Tuan Muda Arogan
Stevanno Dean Anggara, seorang laki-laki berusia 23 tahun. Seorang Direktur di perusahaan milik keluarganya. Memiliki postur tubuh yang gagah, hidung mancung, alis tebal, kulit putih dan wajah rupawan. Anak pertama dari pasangan Wira Anggara dan Wita Adiwiyata.
Stevanno yang sering di sapa dengan Vano itu sangat mirip sekali dengan Wira sewaktu muda dulu. Sedangkan saudari kembarnya Stevani Dea Anggara juga tumbuh menjadi gadis cantik penuh pesona. Dia bahkan sudah menikah dengan sahabat Vano, Devan dan memiliki sepasang anak kembar yang lucu-lucu.
Pasangan konglomerat itu pun juga mengangkat seorang putri, Riana Dewi Anggara. Gadis berpenampilan tomboy tapi memiliki paras cantik itu selalu memakai celana jeans dan kemeja kedodoran.
"Pagi semuanya!" Sapa Vano pada semua orang yang sudah berkumpul di meja makan.
"Pagi Nak." Wita tersenyum cerah sambil menyendok nasi dan lauk ke arah piring.
"Aduh sakit kepala kakek, ..." Ucap Wira pada cucu pertama nya yang suka sekali menjambak rambut putih kakek nya.
"Gendong, opa!" Wira tersenyum menggendong ..., ia menggendong kedua cucu nya di kanan dan di kiri lalu menuruni tangga menuju ruang makan. Sheril dan Axel anak kembar dari Stevanny dan Devan yang baru berusia 3 tahun memang selalu manja pada pria itu.
"Pa sini pah." Vani khawatir pinggang ayahnya sakit karena terus menggendong anaknya.
"Ngga papa."
"Sheril, Axel jangan minta gendong Opa terus dong! Kasihan Opa." Omelnya sambil berkacak pinggang kepada dua bocil itu. Namun mereka hanya tertawa dan menganggap angin lalu ucapan ibu mereka.
"Sudah, sudah. Ayo kita sarapan."
Setelah nya semua makan dengan tenang kecuali Stevanny tentu saja karena selalu ada drama dengan kedua bocilnya. "Ih bunda. Mau nya telor ceplok!" Axel menutup mulutnya karena menolak di suapi makan ayam goreng.
"Makan atau gak usah makan sekalian!"
"Bunda galak!"
"Makannya nurut atau kamu mau mainan kamu bunda buang! Mau?"
"Jangan, huaaaa." Hilang sudah ketenangan di meja makan karena Axel yang menangis keras.
"Kamu jangan galak-galak kenapa sih dek." Tegur Vano karena kasihan pada keponakannya yang muka nya sampai merah begitu.
"Kalau di manja Axel gak akan berubah kak."
"Ya namanya juga anak kecil."
"Tau tuh, jangan galak-galak kenapa sih yang." Devan ikut bersuara.
"Diam kamu!" Devan langsung kicep. Vani menggendong Axel dan menenangkan nya sementara Sheril sendiri duduk anteng sambil di suapi makan oleh Ayahnya. "Lagi! Pakai itan, Opa."
"Iya,... ini ikannya sayang. A."
"Opa, itan-itan apa yang besal sekali?"
"Apa ya? Ikan hiu?" Tebak Wira asal.
"Butan Opa." Ujar Sheryl kesal sambil memajukan bibir nya lima centi.
"Terus apa dong!"
"Itan dugong!"
Hahahaha..
Semua orang tertawa mendengar celotehan Sheryl yang ada ada saja celotehan setiap harinya.
"Opa-Opa! Kata Ayah bunda besal sepelti dugong."
"Apa? Hahaaa." Wira tertawa terbahak-bahak sedangkan Vany mukanya sudah merah padam, semenjak melahirkan badan nya memang berubah melar. Apalagi ia memberikan asi eklusif untuk kedua buah hatinya.
Uhuk.
Devan yang asik makan sampai tersedak.
"Ih Sheryl kapan Ayah bilang begitu. Jangan fitnah Ih, nggak sayang. Kamu seksi kok." Devan menatap istrinya yang sudah mirip banteng, hidung nya kembang kempis.
"Nanti malam tidur di luar!" Ujar Vani dingin di telinga Devan. "Ih ayang, bercanda ya ampun."
"Rasain lo." Vano puas melihat wajah tersiksa Devan.
Vano melirik jam di pergelangan tangan lalu beranjak dari kursi dan berangkat ke kantor.
"Kakak ipar tunggu!"
"Makannya jangan lelet." Devan mencium Vani singkat lalu kabur sebelum kena semprot. Vani malu sekali namun salah nya sendiri mau menikah dengan pria sinting seperti Devan.
"Lucu banget mantu papa."
"Ih, kok aku nyesel yah pa."
"Hust jangan bilang begitu nak."
Vani menyuapi Axel kembali setelah balita itu berhenti menangis.
"Tinggal Riana nih kapan bawa calon mantu papa." Riana berdehem lalu menyelesaikan makannya dengan cepat. "Rian berangkat pa, ada janji sama teman."
"Ih Riana mah gitu menghindar terus ya."
"Iyah nih, padahal papa pengen banget liat temen yang deket sama anak papa ini."
"Apaan sih, pa." Riana malu, gadis itu lekas menyalami tangan Wira dan Wita bergantian lalu pergi ke luar rumah.
***
Vano masuk ke gedung kantornya dan langsung di sibukkan dengan berkas-berkas. Tidak sampai setengah jam dia pergi keluar untuk rapat, lalu ke pertemuan penting dan rapat lagi selalu seperti itu. Tiada hari tanpa pembahasan bisnis yang membuat usaha peninggalan kakeknya ini semakin maju.
