertatapan, bahkan Vivi tidak juga turun dari pangkuan Reynan.
Tersadar dengan tatapan karyawannya dari bawah, buru-buru Reynan menutup tirai itu dengan remote otomatis.
"Vivi turun!"
Vivi menggelengkan kepalanya dan melingkarkan kedua tangannya di leher Reynan.
"Vivi!"
"Kenapa Kak Rey tidak bangunin aku? Pekerjaanku kan masih banyak." Vivi mengerucutkan bibirnya dan menatap manja Reynan.
"Pekerjaan kamu sudah diselesaikan Farid. Gaji kamu aku potong setengah hari."
"Ih, gitu amat sama istri sendiri. Kan aku gak sengaja tidur lama."
"Makanya lain kali tidak usah tidur di kantor." Reynan berusaha melepas tangan Vivi tapi Vivi masih saja bergelayut manja.
"Vivi turun!" suruh Reynan lagi.
Vivi masih saja tersenyum menatap Reynan. Tiba-tiba saja dia mendekatkan wajahnya dan mengecup singkat bibir Reynan lalu dia turun dari pangkuan Reynan dan keluar dari ruangan itu.
Reynan menyentuh bibirnya sesaat. Meski ciuman itu secepat kilat, tapi sudah mampu membuat terkejut dan mendebarkan dadanya. "Vivi..."
Sedangkan di meja kerjanya, Vivi sedang membereskan meja kerjanya yang berantakan. Bekerja di perusahaan suaminya sendiri memang membuatnya bebas melakukan apapun tapi Vivi tidak ingin bertindak semaunya. Dia tetap ingin menaati peraturan di kantor itu. "Lain kali aku gak boleh tidur lagi," gumam Vivi.
"Kenapa?" sahut Farid yang tak sengaja mendengar gumaman Vivi. "Punya suami kamu sendiri, jadi kamu bebas melakukan apapun."
"Kak Farid, tetap saja. Aku di sini adalah karyawan. Lagian tumben Kak Rey gak bangunin aku dan gak marah sama aku."
"Ya bagus dong. Memang kamu suka dimarahi Pak Rey?"
"Ya tidak." Vivi kembali menyusun dokumen yang teracak di mejanya lalu meletakkannya dengan rapi di rak dokumen.
Farid tersenyum kecil menatap Vivi dalam diamnya. Dia ikut senang jika Reynan sudah tidak memarahi Vivi lagi. "Diluar sangat mendung, semoga tidak hujan sebelum pulang."
"Iya, Kak." Setelah semua barangnya beres, dia masuk ke dalam ruangan Reynan dan mengemasi barang-barang Reynan. Dia menahan senyumnya saat melirik Reynan yang hanya berdiam diri sambil menatap setiap gerakannya.
"Tidak ada pekerjaan yang harus dibawa pulang kan?" tanya Vivi pada Reynan.
Reynan menggelengkan kepalanya. Dia sudah memasukkan ponselnya dan mulai menjalankan kursi rodanya mendahului Vivi. Tapi Vivi menahannya dan mendorong kursi roda itu menuju lift.
Setelah sampai di lantai dasar, Vivi menghentikan langkahnya karena hujan telah turun. Sopir pribadi Reynan telah menjemput mereka dengan membawa payung.
"Nyonya Vivi tunggu sebentar, saya antar Tuan Rey dulu," kata sopir itu sambil memayungi Reynan menuju tempat parkir.
Vivi yang melihat Farid melepas blazernya dan memayungi kepalanya, dia mendekat dan bergabung di bawah blazer itu. "Nebeng!"
Farid menatap Vivi yang ada di sampingnya lalu menganggukkan kepalanya. Mereka berlari menuju tempat parkir dan melewati Reynan.
Reynan yang melihat mereka berdua, merasa sangat kesal. Ditambah Vivi tertawa setelah sampai di dekat mobilnya yang dibukakan oleh Farid.
Reynan menatap tajam pada Farid yang juga membuka pintu untuknya. Setelah dia masuk ke dalam mobil dan menutup pintu, dia menatap Vivi yang sedang mengibaskan rambutnya yang sedikit basah di ujungnya.
"Kenapa kamu bareng Farid? Berdua dibawah blazer dia lagi. Kan aku sudah bilang, jangan dekat dengan Farid!"
💞💞💞
Eh, sabar bang. Tahan emosi dulu. 😁
dari dimanfaatin aldi & sekarang masih aja betah jadi artis
udah resiko kalau ada adegan gitu , jadi jangan sok nangis