Karena tidak ingin menyakiti hati sang mama, Garren terpaksa menikahi gadis pilihan mamanya.
Namun baru 24 jam setelah menikah Garren mengajukan perceraian pada istrinya.
Tapi perceraian mereka ada sedikit kendala dan baru bisa diproses 30 hari kedepan.
Bagaimanakah kisahnya? Apakah mereka akan jadi bercerai atau malah sebaliknya?
Penasaran? Baca yuk! Mungkin bisa menghibur.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Pa'tam, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Episode dua satu.
Semua proses sudah selesai, mereka sengaja tidak mengundang orang lain. Hanya keluarga inti saja.
Garren kemudian berbisik pada istrinya. "Sayang aku lapar, dari semalam tidak makan."
"Kenapa gak makan, Mas? Emang pelayan tidak masak? Atau Mas tidak makan di restoran?"
"Aku tidak berselera untuk makan," jawab Garren pelan. Namun masih didengar oleh mereka.
Mereka hanya tertawa, bukan malah kasihan pada Garren. Septy akhirnya berganti pakaian dan setelah itu langsung ke dapur.
Pak penghulu sudah pamit sejak tadi, karena semua sudah selesai dan juga mendapatkan bayaran yang lumayan besar dari keluarga kaya raya.
"Nak, ada makanan sisa tadi, mungkin suamimu mau," kata Diva.
"Baik Oma," jawab Septy. Justru Garren menolak, ia minta makanan yang dimasak oleh Septy.
"Nih anak ngelunjak kamu ya?" Lita menjewer telinga putranya.
Meskipun tidak kuat, namun Garren menjerit kesakitan seolah dirinya teraniaya.
"Sayang, jangan terlalu kepada anak kita," tegur Carel. Lita pun melepaskan nya.
"Habisnya bikin kesel, hubby," rungut Lita.
Garren duduk dikursi meja makan menunggu Septy sedang memasak. Masak yang ringkas saja, karena suaminya sudah kelaparan.
"Perasaan kita gak gitu-gitu amat," kata Kenneth.
"Gengsi di gedein sih." Austin menimpali. Ia tidak sadar jika dirinya juga seperti itu. Bedanya ia gengsi nya belum menikah.
Akhirnya Austin dibully habis-habisan karena perkataan nya sendiri. Aldebaran tidak ikut campur, jika ia bicara maka dia juga terkena imbasnya.
"Sebenarnya siapa sih raja nya gengsi?" tanya Kenneth.
Semua mata tertuju pada Ray yang sedang duduk disamping Nadine. Nadine juga melirik suaminya.
Merasa akan diintimidasi, Ray segera berpindah ke tempat lain. Ia tidak ingin menjadi bulan-bulanan keluarganya.
Sementara Garren sudah tidak peduli lagi dengan mereka, ia hanya makan dengan lahap.
"Om, lapar apa rakus sih?" tanya Carla.
"Jangan ngomong begitu, Om kalian ini baru habis berjuang. Itu sebabnya ia sangat lapar," ejek Arthur.
Setelah selesai makan Garren pun menghampiri istrinya yang sedang mencuci alat-alat memasaknya.
"Terima kasih sayang, jalan-jalan yuk!" ajak Garren dengan berbisik.
"Tapi ini lagi kumpul keluarga, Mas. Gak enak dong sama mereka."
"Mereka akan mengerti kok!" Garren kemudian menarik pelan tangan Septy, kemudian mereka pamit kepada semua orang.
Garren malah menjadi ejekan para saudara-saudaranya. Dan mengatakan jika Garren sudah tidak sabaran. Garren tidak peduli lalu pergi bersama Septy.
Septy hanya mengikuti saja kemana Garren membawanya? Ia juga tidak bertanya lebih lanjut lagi.
Namun saat dalam perjalanan, Septy merasa arah yang mereka tuju berbeda. Dan sudah sangat Septy kenal.
"Mas, kok kamu tahu tempat ini?"
Garren tidak menjawab, ia hanya menjalankan mobilnya menuju lokasi tersebut. Hingga mereka tiba ditempat itu.
Garren membuka pintu mobil untuk Septy dan mengajak Septy keluar dari mobil. Septy sedikit bingung, karena tidak mendapati siapa-siapa.
Septy menoleh ke suaminya saat melihat rumah panti sudah berubah dan hampir siap di bangun.
"Mas ini ...?"
Garren mengangguk. "Aku lihat tempat tinggal mereka sepertinya sudah tidak layak. Tadinya aku ingin membawamu setelah semuanya selesai. Tapi aku sudah tidak sabar lagi."
