"Aku dimana?"
Dia Azalea. Ntah bagaimana bisa ia terbagun di tubuh gadis asing. Dan yang lebih tidak masuk akal Adalah bagaimana bisa ia berada di dunia novel? Sebuah novel yang baru saja ia baca.
Tokoh-tokoh yang menyebalkan, perebutan hak waris dan tahta, penuh kontraversi. Itulah yang dihadapai Azalea. Belum lagi tokoh yang dimasukinya adalah seorang gadis yang dikenal antagonis oleh keluarganya.
"Kesialan macam apa ini?!"
Mampukah Azalea melangsungkan kehidupannya? Terlebih ia terjebak pernikahan kontrak dengan seorang tokoh yang namanya jarang disebut di dalam novel. Dimana ternyata tokoh itu adalah uncle sang protagonis pria.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon queen_, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
OMB! (32)
Selamat Membaca
*****
Konferensi pers berjalan sesuai rencana. Berita mulai tersebar jika kedua pasangan suami-istri salah paham dan sudah saling meminta maaf satu sama lain.
Kini mereka berkumpul di kediaman Arkatama. Ariana terus saja berucap syukur karena putranya terbebas dari berita buruk itu. Ia sangat yakin jika putranya tidak mungkin melakukan hal itu.
"Mama yakin, kamu tidak seperti itu Rey. Mama benar-benar bersyukur karena semuanya sesuai rencana." Ariana tersenyum.
"Ah, ya. Zanna, Terima kasih atas bantuanmu." Ariana tersenyum paksa yang hanya dibalas anggukan oleh Zanna. "Cih, sombong sekali!"
"Ini terakhir kalinya kalian berdua membuat masalah dan mempermalukan keluargaku. Tidak peduli jika hal itu benar-benar terjadi atau tidak, aku tidak ingin ada kejadian seperti ini lagi. Terutama kau Caramel!" Zanna menatap Caramel tajam. "Jangan berharap aku akan luluh lagi dengan wajah menyedihkan mu itu! Sudah numpang tidak tahu diri! Anak dan ibu sama saja! Pembuat onar!" Setelah mengucapkan hal itu, Zanna pergi dari sana tanpa berpamitan. Rasanya ia sudah muak satu ruangan dengan orang-orang munafik seperti mereka. Apalagi ketika mengingat bagaimana saat mereka menyiksa Auris dan ia hanya bisa diam tanpa menolong putrinya itu.
Zanna langsung menaiki mobil dan tancap gas keluar dari area kediaman Arkatama. Ia menepikan mobilnya di area pemakaman umum. Zanna keluar dan berjalan gontai menuju salah satu malam bertuliskan 'Kaisar Dirgantara'.
Zanna berjongkok di samping makam itu. Air matanya sukses membasahi pipinya. "Papa, maafkan Zanna papa. Seandainya Zanna menurut pada papa waktu itu, mungkin saja keluarga Zanna tidak akan hancur seperti sekarang." Zanna terisak di depan makam sang ayah. Rasanya ia sangat bodoh karena mengabaikan nasihat sang ayah padanya. "Auris membenci ku papa, dia bahkan tidak menganggapku ibunya lagi."
Zanna menghapus air matanya kasar, "Sekarang Zanna sadar papa, Zanna sudah bisa melihat siapa mereka sebenarnya. Tolong bantu Zanna papa, Doakan Zanna agar bisa mengembalikan semuanya." Zanna menutup matanya sejenak. Kemudian mencium singkat nisan sang ayah dan bangkit. Ia mulai berjalan meninggalkan makam sang ayah.
*****
Aldrick beranjak dari kasur. Bibirnya tertarik ke atas membentuk senyuman tipis melihat punggung Auris yang tertutup selimut.
Sekarang pukul 2 siang. Dan kegiatan mereka baru selesai setengah jam yang lalu. Auris yang saat itu benar-benar lelah langsung tertidur begitu saja.
Aldrick berjalan menuju balkon dan merokok sebentar. setelah menghabiskan satu batang rokok, ia kembali ke dalam menuju kamar mandi. membersihkan tubuhnya yang terasa lengket dan bersiap menuju ke kantor.
Hampir setengah jam, Aldrick sudah selesai dengan semua persiapannya. Kemeja putih dengan jas hitam yang membuatnya terlihat sangat tampan dan gagah. Ditambah dengan ekspresi datar di wajahnya, Aldrick benar-benar mempesona.
Cup
Aldrick mengecup singkat kening Auris. "Tidur yang nyenyak honey," bisik Aldrick pelan. Setelah itu ia pun keluar dari kamar menemui Marshall yang sudah menunggunya di ruang tamu.
Saat itu juga Marshall langsung berdiri ketika melihat Aldrick turun.
Aldrick memanggil salah seorang pelayan untuk menghadapnya. "Jika nyonya mencari, katakan saya berada di kantor."
"Dimengerti tuan."
Aldrick mengangguk kemudian berjalan diikuti Marshall di belakangnya. Ketika berada di dekat mobil, Marshall segera berjalan cepat dan membukakan pintu untuk Aldrick.
Setelah memastikan Aldrick naik, Marshall masuk ke tempat kemudi dan menjalankan mobilnya menjauh dari kediaman Alessandro.
" Bagaimana konferensi pers-nya?"
"Semua berjalan sesuai rencana tuan. Wartawan yang kita bayar sudah menyebarkan berita sesuai dengan konferensi pers itu. Nyonya Ariana sangat senang karena mengira jika mereka percaya dengan apa yang disampaikan oleh Reynold."
