NovelToon NovelToon
Serat Wening Ening Kasmaran

Serat Wening Ening Kasmaran

Status: sedang berlangsung
Genre:Percintaan Konglomerat / Mengubah Takdir
Popularitas:971
Nilai: 5
Nama Author: RizkaHs

Pada masa penjajahan Belanda, tanah Jawa dilanda penderitaan. Mela, gadis berdarah ningrat dari Kesultanan Demak, terpaksa hidup miskin dan berjualan jamu setelah ayahnya gugur dan ibunya sakit.

Saat menginjak remaja, tanah kelahirannya jatuh ke tangan Belanda. Di tengah prahara itu, ia bertemu Welsen, seorang tentara Belanda yang ambisius. Pertemuan Welsen, dan Mela ternyata membuat Welsen jatuh hati pada Mela.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon RizkaHs, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

ꦠꦶꦒꦥꦸꦭꦸꦠꦶꦔ

"Ayo, Tuan William, silakan masuk," ujar salah satu prajurit sambil membuka pintu rumah Herlic. Mereka mengantarkan William dengan penuh penghormatan hingga ke depan pintu.

William, dengan langkah tegas namun tetap elegan, memasuki rumah itu. Wajahnya menunjukkan rasa penasaran dan sedikit rasa bersalah setelah mendengar kabar bahwa sepupunya, Herlic, sakit akibat cambukan yang ia perintahkan beberapa hari lalu.

Di ruang tamu, Herlic duduk di kursi dengan wajah yang tampak lelah namun tetap berusaha menunjukkan ketegaran. Ketika melihat William masuk, ia tersenyum tipis dan berusaha bangkit berdiri, meskipun gerakannya terlihat kaku.

"Will, kau datang," ujar Herlic pelan, mencoba menyembunyikan rasa sakitnya.

"Her, duduk saja. Jangan memaksakan diri," William menghampiri dan menepuk pundak Herlic dengan ringan, lalu duduk di kursi di depannya. "Aku dengar kondisi punggungmu masih buruk."

"Ah, ini hanya luka kecil. Tidak seberapa," jawab Herlic dengan nada bercanda, meskipun jelas rasa sakit itu masih mengganggunya.

"Kau tidak perlu berpura-pura di depanku, Her. Aku tahu ini salahku. Tapi kau tahu, aku tidak punya pilihan lain."

Herlic mengangguk pelan. "Aku tahu, Will. Kau hanya menjalankan tugasmu. Aku juga tahu risikonya ketika aku memutuskan untuk menolong gadis itu. Aku tidak menyesal.

"Aku harap kau tidak melakukan kesalahan yang sama lagi," ujar William dengan nada tegas namun tidak menghakimi. "Kalau begitu, aku harus pergi sekarang. Aku masih ada urusan dengan opziner."

Herlic mengangguk pelan, menatap William yang bangkit dari kursinya. "Baik, Will. Terima kasih sudah datang. Hati-hati di jalan."

William berjalan menuju pintu dengan langkah mantap. Sebelum keluar, ia berhenti sejenak dan menoleh. "Ingat, Her. Kau adalah pemimpin yang baik, tapi jangan sampai rasa belas kasihanmu membawamu ke masalah yang lebih besar. Kita hidup di dunia yang keras, dan terkadang, aturan harus ditegakkan."

Herlic hanya tersenyum tipis. "Aku tahu, Will. Tapi aku juga tahu, hati nurani kita yang membuat kita tetap manusia."

William tidak menanggapi lagi. Ia membuka pintu dan melangkah keluar, diiringi beberapa prajurit yang sudah menunggunya. Herlic duduk kembali di kursinya, memandangi pintu yang baru saja tertutup.

Di bawah terik matahari yang menyengat, William tiba di lokasi pembangunan jembatan di pinggiran desa. Beberapa opziner terlihat berdiri dengan wajah serius, mengawasi pekerja pribumi yang sibuk mengangkut batu dan kayu. Suara bentakan dan pukulan kayu terdengar di udara, mengiringi suasana yang penuh tekanan.

Ketika William mendekati kelompok opziner, mereka segera memberi hormat dengan sikap tegas.

"Selamat siang, Tuan William," ujar salah satu opziner dengan nada formal.

William mengangguk singkat. "Bagaimana kemajuan pembangunan ini? Apakah semuanya sesuai rencana?"

"Ya, Tuan. Pekerjaan berjalan lancar. Namun, beberapa pekerja pribumi cukup lambat, sehingga kami harus memberi mereka sedikit... dorongan," jawab opziner dengan nada yang terdengar dingin.

William memperhatikan kondisi di sekitar. Wajah-wajah para pekerja pribumi terlihat lelah, dengan keringat bercucuran, beberapa bahkan terlihat terluka. Namun, ia menahan diri untuk tidak bereaksi, setidaknya untuk saat ini.

"Baik. Pastikan proyek ini selesai sesuai jadwal. Saya akan kembali untuk memeriksa perkembangannya," ujar William sambil melangkah pergi.