Septy memeluk Garren dan menangis, Garren pun membalas pelukan tersebut. Septy tidak bisa berkata apa-apa untuk mengungkapkan perasaannya.
Semua emosinya ia ia lampiaskan melalui airmata. Karena perasaannya saat ini sedang campur aduk.
Kemudian Garren mengajak Septy ke pembangunan sekolah yang tidak terlalu jauh dari tempat itu.
Lagi-lagi Septy menangis, ia merasa terharu dengan semua ini. "Terima kasih Mas, terima kasih."
"Ada imbalannya loh," kata Garren. Septy menatap Garren dengan seksama. Kemudian Garren membisikkan sesuatu yang membuat Septy merona dan tersipu.
Setelah melihat-lihat, Garren pun mengajak Septy untuk pulang. Septy sebenarnya sejak tadi ingin bertanya.
Karena ia tidak melihat Bu Sum dan anak-anak. Garren yang mengerti pun mengatakan jika mereka untuk sementara ditempatkan di suatu tempat.
Dan bila semuanya sudah selesai, barulah mereka dipindahkan kembali ke tempat semula.
Septy merasa sangat bersyukur, keputusan nya menerima pernikahan ini ternyata adalah pilihan yang tepat.
Meskipun pada awalnya tidak ada cinta dari suaminya. Dan dirinya sendiri hanya untuk sekedar balas budi.
Namun kesabaran dan kebaikan hati Septy mampu meluluhkan sikap dingin Garren. Tapi seandainya Garren memperlakukan dengan tidak baik. Mungkin Septy akan menyerah.
Beruntung keluarga Henderson tidak ada yang seperti itu, mereka sangat menghargai istri mereka. Dan tidak pernah main tangan dan sebagainya.
"Ada yang ingin kamu beli?" tanya Garren. Septy yang sempat melamun pun menoleh, kemudian menggeleng.
"Ah iya, aku ingin beli pembalut. Stok pembalut ku sudah habis."
Garren menghela nafas berat. Baru saja ia happy-happy. Sekarang malah sudah berurusan dengan benda itu.
"Sabar ya Mas, semua itu sudah takdir kami sebagai wanita."
Garren tersenyum lalu mengangguk, sabar adalah jalan terbaik. Lagipula mereka belum pernah berhubungan sejauh itu.
Garren pun melajukan mobilnya menuju mall. Setelah tiba di mall, Garren memarkirkan mobilnya diparkiran bawah tanah.
Garren menggandeng tangan Septy memasuki lift. Dan menekan angka ke lantai dua.
Septy yang tidak ingin berlama-lama pun langsung menuju ketempat yang ingin dibelinya.
Namun Garren segera menarik Septy dan mengajaknya berbelanja lainnya terlebih dahulu.
Garren membawa Septy ke toko tas, padahal tas Septy yang ada pun belum ia gunakan. Septy benar-benar tidak mengerti jalan pikiran orang-orang kaya.
Namun ia hanya mengikuti saja keinginan suaminya itu. Dan merekapun masuk kedalam toko tas tersebut.
"Pilihlah yang kamu inginkan," ucap Garren.
Septy mengangguk dan melihat-lihat tas yang semua terlihat bagus dimatanya. Sementara Garren hanya duduk di sofa toko tersebut.
Saat Septy hendak mengambil salah satu dari tas yang ada, sebuah tangan lebih dulu menyambar tas tersebut.
Hingga tangan Septy menggantung di udara. Kemudian Septy menarik tangannya kembali. Karena tidak ingin ribut, Septy pun hendak mencari tas yang lain.
"Eh kamu Septy, kan?" tanya Anindita.
Septy berbalik, tadinya ia belum ngeh jika itu adalah Anindita yang dulu terkenal sombong karena merasa dirinya anak orang kaya.
"Kamu Anin? Lama tidak bertemu." Septy dengan ramah menyapanya.
"Kamu yakin mampu beli tas disini? Kamu tahu harga tas disini?"
Septy menggeleng, karena ia belum melihat lebel harga yang tertera di tas tersebut. Septy hanya diajak kemari oleh suaminya.
"Kerja seumur hidup pun kamu tidak akan mampu beli, nih lihat!"
Septy tercengang melihat harganya. "Ratusan juta," batin Septy.
"Cewek miskin seperti kamu, mana mungkin mampu? Sana cari tas KW di pasar loak!"
Septy hanya tersenyum, ia tidak ingin menanggapi orang sombong. Jika Anindita tahu Septy adalah menantu keluarga Henderson, apa Anindita masih bisa sombong?
semngat thor..
itu sih yg aq tau dari ceramah nya UAS