Jasmine D'Orland, seorang duchess yang terkenal dengan karakter jahat, dituduh berselingkuh dan dihukum mati di tempat pemenggalan di depan raja, ratu, putra mahkota, bangsawan, dan rakyat Kerajaan Velmord.
Suaminya, Louise, yang sangat membencinya, memenggal kepala Jasmine dengan pedang tajamnya.
Sebelum kematiannya, Jasmine mengutuk mereka yang menyakitinya. Keluarganya yang terlambat hanya bisa menangisi kematiannya, sementara sebagian bersorak lega.
Namun, enam bulan sebelum kematian itu, Jasmine terlahir kembali, diberi kesempatan kedua untuk mengubah nasibnya yang tragis.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Lily Dekranasda, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Kebencian Yang Membara
Di tengah suasana yang hening setelah berbagai bukti kejahatan dipaparkan, tangis Cecilia tiba-tiba pecah. Ia menutupi wajahnya dengan kedua tangan, tubuhnya berguncang, dan isak tangisnya terdengar memilukan. Namun, Duchess Jasmine hanya memandanginya dengan pandangan dingin dan penuh rasa jijik.
"Bagaimana mungkin ini terjadi?" Cecilia menangis dengan suara yang terdengar begitu pilu. "Aku... aku merasa begitu bodoh! Aku telah mempercayai mereka, merekomendasikan mereka kepada kediaman Clair, dan sekarang mereka mencoreng nama baikku!"
Cecilia melirik Duke Louise dengan mata berkaca-kaca. "Maafkan aku, Yang Mulia. Aku tidak tahu bahwa mereka akan melakukan hal seperti ini. Sungguh... aku hanya ingin membantu."
Duke Louise, yang tampak bingung dan tidak tahu harus berbuat apa, segera melangkah ke sisi Cecilia. Ia meraih bahunya dan mencoba menenangkan wanita itu. "Sudahlah, Lady Cecilia. Jangan menangis. Ini bukan salahmu. Kau hanya ingin membantu."
Cecilia, dengan wajah penuh air mata, menatap Duke Louise. "Tapi aku merasa bersalah, Duke! Aku telah mengecewakanmu... mengecewakan kediaman Clair. Bagaimana aku bisa menebus semua ini?"
Duchess Jasmine Memandang dengan Jijik. Duchess Jasmine menyandarkan punggungnya ke kursi dengan santai, satu tangan menopang dagunya. Dalam hati, ia mendengus keras. "Astaga... akting macam apa ini? Bahkan penari jalanan pun bisa memberikan pertunjukan yang lebih meyakinkan. Apakah Duke Louise benar-benar begitu bodoh sehingga tidak bisa melihat manipulasi di depan matanya?"
"Benar-benar menjijikkan," gumam Jasmine pelan, hampir tak terdengar. Namun, pelayan Anne yang berdiri di belakangnya menahan tawa kecil, mendengar komentar majikannya yang tajam.
Cecilia kembali menangis lebih keras, menggenggam tangan Duke Louise. "Yang Mulia, aku mohon. Hukumlah aku jika perlu. Aku rela menerima hukuman atas kebodohanku. Tapi, tolong... jangan salahkan mereka sepenuhnya."
Para pelayan dan pengawal D'Orland yang berdiri di sisi ruangan saling melirik. Salah satu dari mereka, seorang pria bernama Pierre, berbisik pada rekannya, "Kalau aku jadi dia, aku tidak akan berbicara seperti itu. Bukankah ini jelas bahwa dia mencoba menyelamatkan diri?"
Rekannya, Lucien, mengangguk pelan. "Benar sekali. Tapi lihatlah Duke itu... sepertinya dia sudah terperangkap dalam pesona wanita licik ini."
"Sudahlah, Cecilia. Jangan menyalahkan dirimu seperti ini," kata Duke Louise dengan suara lembut, sambil menepuk punggung Cecilia. "Apa yang terjadi adalah kesalahan para pelayan dan pengawal itu. Mereka telah menyalahgunakan kepercayaan yang kamu berikan. Kau tidak bersalah."