Saat ia berjalan menjauh, William mendengar suara keras di belakangnya suara bentakan dan pukulan. Ia menoleh sejenak dan melihat salah satu opziner memukul seorang pekerja pribumi yang jatuh karena kelelahan.

William berdiri di tengah lokasi pembangunan jembatan dengan ekspresi serius. Para opziner di depannya tampak gelisah mendengar nada suaranya yang mulai meninggi.

"Bagaimana proyeknya?" William membuka percakapan dengan tajam. "Aku lihat bahkan 16% saja belum berjalan sesuai target. Apa kalian ini bisa bekerja lebih serius?"

Para opziner saling pandang dengan gugup. Salah satu dari mereka mencoba memberikan penjelasan.

"Tuan, para pekerja pribumi—"

"Jangan beri aku alasan!" potong William. "Jika perlu, siksa terus mereka sampai mereka tahu arti kerja keras. Aku tidak mau tahu alasan mereka lambat. Yang aku butuhkan adalah hasil."

"Baik, Tuan," jawab seorang opziner sambil memberi hormat, wajahnya menunduk.

William mendengus pelan, lalu melangkah pergi dengan langkah mantap. Para opziner langsung bergegas kembali ke posisi mereka, memeriksa pekerja dan memastikan instruksi William dilaksanakan.

Namun, di tengah langkahnya, William berhenti sejenak. Ia menoleh dengan tajam, memperhatikan salah satu opziner yang tampak memegang cambuk. Dengan suara pelan tapi tajam, ia berkata, "Pastikan kalian tahu batasnya. Aku tidak ingin mendengar laporan bahwa proyek ini terhenti karena kalian membunuh semua pekerja."

Opziner itu langsung menegakkan tubuh. "Tentu, Tuan. Kami akan memastikan pekerjaan berjalan dengan efektif."

William kembali melanjutkan langkahnya, meninggalkan suasana yang kini dipenuhi tekanan di antara para opziner dan pekerja pribumi.

Namun, di tengah langkahnya, William berhenti sejenak. Ia menoleh dengan tajam, memperhatikan salah satu opziner yang tampak memegang cambuk. Dengan suara pelan tapi tajam, ia berkata, "Pastikan kalian tahu batasnya. Aku tidak ingin mendengar laporan bahwa proyek ini terhenti karena kalian membunuh semua pekerja."

Opziner itu langsung menegakkan tubuh. "Tentu, Tuan. Kami akan memastikan pekerjaan berjalan dengan efektif."

William kembali melanjutkan langkahnya, meninggalkan suasana yang kini dipenuhi tekanan di antara para opziner dan pekerja pribumi.

***

"Mela, kenapa aku malah mikirin dia?" gumamku sambil duduk di depan pintu rumah, memandangi jalan setapak yang sepi. Herlic, pria Belanda yang selalu datang dengan sikap sok berkuasa itu, sudah beberapa hari ini tak terlihat.

"Aneh, kenapa aku rindu dia?" pikirku sambil tersenyum kecil. Tapi segera kusadarkan diri. "Aelah, kenapa harus mikirin si kompeni Belanda itu? Dia kan nyebelin banget!" Aku menggoyangkan kepalaku, mencoba menghapus bayangan wajah Herlic dari pikiranku.

Tapi semakin ku coba, semakin jelas ingatan tentangnya. Bagaimana caranya berbicara dengan nada sinis, tapi matanya kadang menunjukkan sesuatu yang berbeda. Aku mendesah, bingung dengan perasaan ini. "Mungkin aku cuma bosan, iya bosan aja. Lagian dia juga nggak penting."

Memang keberadaan Herlic tak terlalu penting bagiku, tapi entah kenapa beberapa hari ini, bayangannya sulit lepas dari pikiranku. Herlic benar-benar tidak pernah terlihat, hanya pasukan bawahan Herlic yang masih saja berkeliaran, memantau para pribumi yang bekerja paksa tanpa ampun.

Aku menghela napas panjang. Mana mungkin aku menanyakan kabar Herlic pada mereka? Tentara-tentara itu jelas memandang kami seperti bukan manusia. Bahkan sekadar bicara saja terasa mustahil, apalagi bertanya tentang keberadaan komandan mereka.

Pikiranku kembali melayang pada Herlic. Apa mungkin dia sedang sakit? Atau dia dipanggil ke tempat lain? Tapi untuk apa aku peduli? Bukankah dia juga sama saja seperti mereka, membawa penderitaan bagi kami? Namun, jauh di dalam hatiku, ada sesuatu yang tak bisa kujelaskan. Rasa penasaran, atau mungkin... rindu?

Aku menggelengkan kepala, mencoba menepis semua pikiran itu. "Sudahlah, dia bukan urusanku," gumamku. Tapi tetap saja, setiap langkah tentara-tentara itu melewati rumahku, hatiku berharap, siapa tahu Herlic ada di antara mereka.

1
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!