Attention!! Lapak khusus dewasa!!
***
Vincent tanpa sengaja bertemu dengan Valeska di sebuah bar. Niat awalnya hanya untuk menyelamatkan Val yang diganggu laki-laki, namun akhirnya malah mereka melakukan 'one night stand'.
Dan ketika paginya, Vincent baru sadar kalau gadis yang dia ambil keperawanannya tadi malam adalah seorang siswi SMA!
***
Tolong bijak dalam memilih bacaan. Buat bocil gak usah ikut-ikutan baca ini, ntar lu jadi musang birahi!
Gak usah julid sama isi ceritanya, namanya juga imajinasi. Halu. Wajar saja kan? Mau kambing bertelor emas juga gapapa. :"D
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon agen neptunus, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 12: Kasmaran
Sony menghampiri Valeska dengan senyum sumringah. Sementara itu, Vincent hanya mematung sambil membuang muka. Untuk pertama kalinya dalam hidupnya, dia merasa takut setengah mati bertatapan dengan orang lain.
"Kenapa lama banget, sih?" keluh Valeska dengan nada setengah bete.
Sony terkekeh, jelas nggak terintimidasi. "Sorry, tadi abis nutup toko," jawabnya santai sambil melirik lelaki yang memunggungi mereka. "Itu siapa, Val?"
"Oh, temen gue. Kenapa?"
Sony menggeleng pelan, tapi matanya tetap nggak bisa lepas dari punggung Vincent. "Kayak kenal," gumamnya.
Kalimat itu bikin jantung Vincent berhenti berdetak untuk sesaat. Aduh, bahaya! Tapi dia tetap nggak berani menoleh, pura-pura nggak peduli.
"Gak usah sok kenal, deh," Valeska menengahi dengan nada ketus. "Udah, mana barangnya? Lo bawa, kan?"
Barang? Kening Vincent mengernyit. Otaknya langsung berlari ke arah yang macam-macam. Jangan-jangan—
"Ada, dong. Nih gue bawa." Sony menyerahkan sesuatu dari tas selempangnya. "Tapi tumben lo minta tolong sama gue. Biasanya kan enggak."
"Udah deh, ini urgent banget," sahut Valeska sambil mengulurkan tangan. "Makanya gue ambil dari lo. Mana sini barangnya."
Vincent menahan diri supaya tidak refleks menoleh. Apa sih yang mereka transaksiin? Apa Valeska selama ini— Oh, no!! please jangan narkoba!
"Nih." Sony memberikan barang itu. "Gue nggak terima transferan, ya."
"Iya, bawel! Nih, gue bawa cash," balas Valeska sambil merogoh kantong jeans-nya. Setelah menyerahkan uangnya, dia mengibaskan tangan. "Udah, pulang sana."
Sony tertawa kecil. "Lo nggak sekalian gue anter pulang?" tawarnya.
"Gue masih ada urusan sama temen gue." Valeska menepis halus.
"Ya udah, kalau gitu." Sony pun melangkah pergi, tapi sempat menatap punggung Vincent satu kali lagi. "Bro, gue cabut, ya."
"Hm," gumam Vincent singkat, masih nggak mau menoleh.
"Lo aneh banget," ujar Sony sebelum akhirnya berbalik.
Begitu punggung Sony menghilang dari pandangan, Vincent langsung bersuara, "Dia udah pergi?"
"Ha? Siapa? Sony?"
"Iya."
"Udah jauh, kok."
Vincent menghela napas lega dan akhirnya berbalik, memastikan situasinya aman.
"Kenapa sih lo takut ketemu Sony?" tanya Valeska sambil memicingkan mata, curiga.
"Nggak. Biasa aja," jawab Vincent singkat, mencoba terlihat cool. "Gue cuma gak mau identitas gue sampai ketahuan orang lain."
"Emangnya kamu mata-mata apa?"
Vincent hanya terkekeh. "Lo sendiri ... Abis transaksi apaan? Jangan bilang itu drugs!"
Valeska menghela napas, lalu menggoyangkan kantong kecil di tangannya. "Nih, transaksi gue tadi. Lo pikir gue beli narkoba, ya?"
Vincent melotot. "Ya, iyalah! Gimana nggak mikir begitu?! Cara kalian ngomong tadi bikin gue overthinking."
Valeska mendengus sambil menyodorkan isi kantong itu ke wajah Vincent. Ternyata isinya… uang koin. Banyak banget!
"Uang koin?" Vincent bingung.
"Iya, dong. Toko Sony itu biasanya jadi tempat tukang parkir nukerin koin. Gue tukerin ini buat ditukar lagi di warung-warung gang rumah gue. Mereka butuh buat kembalian," jelas Valeska enteng.
Vincent terdiam beberapa detik, lalu akhirnya tersenyum kecil. "Hebat juga lo, ya."
"Hahaha, gini doang dipuji hebat," balas Valeska sambil nyengir, lesung pipinya muncul.
Vincent nggak bisa bohong, lesung pipi itu bikin dia tambah suka sama cewek ini. "Ada kontak yang bisa gue hubungi?" tanyanya sambil mengeluarkan ponsel.
