Konsep Cerita:
Riku, seorang pemain bisbol berbakat, memulai perjalanannya dari turnamen tingkat SMA, mewakili Jepang di tim junior, hingga berkompetisi di Pacific League dan WBC. Dengan tekad dan kerja keras, ia membawa timnya meraih kemenangan gemilang, termasuk di ASEAN Games. Namun, seiring berjalannya waktu, Riku mulai merasakan panggilan baru: membimbing generasi berikutnya. Setelah berkarir gemilang sebagai pemain, Riku memilih untuk pensiun dan menjadi pelatih, berfokus pada pengembangan bakat muda. Dengan penuh kebanggaan, ia mengakhiri perjalanan panjangnya, menyaksikan warisan yang ditinggalkannya tumbuh berkembang dalam dunia bisbol, yang terus dihormati oleh para pemain dan penggemarnya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Xyro8978, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 2
Bab 2: Di Balik Phantom Pitch
Pertandingan latihan masih berlangsung dengan intensitas tinggi. Semua mata tertuju pada pitcher baru, Riku Asahina, yang berhasil mencuri perhatian dengan lemparan Phantom Pitch-nya. Kini, ia harus menghadapi pemukul terbaik tim, Haruto Kageyama, yang tidak akan menyerah begitu saja.
---
Pertarungan Sengit
Haruto kembali mengambil posisi di home plate. Ia mengayunkan tongkatnya ke belakang, memusatkan seluruh perhatian pada Riku. Suasana tegang menyelimuti lapangan. Pemain lain yang menonton di bangku cadangan menahan napas.
“Lemparkan lagi, Riku!” seru Haruto, suaranya penuh tantangan.
Riku berdiri di atas gundukan pitcher. Tatapannya tajam, fokus tertuju pada sarung tangan catcher. Ia memutar bola di tangannya, merasakan teksturnya sebelum melakukan lemparan. Dengan gerakan yang cepat dan halus, ia mengayunkan lengannya.
Woosh!
Bola meluncur seperti kilat, nyaris tak terlihat. Haruto, dengan refleksnya yang tajam, mengayunkan tongkatnya. Namun sekali lagi, ia hanya mengenai udara kosong.
“Strike dua!” teriak wasit.
Haruto menggeram pelan. Keringat mulai mengalir di dahinya, meski udara cukup dingin. “Apa-apaan bola itu?” pikirnya. Ia tidak bisa membaca lintasan bola, seolah-olah bola menghilang di tengah jalan.
Dari bangku cadangan, pemain lain mulai berbisik.
“Haruto tidak bisa memukulnya?”
“Anak baru ini benar-benar berbeda…”
Namun, Riku tetap tenang. Ia menarik napas dalam-dalam, mengumpulkan kembali fokusnya. Ia tahu lemparan berikutnya akan menjadi penentu.
---
Pukulan Haruto
Pada lemparan ketiga, Haruto menggenggam tongkatnya lebih erat. Ia memutuskan untuk mengubah strategi. Daripada mencoba membaca lintasan bola, ia akan mempercayai instingnya.
Riku melempar bola lagi. Kali ini, Haruto mengayunkan tongkatnya lebih awal.
Crack!
Suara kayu bertemu bola terdengar nyaring. Bola meluncur ke udara, tinggi dan jauh. Para pemain tim B langsung bergerak mengejar bola.
“Kejar!” teriak seseorang dari tim B.
Bola hampir mencapai pagar luar lapangan ketika Hiroto Yamazaki, pemain outfield tim B, melompat setinggi mungkin. Dengan satu tangan, ia berhasil menangkap bola sebelum melewati pagar.
“Out!” teriak wasit.
Suasana lapangan langsung riuh. Haruto berdiri di tempatnya, tertegun. Ia akhirnya memukul bola, tetapi pertahanan tim B berhasil menghentikannya.
Riku menghela napas lega. Ia tahu, lemparan Phantom Pitch-nya bukanlah senjata sempurna. Lawannya bisa beradaptasi jika diberi cukup waktu.
---
Diskusi di Bangku Cadangan
Setelah pertandingan latihan selesai, Riku duduk di bangku cadangan, menghapus keringat dari wajahnya. Meski tubuhnya lelah, ia merasa puas karena berhasil menunjukkan kemampuannya.