Aldrick tersenyum miring mendengar hal itu, "Lakukan tugas selanjutnya. Ah, jangan lupa buat sedikit kekacauan pada saat pelantikan Reynold."
"Dimengerti tuan."
Aldrick kembali menyeringai. Semuanya berjalan sesuai rencanya. Berita buruk, Wartawan dan konferensi pers itu juga rencananya. Dengan begitu Reynold dan Caramel akan mengira jika mereka sudah menang kembali dan bebas dari berita buruk.
"Siapapun yang pernah menyakiti Auris tidak akan ku lepaskan, termasuk Alex bajingan itu!"
*****
Zanna kembali ke Dirgantara Group tanpa Alex. Sesampainya di sana, tanpa di minta Oman kang datang dan membukakan pintu mobil Zanna dan mempersilahkan Zanna keluar.
Oman mengikuti setiap langkah Zanna sampai ke ruangan. "Semua laporan yang anda minta sudah saya siapkan nyonya."
Zanna mengangguk. Ia menyuruh Oman pergi sementara ia akan memeriksa setiap laporan yang belum sempat ia lihat.
Kening Zanna mengerut melihat sebuah berkas kepemilikan saham atas nama Auris. "Sejak kapan Auris memiliki saham di sini? Bukannya Alex sama sekali tidak memberikan saham sepersen pun padanya?"
Zanna membolak-balikkan berkas itu. Membaca setiap kali amat dengan teliti tanpa tertinggal satu pun. Ia menghela napas lelah melihat tanda tangan Alex di sana. "Apa-apaan ini? Dia menandatangani tanpa sepengetahuan ku?! Pria itu!"
Zanna menyandarkan kepalanya di kursi. Memejamkan matanya sejenak menenangkan pikirannya yang kacau. "Huh, tenang zanna. Tidak masalah, setidaknya pemilik saham itu masih Auris. Jika perusahaan ini jatuh ke tangannya, itu lebih baik dari pada harus di tangan Alex."
Ada sedikit perasaan lega do hatinya ketika mengetahui pemilik saham terbesar itu adalah Auris. Zanna tidak perlu terlalu khawatir akan masalah perusahaan.
Zanna mengambil HP miliknya dan menghubungi Oman, "Bawa Darren dan Zendra ke hadapan saya sekarang."
"Dimengerti nyonya."
Zanna mengetuk-ngetuk meja kerjanya sambil menunggu anak-anaknya datang menghadapnya. Tidak lama kemudian pintu terbuka menampilkan Darren dan Zendra yang datang sambil menunduk dan menatap takut ke arah Zanna.
"Duduk," titah Zanna.
Darren dan Zendra duduk bersebelahan dan berhadapan dengan Zanna.
"Jadi?" Zanna memberikan sebuah berkas ke hadapan dua anaknya itu. "Apa maksudnya ini?"
Darren dan Zendra saling tatap kemudian Darren mengambil dan membuka berkas itu. Darren terdiam melihat isi berkas di tangannya. "Ini benar ma. Memang aku yang melakukannya."
"Kenapa?"
"Aku-."
"Kakak melakukannya karena aku ma. Dia melakukan itu untuk pengobatanku agar aku terbebas dari obat-obatan terlarang itu. Mama bisa memarahiku, tapi jangan memarahi kakak. Aku lah yang bersalah dalam hal ini." Zendra menatap Zanna sambil tersenyum tipis.
Zanna bangkit dari kursinya. Dengan ekspresi datar ia berjalan menghampiri kedua putranya dan,
Grep
"Maafkan mama nak," bisik Zanna sambil memeluk kedua putranya.
Hal itu membuat Darren dan Zendra langsung bangkit dan memeluk Zanna erat. Ketiganya saling berpelukan erat seakan sangat merindu.
"Zendra minta maaf ma. Zendra frustasi dengan dengan semuanya. Rasa bersalah akan Auris terus menghantui Zendra sampai sekarang."
Zanna melepas pelukannya dan menangkup pipi Zendra, "Ini juga salah mama sayang. Salah mama yang malah membiarkan papa kalian berbuat bejat seperti itu. Maafkan mama."
"Mama tidak marah pada kalian. Mama hanya kecewa kenapa kalian menyembunyikan hal sebesar ini dari mama. Tapi sudahlah, untuk sekarang saatnya kita berusaha memperbaiki semuanya. Biarpun sulit, mama yakin kita bisa."
"Tapi apa Auris mau memaafkan kita mama? Perlakuan kita padanya sudah diluar batas. Bahkan rasanya aku malu bertemu pada adikku itu," balas Darren tersenyum tipis.
Zanna tersenyum. Ia membawa kedua putranya untuk duduk di sofa yang berada di ruangannya itu. Kedua tangannya menggenggam Masing-masing tangan mereka. "Mungkin memang sulit, tapi kita harus bisa. Sebagaimana Auris yang tetap bertahan saat diperlakukan seperti itu."
"Jangan lupakan bajingan itu ma, Rasanya aku malu mengakuinya sebagai ayahku," celetuk Zendra jengah. Sungguh ia benar-benar muak dengan kelakuan Alex, apalagi setelah mengetahui sesuatu yang membuatnya jijik pada ayahnya itu.
*****
biar gak mikir berat... 😉😉
/Plusone//Coffee/