Perasaan Bisma yang begitu besar kepada Karenina seketika berubah menjadi benci saat Karenina tiba-tiba meninggalkannya tanpa alasan yang jelas.
Apa yang sebenarnya terjadi?
Akankan Bisma dan Karenina bisa bersatu kembali?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon poppy susan, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Episode 19 Sakit
Beberapa saat kemudian, Bisma pun sampai di kantor. Sebenarnya dia malu bertemu dengan Nina, tapi Bisma tidak bisa menghindar dan pasti saat ini Nina sangat membencinya. Pada saat Bisma masuk ke dalam ruangannya, di atas meja terlihat secarik amplop dan Bisma pun segera membukanya.
"Nina sakit," gumam Bisma.
Bisma duduk di kursi kebesarannya dan menghembuskan napasnya. "Pasti Nina tidak mau bertemu denganku maka dari itu dia membuat alasan supaya dia tidak masuk kerja hari ini," batin Bisma.
Sementara itu di rumah Nadira, dia tampak mengepalkan tangan kala mendapat kiriman CCTV dari hotel tadi malam. "Sialan, wanita itu memang pura-pura polos tapi nyatanya dia malah janjian dengan Bisma di belakang aku. pantas saja tadi malam mereka berdua langsung menghilang, ternyata mereka sudah janjian," geram Nadira.
Nadira pun segera menyambar tas dan kunci mobilnya, pagi ini dia ingin melabrak dan memarahi Nina. Tidak membutuhkan waktu lama, Nadira pun sampai di kantor Bisma dan langsung menuju ruangan Bisma. Bisma sampai tersentak kaget kala Nadira membuka pintu ruangannya dengan sangat kencang.
"Astaga, bisa tidak kamu mengetuk pintu dulu!" bentak Bisma.
"Kamu keterlaluan Bisma, tadi malam apa yang sudah kamu lakukan dengan wanita murahan itu?" teriak Nadira.
Bisma bangkit dari duduknya. "Maksud kamu apa? lagipula ini kantor, bisa tidak bicaranya jangan teriak-teriak," geram Bisma.
"Aku tidak peduli, justru aku sengaja supaya semua karyawan di sini tahu jika sekretaris kamu itu adalah wanita murahan!" teriak Nadira penuh emosi.
"Jaga ucapan kamu, Nadira!" bentak Bisma.
"Kenapa? apa kamu masih mencintai dia? kamu lupa ya, jika kamu itu sudah tunangan denganku dan sebentar lagi kita akan menikah jadi jangan coba-coba kamu membuat masalah atau kamu akan tahu akibatnya," ucap Nadira.
"Kamu berani mengancam aku?" geram Bisma.
"Kenapa tidak? jika perusahaan kamu dan rahasia Daddy kamu ingin selamat, maka kamu jangan main-main denganku," ancam Nadira.
Bisma mulai mengepalkan tangannya, dia benar-benar ingin sekali menampar wanita yang ada di hadapannya itu. Nadira menatap tajam ke arah Bisma, lalu dia celingukan.
"Mana wanita murahan itu? aku harus beri dia pelajaran supaya tidak lagi menggoda tunangan orang lain," seru Nadira.
Bisma tidak memperdulikan Nadira, dengan emosi yang memuncak dia pun keluar dari ruangannya. Nadira semakin geram melihat kelakuan Bisma. Nadira mengepalkan kedua tangannya dengan tatapan penuh kebencian.
"Awas kamu Nina, aku akan membuat kamu menderita jika kamu berani merebut Bisma dariku," batin Nadira dengan geramnya.
Sementara itu di rumah sakit, Nina memutuskan untuk menemui Dr.Ami. Dia ingin menanyakan masalah penyakit yang di deritanya. Dengan langkah gontai, Nina pun berjalan menuju ruangan Dr.Ami.
Tok.. tok.. tok..
"Masuk!"
"Pagi, dok!" sapa Nina.
"Pagi, silakan duduk Nin," sahut Dr.Ami.
"Dok, sepertinya semakin hari, tubuh aku lemah sekali bahkan aku sering mimisan juga," ucap Nina.
"Kamu jangan kecapean Nin, lebih baik sekarang kamu bed rest jangan bekerja lagi," sahut Dr.Ami.
"Kalau aku gak kerja, siapa yang akan bayar biaya rumah sakit ini? kasihan Kak Nino jika harus bekerja sendirian," ucap Nina dengan senyum yang dipaksakan.
"Harusnya sekarang juga kamu dirawat Nina, kamu butuh perawatan," ucap Dr.Ami.
