Memilik cinta yang begitu besar tak menjamin akan bertakdir. Itulah yang terjadi pada Rayyan Rajendra. Mencintai Alanna Aizza dengan begitu dalam, tapi kenyataan pahit yang harus dia telan. Di mana bukan nama Alanna yang dia sebut di dalam ijab kabul, melainkan adiknya, Anthea Amabel menggantikan kakaknya yang pergi di malam sebelum akad nikah.
Rayyan ingin menolak dan membatalkan pernikahan itu, tapi sang baba menginginkan pernikahan itu tetap dilangsungkan karena dia ingin melihat sang cucu menikah sebelum dia menutup mata.
Akankah Rayyan menerima takdir Tuhan ini? Atau dia akan terus menyalahkan takdir karena sudah tidak adil?.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon fieThaa, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
15. Pingsan
Rayyan segera pergi dari kantor setelah sambungan telepon berakhir. Semua pekerjaannya dia bawa ke rumah. Di lobi kantor dia berpapasan dengan Alvaro yang baru saja datang.
"Mau ke mana lu? Kan enggak ada meeting."
Langkah mereka berdua pun terhenti. Dahi Alvaro mengkerut ketika melihat wajah Rayyan.
"Jangan bilang karena Al--"
"Istri gua sakit."
"Annjayy! Istri enggak tuh," ledek Alvaro dengan wajah jahilnya.
"Gua mau balik. Semua kerjaan gua udah gua bawa."
Rayyan meninggalkan Alvaro yang nampak terkejut. Tidak biasanya Rayyan membawa pekerjaannya ke rumah.
"Kayaknya istrinya banyak sedikit merubah sikap tuh anak," gumamnya dengan senyum yang sedikit melengkung.
"Lebih tanggung jawab."
.
Sambil mengemudi Rayyan masih kepikiran tentang lelaki yang mengantar Anthea. Siapa? Itulah yang ada di benaknya sekarang. Dia kembali fokus ke jalanan karena dia harus tiba di rumah dengan selamat. Perjalanan dari kantor ke rumah atau sebaliknya sekarang lebih jauh karena mereka tinggal di Tangerang. Sedangkan kantor Rayyan di Jakarta.
Tibanya di rumah, dia segera menuju kamar Anthea. Tak ada mengetuk pintu pintu, dia langsung masuk. Tubuh perempuan yang lebih dari seminggu menjadi istrinya tengah terbaring di atas ranjang tempat tidur.
Dengan sedikit ragu dia meletakkan punggung tangannya di kening Anthea. Perlahan, mata Anthea pun terbuka.
"K-kamu udah pulang?"
"Ke rumah sakit, ya."
Anthea menggeleng. Wajahnya masih pucat. Dia hendak bangun, tapi Rayyan cegah.
"Lu masih lemas. Udah tiduran aja."
Ingin rasanya Rayyan bertanya tentang orang yang mengantar Anthea pulang. Tapi, waktunya belum tepat.
"Lu tidur aja lagi. Gua akan jagain lu di sini."
Atensi Anthea beralih pada Rayyan. Lelaki itu menatap Anthea dengan wajah cemas.
"Gua ijin selesaiin kerjaan gua di sini, ya."
"Aku gak apa-apa kalau ditinggal juga, Ray. Kamu kan harus fokus selesaiin kerjaan kamu."
Anthea merasa Rayyan berlebihan memperlakukannya. Padahal, dia hanya sakit biasa.
"Gua akan tetap di sini. Lu tanggung jawab gua, Anthea."
Jika, kalimat keramat sudah keluar, Anthea tak akan bisa berdebat. Anthea terus memperhatikan Rayyan yang tengafokus pada layar segiempat yang dia pangku. Senyum kecil terukir di wajahnya.
"Kenapa lu begitu bodoh, Kak? Spek sempurna begini lu tinggalin hanya karena ingin buat sakit hati?"
Satu jam sudah Rayyan berada di dalam kamar Anthea, ketukan pintu terdengar. Tak lama Mbok Arum masuk membawa secangkir kopi juga cookies serta buah.
"Ini, Mas."
"Makasih, Mbok."
Kini, kembali Anthea dan Rayyan yang berdua di kamar. Anthea sudah tertidur. Tengah fokus, suara Anthea terdengar lirih.
"Ayah."
"Jangan pergi!"
"Tetap di sini, Yah."
"Ayah!"
Rayyan segera menghampiri Anthea. Bulir bening mengalir di ujung matanya. Rayyan segera mengecek suhu tubuh Anthea dan cukup panas. Tak berpikir lama Rayyan segera menghubungi seseorang.
"Om Khai, ke sini sekarang. Adek kirim lokasinya."
Rancauan yang memilukan membuat hati Rayyan teriris. Di balik sikap Anthea yang hangat dan wajah ceria, seperti ada sakit dan luka yang dia simpan. Tak dia tunjukkan.
Satu setengah jam kemudian, Papa Khairan tiba di rumah yang terbilang sederhana. Tatapan pria itu membuat Rayyan menghela napas sedikit kasar.
"Periksa dulu Anthea. Nanti Adek jelasin."
Papa Khairan mulai memeriksa tubuh Anthea yang kini sudah terjaga. Dia begitu serius. Ketika stetoskop sudah dia lepas dari telinga, Sang dokter menatap Anthea dengan serius.
"Jangan terlalu stres. Kamu itu punya GERD."
