Seorang Ceo muda karismatik, Stevano Dean Anggara patah hati karena pujaan hatinya sewaktu SMA menikah dengan pria lain.
Kesedihan yang mendalam membuatnya menjadi sosok yang mudah marah dan sering melampiaskan kekesalan pada sekretaris pribadinya yang baru, Yuna.
Yuna menggantikan kakaknya untuk menjadi sekretaris Vano karena kakaknya yang terluka.
Berbagai macam perlakuan tidak menyenangkan dari bos nya di tambah kata-**** ***** sering Yuna dapatkan dari Vano.
Selain itu situasi yang membuat dirinya harus menikah dengan Vano menjadi mimpi terburuk nya.
Akankah Vano dan Yuna bisa menerima pernikahan mereka?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Kim Yuna, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 12
"Kak! Kak Alden !" Alden yang baru saja selesai terapi dari rumah sakit melangkah mendekat sambil dibantu ibunya.
"Apaan sih dek, emang ini hutan kamu teriak-teriak."
"Iya kenapa nak? apa nggak bisa pelan bicaranya." .... ikut menegur, tidak biasanya anaknya ngereog begini, pasti ada sebab nya.
"Kak, kapan kakak sembuhnya sih, Yuna udah nggak kuat."
"Gaya mu gak kuat, baru beberapa bulan."
"Oh my god, sumpah deh besok kakak masuk kerja ya, aku mau berhenti. Aku nyerah Kak." Alden terkekeh melihat kelebayan adiknya. "Susah kan cari duit makanya kamu harus lebih menghargai uang sekarang."
"Ih kakak, please lah." Alden tersenyum lagi lalu mengusap surai Yuna dengan jemarinya. "Sabar yah, palingan dua bulan lagi."
"What! Are you kidding me kak!"
"Lebay."
"Ih kakak! pokoknya aku marah!" Yuna melangkah menuju kamar nya sambil terus menggerutu.
"Hah anak itu ..."
"Biarkan Al, biar Yuna tau kalau mencari uang tidak mudah, sekalian cari pengalaman juga."
"Iya ma, maksud aku juga gitu, hah gak nyangka Yuna udah semakin dewasa."
"Iya, apa kamu tau sekarang adik kamu dekat dengan siapa Al?"
"Ngga tau ma,"
"Kadang mama pusing mikirin adik kamu. Kamu sendiri dekat sama siapa?"
"Aku mah gampang ma, Yuna aja dulu, aku belakangan.:
"Ya Tuhan, semoga anak-anakku lekas menemukan kebahagiaan mereka masing-masing. "Doa .... tulus sambil mengangkat tangannya.
"Aamiin."
***
Stevani tampil cantik dengan baju seragamnya yang berwarna peach, kedua anaknya juga tampil menggemaskan, kedua anak Vani yang menjadi pendamping nanti saat resepsi dan itu keinginan siapa kalau bukan keinginan ibu Devan, mertuanya Vani. Stevani sedikit malu namun Juwita paham dan mengiyakannya saja.
Stevani menggandeng Juwita yang hari ini seperti bidadari yang turun dari kayangan membuat semua orang yang hadir di akad gadis itu terpana. Rayyan bahkan tak bisa menutup mulutnya sendiri.
Juwita terus menundukkan kepalanya, jujur ia deg-degan karna sebentar lagi ia akan mengarungi kehidupan yang sebenarnya bersama dengan orang pilihannya.
Orang tua Juwita tersenyum bangga menyambut para tamu undangan di depan pintu yang kebanyakan adalah orang penting dari pemerintahan dan juga pengusaha.
Acara pun dimulai dengan doa dan sambutan, sampai tiba acara yang di tunggu yakni pengucapan ijab kobul, Rayyan menjabat tangan Ayah Juwita dan mengucapkan ijab dalam bahasa Arab dengan lantang dan tegas. Begitu kata sah bertema semua orang langsung mengucapkan hamdalah.
Juwita menangis terharu karna akhirnya ia melepas masa lajangnya. Ia menatap Vani dan tersenyum manis, Stevani juga sangat terharu. Meski Juwita tidak menjadi iparnya ia tetap bahagia dengan pernikahan sahabatnya itu.
Tes.
"Selamat tinggal my honey." Vano melihatnya dari kejauhan, ia tidak sekuat itu mendekat dan mengucapkan selamat. Hatinya sakit sekarang, namun melihat senyum lebar yang Juwita perlihatkan ia ikut tersenyum meski perih ia rasakan.
"Semoga kamu bahagia." Yuna yang berdiri di samping Tuan nya hanya bisa mengusap punggung tuannya. "Sabar Tuan, itu namanya belum jodoh."
"Ya belum. Aku akan menunggu dia jadi janda." Ujar Vano dengan tawa getirnya, menghibur diri sendiri. Yuna hanya diam.