"Aarghh pegal sekali."
Vano menyadarkan kepalanya dan menatap langit-langit ruangannya.
Tok!
Tok!
Tok!
"Woy kakak ipar ada berita hot."
"Ada apa? Lo ya adik ipar, bukannya kerja yang bener." Persetan dengan pekerjaan. Devan langsung memperlihatkan chat di grup SMA mereka, ia tahu Vano pasti tidak punya waktu untuk sekedar membuka grup mengingat jadwal pria itu sudah mengalahkan presiden oleh karena itu ia berbaik hati memberitahu. Rahang Vano mengeras, kedua tangan nya mengepal di bawah meja.
"Ini maksudnya apa?"
"Sabar Van, mungkin Juwita bukan jodoh lo."
Bagaimana mungkin.
Kemarin semuanya masih baik-baik saja.
Ia masih melihat gadis nya sendirian, kenapa tiba-tiba ada undangan pernikahan yang tersebar?
"Van.."
"Tinggalin gue sendiri." Devan menghela nafas berat, ia tau ini pasti berat sekali untuk Vano.
"Vano."
"Pergi Devan!"
"Oke, tapi jika lo butuh teman cerita, panggil gue." Devan menepuk bahu Vano lalu melangkah keluar ruangan.
Vano membalikkan badan, bahu nya bergetar dan air matanya mulai turun dari netranya yang setajam elang. Memandang gedung pencakar langit dari jendela kantor dengan pandangan kosong, hatinya seperti di iris iris. Niatnya minggu depan ia ingin pulang ke bandung, sekalian pedekate lagi dengan pujaan hatinya, namun malah ini yang ia dapatkan. Surat pernikahan dari Juwita nya dan Reno. Vano menangis tanpa suara, hatinya sedang tidak baik-baik saja, ternyata ia begitu mencintai Juwita dan sekarang cinta itu menjadi luka terhebat dalam hidupnya.
"Aarrgghh, bangsat!!!!" Vano berbalik dan menghancurkan barang-barang yang ada di ruangan nya hingga tak berbentuk. Pria yang kini berusia 25 tahun sudah menduduki kursi direktur utama menggantikan sang ayah itu merasa dunianya hancur, luluh lantak hingga tak bersisa.
"Juwita!!" Teriaknya frustasi sambil menjambak rambutnya yang sudah memanjang hingga menyentuh daun telinga. Ini tak bisa di biarkan! Gadis itu miliknya! Juwita itu jodohnya. "Haruskah ku culik saja" monolog Vano sambil tersenyum miring. "Ya seperti nya itu tidak buruk.
Vano merogoh ponselnya menelpon sekretaris agar segera menyiapkan keberangkatan nya pergi ke bandung.
"Tuan, tidak bisa. Anda ada meeting setelah ini." Tutur Yuna lembut. Wanita yang kelihatan elegan dan cantik dengan rambut sanggulnya sudah terbiasa menghadapi sikap temperamen Stevano Dean Anggara. Pewaris satu-satu nya Anggara Company yang kini semakin maju pesat di bawah kendali pria itu.
"Kau! Tidak bisakah berhenti mengaturku! Aku mau ke Bandung sekarang!" Sentak Vano membuat Yuna sedikit terkesiap.
"Tidak Tuan, kalau anda nekat saya laporkan pada Tuan Wira."
Bukan sekali dua kali Vano menghilang saat meeting penting. Pria itu kerap melakukannya hanya untuk hal ini, pergi ke kota kembang untuk mengamati gadis berhijab itu dari kejauhan, bukan karena tidak berani mendekat. Karena Vano menghargai profesi gadis itu sebagai Ustadzah. Vano paham betul jika Juwita tidak akan pernah mau menemuinya. Oleh karena itu, yang bisa dia lakukan adalah mengamati gadis pujaannya dari kejauhan. Ia selalu melihat Juwita sendirian, tak di sangka jika gadis itu telah menjalin hubungan dengan Reno. Dan bahkan sudah menyebar undangan, sial!
"Kau! Berani mengancam ku?" Tunjuk pada muka Vano yang menurutnya menyebalkan.
"Ini, sudah tugas saya, Tuan. Ingat! Tugas saya adalah memastikan agar Tuan ada di ruang meeting siang ini. Dan jangan lupa Ayah anda juga yang sudah memberikan kewenangan penuh pada saya kalau anda berbuat salah."
"Salah?"
"Aku cuman ingin ke bandung, salahnya dimana?"
"Masih ada di lain waktu, Tuan. Tuan sudah di tunggu, silahkan." Vano muak! Muak sekali dengan anak Om Dypta yang sok ini! Andai bukan menghormati orang tua nya itu pasti ia sudah menendangnya.
Sial!
"Mari Tuan." Yuna mempersilahkan Vano berjalan lebih dulu. Ia mengikuti dua langkah dari belakang dan memastikan agar Tuan nya tidak kabur lagi seperti tempo hari.
...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...
...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...
...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...
...Visual as Stevanno dan Stevanny...

...Visual as Yuna...

...Visual as Riana Dewi Anggara...

...Visual As Juwita...

***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Comments
atik
gambar Visual nya kok gak bisa kebuka ya d hp ku thor, sayang banget padahal lagi penasaran sama wajah2 mereka
2024-11-11
1