seorang gadis kecil yang saat itu hendak pergi bersama orang tua ayah dan ibunya
namun kecelakaan merenggut nyawa mereka, dan anak itu meninggal sambil memeluk bonekanya
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Rika ananda, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
penyesalan Aminah terhadap boneka tersebut
Aminah menyesali keputusannya mengambil boneka itu dari sungai. Dia tak pernah menyangka Bruno, boneka yang tampak tak berbahaya itu, akan menjadi ancaman bagi dirinya dan Aisyah, anaknya. Suami Aminah bekerja jauh di perantauan, meninggalkan Aminah dan Aisyah berdua di rumah. Ketakutan kini menghantui mereka berdua.
Awalnya, Aminah tertarik pada boneka itu karena keindahannya. Boneka itu terdampar di tepi sungai, basah kuyup namun tetap mempesona dengan gaunnya yang lusuh namun elegan. Ada sesuatu yang membuatnya ingin menyelamatkan boneka itu dari nasibnya yang terombang-ambing di aliran sungai. Dia membawanya pulang, membersihkannya dengan hati-hati, dan meletakkannya di kamar Aisyah. Aisyah pun menyukainya, menganggap Bruno sebagai teman baru. Namun, beberapa hari kemudian, Aminah mulai merasakan keanehan. Bruno tampak bergerak sendiri, posisinya berubah-ubah, dan kadang terdengar suara bisikan samar dari arah kamar Aisyah. Awalnya dia mengabaikannya, menganggapnya sebagai halusinasi karena kelelahan. Tapi semakin hari, keanehan itu semakin nyata, hingga Aminah benar-benar ketakutan dan menyesali keputusannya mengambil boneka itu. Dia merasakan kehadiran yang jahat, dan mendapati Aisyah mulai bertingkah aneh, seolah-olah dipengaruhi oleh sesuatu. Ketakutan yang amat sangat menguasai Aminah, terutama karena dia sendirian bersama Aisyah.
Ketakutan Aminah bukan sekadar rasa takut biasa. Mula-mula, itu hanya firasat samar, seperti bulu kuduk yang berdiri ketika berada di dekat Bruno. Suhu di kamar Aisyah terasa lebih dingin dari biasanya, bahkan di siang hari yang terik. Bau anyir yang tak dikenal tercium samar-samar, seperti bau darah atau lumpur sungai tempat Bruno ditemukan. Aminah sering mendengar suara-suara aneh di malam hari; bisikan-bisikan yang tak bisa dimengerti, tawa kecil yang menyeramkan, dan bunyi gesekan kain yang seakan-akan Bruno sedang bergerak sendiri. Tidurnya tak pernah nyenyak, selalu dihantui mimpi buruk tentang Bruno yang menatapnya dengan mata kosong nan menyeramkan. Yang paling membuatnya ngeri adalah perasaan selalu diawasi; seakan-akan ada sepasang mata yang mengikuti setiap gerak-geriknya, bahkan ketika dia sedang memasak atau mengurus Aisyah. Perasaan itu semakin kuat ketika Aisyah mulai berbicara sendiri, menyebut nama "Bruno" dengan suara yang bukan seperti suara anak kecil biasanya, melainkan suara serak dan berat. Semua itu membuat Aminah yakin bahwa ada sesuatu yang jahat, sesuatu yang melekat pada Bruno, dan mengancam keselamatan dirinya dan Aisyah. Ketakutannya bukan hanya karena kesendiriannya, tetapi juga karena firasat kuat akan bahaya yang mengintai keluarganya.
Aminah mencoba berbagai cara untuk menyingkirkan Bruno. Pertama, dia mencoba membuangnya ke tempat sampah. Namun, pagi harinya, Bruno sudah kembali berada di kamar Aisyah. Dia kemudian mencoba membakarnya di halaman belakang, namun api seakan enggan membakar boneka itu; api hanya mengepulkan asap hitam pekat yang berbau busuk sebelum akhirnya padam. Aminah juga mencoba menenggelamkannya kembali ke sungai, berharap aliran sungai akan membawanya pergi selamanya. Namun, saat dia kembali ke rumah, Bruno sudah menunggu di tempat semula, seolah-olah menunggu kedatangannya. Setiap kali Aminah mencoba menyingkirkan Bruno, dia selalu gagal. Boneka itu selalu kembali, seakan-akan memiliki kekuatan supranatural yang membuatnya kebal terhadap upaya Aminah. Kegagalan demi kegagalan ini semakin memperkuat rasa takut dan putus asa Aminah. Dia merasa terperangkap dalam lingkaran setan, dan tak tahu lagi bagaimana cara untuk menyelamatkan dirinya dan Aisyah dari ancaman boneka mengerikan itu. Keberadaan Bruno menjadi momok yang tak bisa dihilangkan, bayangan gelap yang selalu menghantuinya.