Cecilia menggelengkan kepalanya dengan kuat. "Tidak, Tuan Duke. Aku bersalah! Aku yang membawa mereka ke sini. Aku yang mengatakan pada Yang Mulia bahwa mereka bisa dipercaya."
Duchess Jasmine mengangkat satu alis, menatap Cecilia dengan ekspresi datar. Dalam hatinya, ia sudah mulai menghitung berapa banyak kata-kata dramatis yang keluar dari mulut wanita itu. "Berapa lama lagi drama ini akan berlangsung? Kalau saja aku bisa menyuruh seseorang membawanya keluar dan membuangnya ke jalanan..."
"Tapi," lanjut Cecilia dengan suara gemetar, "Aku bersumpah... aku tidak tahu apa-apa tentang kejahatan mereka. Jika aku tahu, aku tidak akan pernah merekomendasikan mereka. Aku hanya ingin membantu kediaman Clair, Duke... Aku hanya ingin membuat segalanya lebih baik."
Jasmine mendecakkan lidahnya pelan, namun cukup keras untuk didengar oleh mereka yang berada di dekatnya.
"Benarkah begitu, Cecilia?" Jasmine akhirnya membuka suara, nadanya terdengar lembut, tetapi ada nada mengejek yang jelas terasa. "Jadi, kau benar-benar tidak tahu bahwa orang-orang yang kau bawa ke sini telah mencuri, menipu, dan menggelapkan uang selama bertahun-tahun?"
Cecilia menggelengkan kepala dengan cepat. "Tidak, Yang Mulia Duchess. Aku tidak tahu! Aku tidak tahu apa-apa. Jika aku tahu, aku tidak akan pernah membawa mereka ke sini."
Jasmine tersenyum kecil, tetapi senyumnya penuh dengan sarkasme. "Menarik sekali. Kau berbicara seolah-olah kau benar-benar tidak bersalah. Tapi, bukankah sedikit aneh bahwa SEMUA pelayan dan pengawal ini, yang kau rekomendasikan, ternyata bersekongkol untuk mencuri dari keluarga ini?" ucap Duchess Jasmine Dnegan menekan kata 'semua', jika yang mendengar kata itu dan menangkap kata dibalik kata itu pasti mengerti, kecuali orang itu bodoh.
Cecilia terdiam, seolah-olah mencari jawaban. Kemudian, ia berkata dengan nada sedih, "Mungkin... mungkin aku terlalu bodoh. Aku terlalu mempercayai mereka."
"Bodoh? Itu pasti. Tapi lebih bodoh lagi jika aku mempercayai setiap kata yang keluar dari mulutmu," pikir Jasmine dalam hati, sambil melirik Duke Louise yang masih memeluk Cecilia.
Pierre, salah satu pelayan D'Orland, akhirnya berbicara. "Menurut saya, wanita ini jelas-jelas tahu apa yang terjadi. Lihatlah bagaimana ia mencoba membela orang-orang yang telah mencuri dari kediaman Clair."
Lucien menambahkan, "Benar. Orang yang tidak bersalah tidak akan bertindak seperti ini. Ia mencoba memutarbalikkan fakta dan mengalihkan perhatian dari kejahatan yang telah terjadi."
Cecilia menoleh ke arah mereka, air mata masih mengalir di pipinya. "Bagaimana kalian bisa mengatakan itu tentangku? Aku hanya ingin membantu!"
"Cukup!" kata Duke Louise dengan suara keras, menatap para pelayan D'Orland. "Jangan berbicara seperti itu tentang Cecilia. Ia tidak bersalah. Ia hanya menjadi korban kepercayaan yang salah."
Duchess Jasmine tertawa kecil, lalu menutupi mulutnya dengan tangan. "Maaf, Tuan Duke. Tapi kau sungguh membuatku terhibur hari ini. Korban? Cecilia ini jelas-jelas adalah dalangnya."
Cecilia tampak terkejut mendengar tuduhan itu. "Yang Mulia Duchess, bagaimana Anda bisa mengatakan hal seperti itu? Saya tidak pernah berniat mencuri apa pun dari keluarga ini. Saya hanya ingin membantu."