"Kontak siapa?"
"Lo, lah. Masa kontak teman lo tadi."
"Oh, kirain mau tuker koin juga."
"Ya kali."
"Kontak saya buat apa?"
"Kali aja nanti ada bisnis bareng."
Mendengar kata bisnis, mata Valeska langsung berbinar. "Boleh banget!" Dia menyebutkan nomor teleponnya, dan Vincent buru-buru menyimpannya.
"Gue balik duluan, ya," pamit Vincent.
"Oke."
"Mau gue anterin?" tawarnya lagi, berharap.
Valeska menggeleng. "Gak usah. Jalan kaki gak sampai sepuluh menit juga nyampe. Aman kok."
"Tapi lo kan cewek. Masa jalan sendirian? Gue bisa anterin pake mobil."
Valeska tertawa kecil. "Nggak usah lebay. Saya aman. Lagian Bang Irwan, tukang parkir itu, nanti anterin saya kok."
"Oh, gitu." Vincent mencoba menyembunyikan rasa kecewanya.
"Hati-hati di jalan, ya. Kalau snack itu nggak dimakan, kasih ke aku aja." Valeska melirik kantong plastik cemilan yang tidak disentuh sama sekali oleh Vincen
"Boleh banget. Ambil aja. Mau gue tambahin gak?" tawar Vincent semangat.
Valeska tertawa kecil. "Nggak usah. Makasih, ya!" Valeska tersenyum lebar seraya mengambil kantong plastik itu, lalu melambaikan tangan setelah pamit.
Saat Valeska menghilang dari pandangannya, Vincent termenung. Kalau dipikir-pikir, padahal malam itu Vincent diam-diam memberikannya uang senilai 200 juta. Tapi, kenapa gadis itu masih berbisnis uang koin, bahkan terang-terangan meminta snacknya. Apa jangan-jangan uang itu tidak sampai ke tangan Valeska?
Sial. Vincent overthinking lagi.
***
Vincent kembali ke rumah dengan senyum lebar, seakan-akan dia baru saja memenangkan sesuatu yang besar. Malam itu benar-benar terasa seperti malam terbaik dalam hidupnya. Setelah merebahkan tubuh di atas sofa, dia menarik ponselnya dari saku celana, membuka kontak Valeska, dan memandangi namanya. Senyumnya semakin melebar.
Aduh, pengen banget kirim pesan, nanya dia sudah sampai rumah dengan selamat atau belum. Tapi, gue sadar, kayaknya itu bakal bikin Valeska risih. Batin Vincent dengan ragu.
"Val ... Apa ini yang dinamakan jodoh?" gumamnya pelan, sambil memeluk ponselnya erat-erat, mencoba tidur dengan senyuman yang tak kunjung hilang.
***
Pagi harinya, Vincent bangun dengan semangat yang tak biasa. Kalau biasanya dia tampak dingin dan serius, hari ini dia seperti orang baru. Semangatnya meledak-ledak. Setelah menyiapkan diri, dia langsung meluncur ke kantor, dan sepanjang jalan, dia bahkan sambil bersenandung riang.
Sesampainya di kantor, Vincent memimpin rapat dengan penuh percaya diri. Semua berjalan lancar. Setiap karyawan yang menyapa, dia balas dengan senyum ramah, seakan-akan dia bukan Vincent yang biasanya hanya menyunggingkan senyum tipis.
Melihat perubahan sikap Vincent yang begitu mencolok, para karyawan langsung heboh di grup kantor. Mereka membicarakan perubahan aneh pada bos mereka yang biasanya terkesan serius.
"Kayaknya Pak Vincent lagi jatuh cinta, deh!" komentar salah satu karyawan di grup.
"Ngomong-ngomong, Pak Vincent lebih sering senyum sendiri, loh," tambah karyawan lainnya.
Tentu saja gosip itu sampai juga ke telinga Melani, ibunya Vincent, yang sedang sibuk menyiram bunga di dalam ruang kerja di rumahnya.
"Vincent lagi jatuh cinta, ya?" tebak Melani sambil melirik asisten pribadinya, Zoey, yang sedang menatapnya dengan penuh perhatian.
"Kurang tahu, Nyonya," jawab Zoey, tetap profesional. "Tapi, Pak Vincent hari ini memang beda. Dia lebih banyak senyum-senyum sendiri."
"Hm ... Menarik sekali," gumam Melani sambil tersenyum miring. "Zoey, siapin mobil dan antarkan saya ke kantor sekarang juga!" titahnya dengan nada dingin.
"Baik, Nyonya." Zoey membungkuk hormat dan langsung pergi ke garasi mobil.
Melani menatap keluar jendela. Taman yang dibangunnya dengan penuh cinta kini terlihat begitu menenangkan. Tapi pikirannya jauh melayang. "Kalau memang anak itu jatuh cinta ... Siapa kira-kira perempuan hebat yang sudah menaklukkan hatinya?" gumamnya, seraya bersedekap dan tersenyum sinis.
...****************...
bpak mau daftar??🙂