Haruto mendekatinya, membawa dua botol air mineral. Ia menyerahkan satu kepada Riku.
“Kau hebat,” kata Haruto sambil duduk di sampingnya. “Tapi lemparanmu punya kelemahan.”
Riku menoleh, sedikit terkejut. “Kelemahan?”
Haruto mengangguk. “Ya. Lemparan itu memang sulit dibaca, tapi jika lawan cukup sabar, mereka akan bisa memukulnya. Seperti yang kulakukan tadi.”
Riku terdiam sejenak. Ia tahu Haruto benar. Phantom Pitch-nya bukan teknik yang tak terkalahkan.
“Tapi aku harus akui,” lanjut Haruto, “kau membawa sesuatu yang belum pernah kami lihat sebelumnya. Tim ini butuh pitcher sepertimu.”
Kata-kata Haruto membuat Riku tersenyum kecil. Meski dia baru di tim ini, ia merasa mulai diterima.
---
Percakapan dengan Pelatih
Setelah pertandingan, pelatih Kenji Tsubaki memanggil Riku ke ruangannya. Ruangan itu kecil, dengan berbagai foto dan piala tim baseball Seikou yang kini dipenuhi debu.
“Riku,” kata Tsubaki sambil melipat tangan di dada. “Aku ingin tahu, dari mana kau belajar lemparan itu?”
Riku menunduk, merenung sejenak sebelum menjawab. “Aku mengembangkannya sendiri. Sejak kecil, aku selalu tertarik pada cara bola bergerak. Aku mencoba berbagai teknik sampai menemukan cara untuk membuat bola terlihat ‘menghilang’.”
Tsubaki mengangguk, terkesan dengan dedikasi Riku. “Kau punya potensi besar, Riku. Tapi ingat, baseball adalah permainan tim. Kemampuan individumu tidak akan cukup untuk membawa tim ini menang.”
“Aku mengerti, Pelatih,” jawab Riku.
“Bagus.” Tsubaki tersenyum tipis. “Latihan besok akan lebih berat. Bersiaplah.”
---
Masa Lalu yang Terungkap
Malam harinya, Riku duduk di balkon apartemen kecil tempat ia tinggal. Ia memandangi bola baseball yang ia bawa sejak kecil. Bola itu penuh dengan tanda-tanda usang, tetapi baginya, bola itu adalah pengingat akan masa lalu yang tak ingin ia lupakan.
“Riku!” Suara seorang anak kecil bergema di pikirannya. “Ayo main lagi!”
Bayangan wajah ceria seorang anak laki-laki muncul di benaknya. Anak itu adalah Ren, adiknya yang selalu bermain baseball dengannya. Namun, Ren sudah tiada karena kecelakaan yang terjadi dua tahun lalu.
“Ren,” bisik Riku pelan. “Aku akan mewujudkan mimpi kita. Aku akan menjadi pitcher terbaik dan membawa tim ini ke puncak.”
Dengan tekad baru, Riku mengepalkan tangan. Ia tahu jalannya tidak akan mudah, tetapi ia siap menghadapi segala rintangan.
---
Panggilan Menuju Turnamen
Keesokan harinya, saat latihan berlangsung, pelatih Tsubaki mengumumkan sesuatu yang mengejutkan.
“Perhatian semua!” serunya. “Turnamen regional akan dimulai dalam tiga minggu. Kita harus mempersiapkan diri untuk itu.”
Para pemain saling memandang dengan campuran antusiasme dan kekhawatiran. Mereka tahu bahwa tim ini belum pernah menang dalam turnamen selama lima tahun terakhir.
“Riku,” kata Tsubaki, menatap pitcher barunya. “Kau akan menjadi pitcher utama kita.”
Mendengar itu, semua pemain terdiam.
“Pelatih, apa tidak terlalu cepat?” tanya Haruto. “Dia baru saja bergabung.”
Tsubaki mengangguk. “Aku tahu, tapi kita butuh kejutan untuk mengalahkan tim-tim besar. Dan aku yakin Riku punya sesuatu yang bisa mengubah permainan.”
Riku merasa beban berat menimpanya, tetapi ia tidak mundur. “Aku tidak akan mengecewakan Anda, Pelatih,” katanya dengan yakin.