Riel, salah satu pengawal D’Orland, berjalan cepat memasuki ruang tamu tempat semua orang berkumpul. Wajahnya tampak serius, dan ia segera membungkukkan badan di hadapan Duchess. "Salam hormat, Yang Mulia Duke dan Duchess. Semoga kemuliaan dan kejayaan menyertai langkah Anda"
"Yang Mulia Duke dan Duchess, petugas dari Pengadilan Hukum Hitam telah tiba," kata Riel dengan nada penuh penghormatan.
Seketika suasana ruangan berubah hening. Semua tamu saling bertukar pandang, beberapa terlihat bingung, sementara yang lain tampak khawatir. Cecilia, yang masih terisak dan berusaha mempertahankan aktingnya, terlihat membeku sejenak. Namun, hanya dalam beberapa detik, ia kembali memasang wajah penuh kepedihan.
"Pengadilan Hukum Hitam?" gumam Cecilia dengan suara gemetar, seolah terkejut.
Duke Louise berdiri dengan sigap, mencoba menjaga wibawanya meskipun ekspresi wajahnya menunjukkan kegugupan. Ia menatap Cecilia dengan lembut.
"Jangan khawatir, Cecilia," katanya. "Aku akan berbicara dengan mereka. Kau tetap di sini."
Louise melangkah meninggalkan Cecilia yang masih terisak. Namun, begitu Louise berbalik, ekspresi sedih Cecilia berubah menjadi kesal. Wajahnya menunjukkan rasa frustrasi yang dalam. Ia menatap ke arah pintu dengan pandangan penuh kebencian.
"Kenapa ada mereka?" gumamnya pelan, hampir tak terdengar.
Namun, Duchess Jasmine yang berdiri tidak jauh darinya menangkap perubahan ekspresi itu. Dalam hati, Jasmine tersenyum sinis. "Ah, lihatlah tikus licik ini. Air mata buayanya bahkan belum kering, tapi amarahnya sudah terlihat jelas. Akting buruk macam apa ini?"
Jasmine memutuskan untuk bergerak. Ia berjalan menghampiri Louise yang kini tengah berdiskusi dengan para petugas dari Pengadilan Hukum Hitam di aula depan.
"Hallo paman petugas, selamat datang," sapa Jasmine dengan nada lembut namun penuh wibawa.
Salah satu petugas, seorang pria berambut pendek dengan seragam hitam, menatap Jasmine dengan hormat. "Salam hormat, Yang Mulia Duchess, Semoga kemuliaan dan kejayaan menyertai langkah Anda, Yang Mulia Duchess, Kami datang atas laporan yang diajukan oleh kediaman Clair terkait penggelapan dana yang dilakukan oleh pelayan dan pengawal kediaman Clair."
Jasmine mengangguk dengan anggun. "Kami sangat menghargai kerja cepat kalian. Orang-orang itu harus segera ditangani agar tidak menimbulkan lebih banyak kerusakan."
Louise mencoba berbicara, nada suaranya terdengar sedikit gugup. "Namun, apakah benar ini adalah langkah yang harus diambil sekarang? Aku yakin kita bisa menyelesaikan ini secara internal..."
Petugas utama, pria yang mengenalkan dirinya sebagai Kapten Dorian, menatap Louise dengan tegas. "Yang Mulia Duke, kami harus menjalankan hukum tanpa pengecualian. Bukti-bukti yang kami terima sudah sangat jelas. Semua yang terlibat harus diinterogasi lebih lanjut di Pengadilan Hukum Hitam. Ini adalah prosedur standar."
Jasmine, yang menyadari bahwa Louise mulai goyah, segera mengambil alih pembicaraan. "Kapten Dorian, kami sepenuhnya mendukung tindakan hukum ini. Pastikan semua yang terlibat, baik besar maupun kecil, dibawa ke pengadilan dan diadili dengan adil."
Dorian mengangguk. "Kami berjanji akan menjalankan tugas kami sebaik mungkin, Yang Mulia Duchess."
Sementara itu, dari ruang tamu, Cecilia terus mencuri dengar percakapan tersebut. Wajahnya mulai memerah karena amarah. "Kenapa semuanya berjalan seperti ini? Harusnya Louise bisa menghentikan mereka! Aku tidak bisa membiarkan diriku ikut terseret dalam masalah ini."
