Sinopsis
Seorang antagonis dalam sebuah cerita atau kehidupan seseorang pasti akan selalu ada. Sama halnya dengan kisah percintaan antara Elvis dan Loretta. Quella menjadi seorang antagonis bercerita itu atau bisa dikatakan selalu menjadi pengganggu di hubungan mereka.
Di satu sisi yang lain Quella ternyata sudah memiliki seorang suami yang dikenal sebagai CEO dari Parvez Company.
Tentu sangatlah terkesan aneh mengingat status Quella yang ternyata sudah memiliki seorang suami tapi masih mengejar laki-laki lain.
•••••
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon lightfury799, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Chapter 24
Quella tersenyum lebar, mata berbinar saat ia memandang Elvis yang sedang mengikat tali sepatu roda. Udara segar di Happy Parz membuat pipi mereka merona, kegembiraan tak tersembunyi. Mereka berdua mulai meluncur di lintasan skating, tertawa lepas tanpa beban.
"Sudah lama sekali aku tidak merasakan angin yang berhembus lembut seperti ini," ucap Quella sambil berputar menikmati bermain sepatu rodanya.
Mungkin sudah sekitar lima tahun lamanya, Quella tidak menikamati betapa asiknya permainan sepatu roda lagi. Elvis yang menemaninya ikut tersenyum akan kegembiraan yang terpancar dari wajah Quella. Bahkan senyuman Quella begitu lebar sekali sekali. "Yah dan ini juga pertama kalinya aku melihat binar matamu yang menyala-nyala," gumam Elvis saat memperhatikan Quella.
Menikamati permainan sepatu roda sampai tidak terasa waktu begitu cepat berlalu. Setelah puas bermain sepatu roda, mereka beranjak ke wahana bumper car. Quella dan Elvis saling beradu mobil, teriakan dan tawa mereka bersahutan, mengisi ruang dengan suara ceria. Setiap benturan kecil membuat adrenalin mereka memuncak, senyum semakin lebar terukir di wajah keduanya.
Merasa akan kelelahan mulai terasa, namun Quella malah menarik tangan Elvis menuju roller coaster. "Aku ingin naik itu," tunjuk Quella pada roller coaster yang begitu menantang di depannya.
"Yakin," ucap Elvis meremehkan, pasalnya seingatnya Quella lumayan takut akan ketinggian.
"Iya aku mau, jadi ayo...," paksa Quella dan menarik tangan Elvis.
Tanpa bisa menolak lagi, Elvis menyanggupi permintaan Quella. Dengan berani, mereka menaiki wahana tersebut. Saat kereta mulai mendaki, jantung mereka berdegup kencang, namun tatapan mereka penuh dengan antusiasme.
"Aku suka ini...," teriak Quella, melupakan semua ketakutan dan beban berat yang dadanya rasakan.
Teriakan mereka bergema saat kereta meluncur dari ketinggian, rambut mereka terhempas angin, sensasi yang memacu adrenalin.
"Ini menyenangkan," ucap Elvis dan Quella bersamaan, mereka menikamati wahana menyeramkan itu.
Hari semakin sore, mereka memutuskan untuk menutup petualangan dengan permainan memancing di kolam kecil.
"Lihat aku dapat," ucap Quella setelah berhasil menangkap ikan plastik warna-warni.
Elvis bertepuk tangan, bangga dengan keberhasilan temannya itu. "Tidak buruk juga, tapi tetap aku yang paling banyak dapat," Elvis menunjukkan ikan yang telah ditangkapnya. Ternyata benar, lebih banyak ikan tangkapan Elvis dari pada Quella.
"Cih...," decak kesal Quella, dan mencoba lebih keras lagi agar bisa mengalahkan Elvis.
Melihat kegigihan Quella, membuat Elvis rasa-rasanya ingin tertawa terbahak-bahak. "Sudah-sudah, hari sebentar lagi akan sore. Jadi ayo kita pulang saja, dan ini ikan yang aku tangkap untukmu saja," Elvis memberikan tangkapan ikannya untuk Quella.
"Waw benarkah, terimakasih," ucap Quella senang, dirinya sudah tidak sabar meletakkan ikan-ikan ini di aquarium nantinya. Walaupun sebenarnya di rumah sama sekali tidak ada aquarium. Mungkin nanti dirinya akan membelinya.
Setelah puas bermain di Happy Parz, Elvis mengajak Quella untuk duduk di bangku taman umum, yang tidak begitu jauh. "Ini untukmu," Elvis menyodorkan sebuah es krim untuk Quella.