Rayyan sedikit terkejut mendengar penjelasan sang paman. Dia ikut menatap ke arah Anthea.
"Jangan terlambat makan dan hindari makanan yang membuat asam lambung naik."
Anthea pun hanya mengangguk. Khairan sudah menuliskan resep untuk Rayyan beli di apotek.
"Ini obat premium semua kan?"
"Hem," jawab papa Khairan sembari memberi kode agar mereka bicara di luar.
Pria itu lebih dulu meninggalkan kamar. Rayyan masih di dalam dan mulai menatap perempuan yang masih pucat.
"Gua anter Om sampe depan dulu, ya." Hanya anggukan yang menjadi jawaban.
Di ruang tamu, papa Khairan sudah menunggu sang keponakan. Tatapannya begitu serius tidak seperti biasanya.
"Lu udah tahu semuanya tentang Alanna?"
Dia berniat untuk memberitahukan Rayyan. Namun, sang keponakan sudah dulu mengangguk. Pandangan papa Khairan kini berfokus pada Rayyan.
"Perempuan yang Adek cintai mati-matian malah dengan tega dan sangat kejam mengkhianati Adek."
Ayah dari Lala, Lea dan Alfa mengusap lembut pundak sang keponakan. Dia tahu hati Rayyan tengah hancur.
"Sekarang kamu mengerti kan kenapa Abangmu sedikit kasar dalam berkata perihal Alanna?" Rayyan pun mengangguk.
"Minta maaflah padanya," titah sang paman dengan begitu lembut.
"Setiap hari Baba selalu bertanya, apakah kamu dan Abang Er sudah berbaikan? Apakah sudah ada yang meminta maaf? Baba sangat mengkhawatirkan hubungan kalian berdua, Dek. Baba tidak ingin terjadi kesalahpahaman yang berlarut. Baba ingin cucu-cucunya selalu akur."
Rayyan pun terdiam. Dia menatap wajah sang paman dengan sorot mata penuh sesal.
"Adek akan temui Abang, Om. Tapi, setelah Anthea sembuh."
Papa Khairan pun tersenyum mendengarnya. Akhirnya, kesalahpahaman ini selesai juga. Rayyan bukan orang yang mudah percaya jika dia tidak mendapat bukti sendiri. Maka dari itu, semua keluarga membiarkan Rayyan untuk mencari tahu kebenarannya. Dan sekarang, kenyataan itu sudah dia dapatkan dan sudah membuat dia tersadar.
Rayyan kembali ke kamar Anthea. Kini, perempuan itu sudah dalam posisi duduk dan memainkan ponsel.
"Taruh ponselnya! Lu masih sakit."
"Aku hanya balas pesan rekan kerjaku, Ray."
Rayyan ingin sekali mengambil ponsel Anthea, tapi dia harus tahu batasan. Sekarang, dia hanya bisa menahan kesal.
"Kamu kenapa pulang cepat?"
Anthea memecah keheningan karena Rayyan sedari tadi memfokuskan pandangannya pada laptop.
"Mbok ngabarin kalau lu pingsan."
Anthea tak membalas apapun. Dia hanya diam dan tak menyangka jika Rayyan akan pulang hanya karena dirinya.
"Mbok juga bilang kalau lu dianter cowok."
Anthea mulai menatap wajah Rayyan di mana lelaki itupun sudah menegakkan kepala menantikan jawaban dari Anthea.
"Dia tiba-tiba datang dan maksa aku untuk pulang. Padahal aku udah sadar dan mau kembali kerja," terangnya.
Melihat Rayyan yang terdiam, Anthea mulai merasa bersalah.
"Ray--"
"Gua mau ambil obat. Lu mau nitip apa?"
Tak ingin Rayyan membahas perihal lelaki itu. Dia tidak mau melampaui batas.
"Ray--"
"Ya udah gua beliin bubur aja."
Rayyan sudah memutar tubuh, dan terdengar suara benda terjatuh dari belakang. Matanya melebar ketika dia melihat Anthea yang sudah berada di lantai.
"Lu masih lemas, Anthea!"
"Mau ke mana sih?" omel Rayyan.
Rayyan segera menggendong tubuh Anthea dan dengan hati-hati meletakkannya di atas tempat tidur.
"Maaf," ucap Anthea dengan nada lirih.
"Aku gak tahu dia dapat kabar dari mana tentang pingsannya aku. Aku--"
"Enggak apa-apa," potong Rayyan.
"Gua gak berhak campuri urusan pribadi lu."
Perlahan, Rayyan memutar tubuhnya dan menjauhi Anthea. Mata Anthea mulai memerah.
"Kok tiba-tiba perih ya dengar jawaban Rayyan?"
.
Lelaki itu menghembuskan napas sangat kasar sebelum dia menghidupkan mesin mobil. Perkataan Rayyan pada Anthea tak sesuai dengan hatinya. Tak ingin mencampuri, tapi padanya nyatanya dia sangat tidak menyukai Anthea diantar oleh lelaki.
"Apa harus gua selidiki siapa sosok Alva Alva itu?"
...*** BERSAMBUNG ***...
Ayo atuh dikomen? Biar bisa double up
Mana atuh komennya?
mau hidup enak , tapi hasil jerih payah org lain
sehat selalu kak n semangat, aku sellau nggu up nya
biar tau rasa..
ksih plajaran aja ibu yg jahat itu Rayyan....
lanjut trus Thor
semangat