"Dok, kalau bisa dokter kasih obat saja karena aku tidak mau dirawat. Aku tidak mau membuat Mama semakin sedih, mana sampai saat ini Papa belum sadarkan diri," sahut Nina.
"Tapi kondisi kamu juga tidak sedang baik-baik saja saat ini, kamu harus dirawat juga," ucap Dr.Ami.
Nina menggenggam tangan Dr.Ami dengan mata yang berkaca-kaca. "Please Dok, aku tidak may membuat keluargaku sedih. Kak Nino dan Mama lebih membutuhkan Papa daripada aku, jadi aku sudah pasrah sekarang dan sudah siap juga jika Allah akan mengambil nyawaku," ucap Nina.
Dr.Ami benar-benar sedih melihat keadaan Nina. Dia adalah wanita hebat, yang rela menahan dan menyembunyikan kesakitannya dari keluarganya karena tidak mau membuat sedih dan khawatir keluarganya. Padahal penyakit yang Nina derita bukan penyakit enteng dan butuh penanganan serius.
"Kamu jangan bicara seperti itu Nina, setiap orang tua tidak ada yang ikhlas melihat anaknya sakit. Tidak ada yang ingin kehilangan salah satu anggota keluarganya, jadi saya minta kamu harus lebih semangat lagi dan mau tidak mau kamu harus mendapatkan perawatan. Please untuk hari ini kamu harus nurut sama saya, demi kesehatan kamu juga," ucap Dr.Ami.
Nina terdiam, dia tidak tahu harus apa sekarang. Tapi Dr.Ami terus membujuk Nina, hingga akhirnya Nina pun menganggukkan kepalanya dan itu membuat Dr.Ami tersenyum.
***
Sore pun tiba, dan sekarang waktunya pulang kerja. "Pak Rendra mau jenguk Nina?" tanya Gisel.
"Iya."
"Ikut dong, Pak," ucap Gisel.
"Iya, Pak. Aku juga ikut," sambung Hilmi.
"Ya sudah, kalian ikuti mobil aku saja," sahut Rendra.
"Oke."
Mereka pun mulai meninggalkan kantor menuju rumah sakit. Rendra dan kedua teman Nina tidak mengetahui jika Nina menderita penyakit sirosis karena Nina menyembunyikan penyakitnya. Nina tidak mau dikasihani, maka dari itu dia tidak pernah memperlihatkan kelemahannya di hadapan teman-temannya.
Sesampainya di rumah sakit, mereka bertiga masuk ke ruangan Indra. "Tante, Nina dirawat diruangan mana?" tanya Gisel.
"Nina ada di lantai 3 no 4," sahut Mama Venna.
"Nina sakit apa, Tante?" tanya Rendra.
"Nina cuma demam saja kok, besok juga pasti sudah baikan," dusta Mama Venna.
"Tante, kalau begitu kita mau jenguk Nina dulu, boleh?" ucap Rendra.
"Boleh, tapi maaf Tante tidak bisa mengantar kalian karena tidak ada yang jagain Om," sahut Mama Venna.
"Tidak apa-apa, Tante. Kami bisa cari sendiri," ucap Hilmi.
"Kalau begitu kamu ke ruangan Nina dulu ya, Tante," izin Gisel.
"Iya, Nak. Silakan."
Ketiganya pun keluar dan berjalan menuju ruangan rawat Nina. Setelah beberapa saat mencari, mereka pun akhirnya menemukan ruangan rawat Nina. Baru saja ketiganya sampai di depan ruangan rawat Nina, tiba-tiba pintu ruangan rawat Nina terbuka.
"Sus, ini ruangan rawat atas nama Nina bukan?" tanya Rendra.
"Iya betul, apa diantara kalian ada keluarga pasien?" seru Suster.
"Memangnya ada apa, Sus?" tanya Gisel.
"Begini, kata Dr.Ami hasil lab pasien sudah keluar dan menyuruh anggota keluarganya yang ambil," sahut Suster.
"Ya sudah, biar aku saja yang ambil, aku saudaranya pasien," dusta Rendra.
"Baiklah, saya antar Mas ke ruangan lab," ucap Suster.
"Sel, Hilmi, kalian masuk saja aku ambil hasil lab Nina dulu," ucap Rendra.
"Oke, Pak."
Rendra terpaksa berbohong karena dia tahu, tidak ada yang bisa ambil hasil lab Nina. Kakaknya sama sekali belum pulang bekerja sedangkan Mamanya harus menjaga Papa Nina jadi terpaksa Rendra harus berbohong. Selama berjalan menuju lab, Rendra merasakan hal yang aneh.
"Sebenarnya Nina sakit apa? masa iya, demam doang harus ambil hasil cek kesehatannya di lab," batin Rendra bingung.