"Terimakasih," ucap Quella menerima es krim yang telah dibelikan Elvis untuknya. Mereka saling diam menikmati es krim masing-masing. Hingga pikiran Quella kembali melayang, ke arah dimana, dirinya bisa mendapatkan pekerjaan secepatnya.
Angin sore yang berhembus lembut, menyisir dedaunan yang gugur di taman tempat Quella dan Elvis duduk berdua di atas bangku kayu tua. Sinar matahari sore menerangi wajah Quella yang tampak terlihat gusar. "Hidup ini terasa begitu berat, Elvis," ucap Quella dengan suara bergetar, matanya sedikit berkaca-kaca.
Elvis, yang duduk di sebelahnya, menoleh dengan pandangan penuh sedikit heran akan perubahan emosi Quella yang begitu ketara. Dirinya menatap Quella dengan penuh empati. Dengan lembut, ia mengulurkan tangan dan menarik Quella ke dalam pelukan. "Aku di sini untukmu, Quella. Ceritakan semua yang membebani hatimu," bisik Elvis seraya menepuk-nepuk punggung Quella pelan.
Quella menghela napas panjang, merasakan kehangatan dari tubuh Elvis yang memberikan rasa aman. "Aku merasa tak ada yang mengerti...," katanya lirih. Sejenak, ia menenggelamkan wajahnya di dada Elvis, membiarkan diri tenggelam dalam pelukan yang menenangkan itu.
Elvis membelai rambut Quella dengan lembut, "Biarkan aku mengerti, Quella. Biarkan aku membantumu melewati semua ini," suaranya yang lembut, menawarkan kehangatan dan kekuatan yang sangat dibutuhkan oleh Quella.
"Kamu tau Elvis, semuanya dimulai saat ....," belum memulai ceritanya, suara seseorang yang menggelegar menghentikan ucapan Quella.
Quella merasakan jantungnya berdegup kencang ketika suara keras memecah keheningan. "Quella!" teriak seseorang. Dia menoleh dan matanya membelalak ketika melihat sosok ayah mertuanya, Zafran, berdiri dengan tatapan tajam yang terarah padanya.
°°°°°
Zafran memandang jam tangannya lagi, matanya menyipit karena kegelisahan. Detik-detik berlalu bagaikan jamur di musim hujan, lambat dan menguji kesabarannya. Ia menghela napas berat, keningnya mengkerut saat melihat Roy yang masih sibuk dengan mesin mobil di sisi jalan yang sepi.
"Roy, cepatlah! Kita sudah terlambat!" serunya tidak sabar, dan mungkin sudah beberapa kali mengatakan kata-kata itu.
"Alina bisa marah besar padaku, jika aku pulang terlambat," gerutu Zafran lagi. Bisa-bisa istrinya akan terus mengomel padanya, karena telat pulang ke rumah.
Tapi Roy hanya mengangkat tangan, memberi isyarat agar Zafran menunggu sebentar lagi. "Sebentar tuan," ucap Roy tapi tetap fokus pada apa yang dikerjakannya.
Padahal hal ini terjadi juga karena ulah tuannya, karena mobil antik ini memiliki jadwal untuk service, namun tuannya tidak mau mendengar dan hanya ingin menggunakan mobil antik ini yang mungkin sudah beberapa kali selalu bermasalah. Roy saja terkadang muak, untuk memperbaikinya.
Zafran menendang kerikil di bawah kakinya, rasa frustrasinya semakin memuncak. Ia kembali menatap jam tangannya, detik-detik terasa seperti jam. Setiap menit yang berlalu membuatnya semakin cemas.
Hingga padangan matanya tidak sengaja melihat sosok yang dikenalinya, sedang duduk bersama seseorang. "Bukankan itu?!?" Zafran berjalan mendekati untuk memastikan, tapi tetap menjaga jarak ama. "Menantu," Zafran melihat siluet Quella.
Menghela napas berat, sambil memegang dada kirinya yang tiba-tiba terasa berat. Jantungnya seakan berdegup kencang saat ia menyaksikan Quella, menantunya, berpelukan erat dengan seorang pria asing di taman kota yang untungnya sedang tidak dalam kondisi ramai. Rasa marah dan kecewa muncul bersamaan, menyesaki dada dan pikirannya.
"Bagaimana mungkin?" gumam Zafran, matanya tak berkedip menatap adegan yang membuat hatinya terluka itu. Langkahnya terhenti, dia merasa dunia seakan berputar.