Cecilia berdiri dari kursinya, mencoba mengatur napas dan memasang kembali ekspresi sedihnya. Ia berjalan mendekati aula, pura-pura mencari tahu apa yang sedang terjadi. "Yang Mulia Duke... Yang Mulia Duchess..." suara Cecilia terdengar gemetar, dengan mata yang kembali berlinang air mata. "Apa yang sebenarnya terjadi? Apakah para petugas itu benar-benar akan membawa orang-orang itu pergi?"
Jasmine menoleh, menatap Cecilia dengan senyum tipis. Namun, senyumnya itu jelas penuh sindiran. "Benar sekali, Lady," jawab Jasmine dengan nada dingin. "Para petugas dari Pengadilan Hukum Hitam akan memastikan bahwa semua yang terlibat dalam kejahatan ini dihukum sesuai hukum."
Cecilia tampak terkejut. "Tapi... Yang Mulia Duchess, bukankah ini terlalu berlebihan? Bagaimana jika ada kesalahpahaman? Mereka mungkin melakukan kesalahan, tetapi aku yakin mereka tidak seburuk itu."
Louise segera menimpali. "Lady, aku tahu kau merasa bersalah karena membawa mereka ke sini, tetapi ini bukan salahmu. Mereka yang melakukan kesalahan harus bertanggung jawab."
Jasmine melangkah mendekati Cecilia, menatapnya tepat di mata. "Lady Cecilia, kau tampak sangat peduli pada mereka. Apakah ini karena kau benar-benar tidak tahu apa-apa? Atau karena kau takut rahasia lain akan terbongkar?"
Cecilia terkejut dengan pertanyaan itu, tetapi ia segera menggeleng dengan cepat. "Tidak, Yang Mulia Duchess! Saya hanya... hanya merasa bersalah. Saya merasa mereka tidak pantas diperlakukan seperti ini."
Jasmine mendekatkan wajahnya, berbicara dengan suara rendah namun menusuk. "Jika kau tidak bersalah, kau tidak perlu takut. Biarkan hukum yang berbicara."
Cecilia terlihat semakin gugup, tetapi ia tidak punya pilihan selain mengangguk. "Ya... ya, Yang Mulia Duchess. Anda benar."
Setelah diskusi selesai, Kapten Dorian memberikan perintah kepada anak buahnya. Para petugas segera memasuki ruang tamu dan membawa semua pelayan serta pengawal yang terlibat dalam kejahatan.
Pierre dan Lucien, dua pengawal itu berdiri dengan bangga di sudut ruangan, memandang proses penangkapan tersebut.
Salah satu pelayan yang ditangkap berteriak, "Ini semua salah! Aku hanya mengikuti perintah!"
Cecilia tampak gelisah, tetapi berusaha menyembunyikan rasa takutnya. Jasmine, yang memperhatikan semua ini, tersenyum tipis. Dalam hati, ia merasa sangat puas. "Akhirnya, tikus-tikus menjijikkan ini akan dibawa pergi. Setidaknya tikus ini tidak ada lagi yang bisa membuat ku kambing hitam lagi. Cecilia, tunggu saja giliranmu."
Setelah para petugas pergi bersama para tersangka, suasana di ruang tamu kembali hening. Louise tampak kelelahan, sementara Jasmine tetap tenang dengan ekspresi penuh kemenangan.
Cecilia mencoba berbicara dengan suara lembut. "Yang Mulia Duke, saya benar-benar tidak tahu apa-apa tentang semua ini. Saya merasa begitu hancur..."
Namun, sebelum ia bisa melanjutkan, Jasmine memotongnya. "Cecilia, aku rasa kau sudah cukup berbicara hari ini. Kenapa tidak beristirahat saja? Apakah kau tidak lelah menangis dari tadi. Biarkan kami menyelesaikan semuanya."
Cecilia terdiam dengan ucapan Duchess Jasmine yang menusuk dan tajam itu. Ia bahkan membenci perubahan Jasmine yang tidak bisa ia salahkan. Apalagi semua mata-mata yang ia kirim untuk menyiksanya sudah diseret oleh para petugas.