Bau asap ketika Aminah mencoba membakar Bruno bukanlah bau asap biasa. Bau itu lebih mirip bau bangkai yang membusuk, menyengat dan menusuk hidung. Rasanya seperti bau daging yang lama terendam air, bercampur dengan bau tanah basah dan lumpur sungai. Bau itu begitu kuat, sampai-sampai Aminah merasa mual dan ingin muntah. Bau itu terasa mencekik, seakan-akan ada sesuatu yang jahat dan busuk sedang dibakar, bukan sekadar boneka kain. Bau itu juga meninggalkan bekas di pakaian Aminah dan di dinding rumah, seakan-akan bau itu menempel dan tak mau hilang. Aminah merasa bau itu adalah manifestasi dari kejahatan yang terkandung dalam Bruno, bau yang mengingatkannya pada kematian dan kehancuran. Bau itu menjadi simbol dari ketakutan dan ketidakberdayaannya, bau yang membuatnya semakin yakin bahwa Bruno bukan sekadar boneka biasa, melainkan sesuatu yang jauh lebih mengerikan.
Aminah tidak pernah mencium bau seperti itu sebelumnya. Bau itu sangat aneh dan menyeramkan, membuatnya merasa tidak nyaman dan ketakutan. Bau itu seolah-olah membawa kenangan buruk yang tak pernah dia ingat, namun terasa familiar dan mengerikan. Aminah merasa bau itu adalah sesuatu yang tidak wajar, sesuatu yang berasal dari dunia lain, sesuatu yang tidak seharusnya ada di dunia manusia. Bau itu menjadi tanda bagi Aminah bahwa Bruno bukan sekadar boneka biasa, melainkan sesuatu yang jahat dan berbahaya. Bau itu juga menjadi bukti bahwa Bruno memiliki kekuatan yang tidak bisa dia pahami, kekuatan yang membuatnya semakin takut dan putus asa.
Suasana di dalam kamar Aisyah terasa dingin dan mencekam. Aminah duduk di tepi ranjang, mengamati Aisyah yang asyik bermain dengan Bruno. Aisyah tertawa riang, namun tawa itu terdengar kosong dan menyeramkan di telinga Aminah.
"Aisyah, sayang, jangan main terlalu dekat dengan Bruno. Mama takut dia kotor," ujar Aminah, suaranya bergetar.
Aisyah melirik ibunya dengan tatapan kosong, "Bruno tidak kotor, Mama. Dia teman Aisyah."
"Ya, Mama tahu. Tapi Bruno itu boneka, dia tidak punya perasaan. Jangan bicara dengannya, Aisyah," kata Aminah, berusaha keras menahan rasa takutnya.
"Bruno bicara, Mama," jawab Aisyah dengan suara pelan, namun tegas.
Aminah tersentak, "Bicara? Siapa yang bicara, Aisyah?"
"Bruno bicara," ulang Aisyah, matanya tertuju pada boneka itu. "Bruno bilang Aisyah harus sayang sama dia. Bruno bilang Aisyah harus main sama dia terus."
Aminah merasakan hawa dingin merayap di sekujur tubuhnya. Dia mencoba untuk mengabaikannya, menganggapnya sebagai khayalan Aisyah. Namun, dia mendengar suara bisikan pelan dari arah Bruno.
"Sayang... Aisyah... main dengan Bruno... selamanya..."
Aminah tersentak kembali, kali ini dia yakin bahwa dia mendengarnya. Dia menoleh ke arah Bruno, namun tidak ada yang bergerak. Hanya boneka itu yang terdiam, menatapnya dengan mata kosong yang menyeramkan.
"Aisyah, jangan main sama Bruno lagi. Mama takut," ucap Aminah, suaranya bergetar.
"Bruno tidak mau ditinggal, Mama," jawab Aisyah, suaranya terdengar seperti suara orang dewasa, serak dan berat. "Bruno mau Aisyah main sama dia terus."
Aminah berdiri, menggendong Aisyah, dan menariknya menjauh dari Bruno. "Aisyah, kita pergi dari sini. Kita tidak boleh main sama Bruno lagi," kata Aminah, suaranya bergetar.
Aisyah meronta-ronta, "Tidak mau, Mama. Aisyah mau main sama Bruno."
"Tidak boleh, Aisyah. Bruno jahat!"
"Bruno tidak jahat. Bruno sayang Aisyah."
"Tidak, Aisyah. Bruno jahat. Mama takut. Mama takut!"
Aminah menggendong Aisyah keluar dari kamar, meninggalkan Bruno tergeletak di atas ranjang. Dia memeluk Aisyah erat-erat, berusaha untuk menenangkannya, namun rasa takutnya sendiri tak kunjung menghilang. Dia tahu bahwa dia harus menyingkirkan Bruno, namun dia tidak tahu bagaimana. Dia hanya bisa berharap bahwa dia bisa melindungi Aisyah dari ancaman boneka mengerikan itu.