"Anda tidak mau mendekat?"
"Aku tidak kuat."
"Cih cengeng, dasar anak kecil!" Vano melotot menatap tajam Yuna yang berani mengatainya cengeng tentu saja ia tidak terima.
"Ayo! kita kesana!"
"Gitu dong Tuan, baru gentle." dalam hati Yuna puas sekali, ia ingin melihat Tuan pemarah nya itu menderita karena selama ini sudah membuat dirinya kesal.
"Ayo!"
"Iya Ayo!"
"Lingkar kan tanganmu di tanganku bodoh!" maki Vano pada Yuna sekretarisnya yang hari ini juga tampil cantik dan berkelas. Sudah mirip para sosialita dari kelas atas. Tak sia-sia ia membayar mahal malam ini.
"Emang harus Tuan?"
"Iya lah, kau kan pasanganku malam ini! dasar bodoh!"
"Saya pintar."
"Sudahlah cepat!" Dengan enggan Yuna melingkarkan tangan mungil nya ke tangan Vano. Mereka masuk dan langsung menjadi pusat perhatian semua orang, banyak yang menatap penuh minat pada Vano, mereka bertanya-tanya siapa pria tampan ini. Juwita melihat itu, ia tersenyum lega karena Vano datang ke pernikahannya.
"Aw, Tuan gaun saya! Jangan diinjek!"
"Makannya jalan yang benar bodoh!" Yuna sungguh ingin marah dalam beberapa jam ini sudah beberapa kalo Vano mengatainya. Bukannya maklum pria itu terus saja menyalahkannya, wajar saja sehari-hari Yuna tidak pernah memakai high heels, ini yang pertama kali, jadi sejak tadi Yuna hampir jatuh terus.
"Selamat atas pernikahan kalian." ucap Vano dingin sambil menjabat tangan Rayyan.
"Ya sama-sama. Terima kasih sudah menyempatkan waktu." Juwita mengatupkan tangan di dada sambil tersenyum tipis ke arah Vano lalu langsung menunduk. Hatinya sedikit nyeri melihat Vano menggandeng wanita lain, tapi ia ikut senang karena perempuan di samping Vano juga kelihatan baik.
"Hm, sayang bilang sesuatu dong!" Vano merangkul Yuna dan merapatkan tubuh mereka karena gadis itu malah diam saja seperti orang bodoh.
"Eh iya selamat atas pernikahannya untuk mbak Juwita dan Mas Rayyan ..." Ujar Yuna sembari tersenyum manis. Juwita tersenyum, ia menyambut uluran tangan Yuna.
Vano tak bisa mengalihkan tatapannya dari Juwita yang hari ini sangat cantik, ia tersadar setelah mendapatkan cubitan maut dari Yuna kalau mereka harus segera turun dan bergantian dengan tamu yang lain yang ingin bersamaan juga.
"Hareudang banget yah Tuan..." ledek Yuna sambil terkekeh-kekeh. Vano melengos, jujur emang hatinya terbakar saat ini. Ia menarik Yuna menuju stand minuman dan minum segelas air dengan rakus.
"Udah kali Tuan, move on." Yuna masih saja tertawa di atas penderitaan Vano.
"Kau tau apa!"
"Ya saya memang tidak tau apa-apa sih."
"DIAM!"
"Ups, oke. Saya mau makan ya Tuan, Tuan ikut?"
"Tidak usah, pergi sana!"
"Ga usah marah kali Tuan, wkwkwk."
Vano ingin sekali melempar sepatunya namun ia masih waras ada di keramaian.
***
"Ayo Yuna! kita harus pergi!"
"Yaelah baru makan dikit Tuan."
"Dasar maruk!"
"Maruk darimana sih? bukannya itu buat tamu?"
"Diam Yuna! bicara lagi saya gantung kamu!"
Yuna langsung menutup mulutnya, dasar anak kecil, kalau marah mengerikan juga.
"Ini kita langsung pulang gak sih Tuan?"
"Kau tidak lihat ini jam berapa?"
"Baru jam sembilan malam, emangnya kenapa?"
"Ya saya capek Yuna!"
"Ya terus? saya kan bisa gantian nyetir."
"Sudahlah saya capek ngomong sama kamu." Vano menarik Yuna menuju mobil dan melajukan mobilnya menuju hotel terdekat, ia tidak menginap di rumah kakek dan neneknya. Malas saja jika mereka bertanya tentang Yuna ini siapa. Ia malas menjelaskan. Lebih buruk lagi kalau nanti malah ia di jodoh-jodohkan nanti, itu sungguh memuakkan. Begitu sampai di hotel, Vano di kejutkan dengan kehadiran adiknya Stevani dan Riana.
"Loh kok ada di sini?"
...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...
...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...
...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...