"Bukankan pernikahan Xaver dan Quella baik-baik saja, dan apa yang sebenarnya terjadi? Kenapa tidak ada satupun informasi mengenai ini, yang datang padaku," Zafran tentu mempertanyakan.
"Apa Xaver yang menutupi semua ini?" Zafran sebenarnya sudah merasa ada yang salah. Hanya saja dirinya diam, karena memang tidak ada informasi apapun.
Roy, dengan pakaian kotor penuh minyak, akhirnya bangkit dari bawah kap mobil. Pandangan terarah pada tuannya yang ternyata sedang berdiri di depan. "Selesai, kita bisa berangkat sekarang tuan," ujarnya, berdiri disamping tuannya.
Zafran menoleh ke arah Roy dengan tatapan tajamnya. Tangan kanannya tidak mungkin tidak tau apapun, pasti berita sekecil apapun itu, pasti Roy tau. "Bisa katakan apa maksud dari itu?" Zafran menunjuk ke tempat Quella dan laki-laki itu duduk.
Mengikuti arah yang ditunjukkan, Deg.... Deg...., Roy dibuat membisu dan langsung bungkam. Pemandangan di sana terlihat nona Quella sedang duduk bersama laki-laki yang dirinya ketahui bernama Elvis.
Roy memang mengetahui fakta keadaan rumah tangga tuan mudanya, namun karena perintah lain dan permohonan tuan muda. Membuatnya sampai rela untuk tidak mengatakan apapun kepada tuan Zafran, yang merupakan atasannya ini.
"Itu....," Roy dibuat bingung harus menjawab apa, baru pertama kali dalam tugasnya dirinya tidak bisa menjawab apa yang tuannya ingin ketahui. Padahal biasanya dirinya yang selalu memberikan informasi yang sangat akurat untuk tuannya.
"Apa Xaver yang menyuruhmu untuk tutup mulut?" Zafran bertanya dengan menekan terus amarahnya.
Menggerutuki kebodohannya yang tidak cepat sadar akan situasi, pantas saja Xaver selalu menghindarinya jika ia menanyakan soal keturunan. Ternyata jawaban dari itu, ada di depan matanya. Quella masih memiliki hubungan dengan laki-laki lain, yang berhasil membuat Zafran marah.
"Benar tuan, maafkan saya," ucap Roy menundukkan kepalanya. Menyesali apa yang telah dirinya lakukan.
Berdecak dengan penuh kekesalan, Zafran menahan amarahnya saat dirinya sadar ini adalah tempat umum. "Sejak kapan kamu mengetahui hal ini," tekan Zafran agar Roy mengatakan sejujurnya. Ingin sekali Zafran berteriak memarahi tangan kanannya, yang ternyata menjadi penghianat ini.
Roy sungguh dibuat kebingungan, jika menjawab jujur dirinya tau pasti tuan Zafran akan sangat marah besar. Namun jika sampai mengetahui informasi yang sebenarnya dari orang lain, bisa-bisa tamatlah riwayat hidupnya.
"Dua tahun yang lalu tuan," Roy memejamkan matanya, dan terus menundukan pandangan ke tanah. Tidak berani untuk sekedar menatap tuannya yang sedang mengulurkan aura marahnya.
Dengan nafasnya yang memburu amarah, kata-kata Roy membuat Zafran emosi. Menantunya ternyata telah berani untuk berperilaku tidak pantas. Tanpa berpikir lagi, Zafran secara tegas memanggil nama menantunya.
"Quella!" teriaknya. Suaranya yang menggelegar berhasil membuat perhatian Quella dan laki-laki itu terarah padanya. Bahkan Roy yang berada di samping Zafran ikut tersentak.
Langkah kakinya menghampiri mereka, diikuti oleh Roy dari arah belakang dengan keadaan was-was. Khawatir akan ada keributan atau pertengkaran besar nantinya.
Quella terlihat kaget dan langsung melepaskan pelukan itu saat menyadari kehadiran Zafran. Dirinya langsung repleks berdiri dengan wajahnya yang berubah pucat. Melihat kemarahan ayah mertuanya yang sangat jelas terarah kearahnya, yang seketika membuat bibirnya bergetar, mencoba mengucapkan sesuatu namun tidak ada suara yang keluar.
"Ayah....," seru Quella pelan, walaupun terlihat takut. Quella mencoba untuk tetap bersikap biasa. Ini pertama kalinya Quella melihat raut marah dari ayah mertuanya, dan itu berhasil membuat Quella tidak terkutik.
Berdiri menatap dengan penuh kecurigaan dengan kedua mahluk yang berbeda gender ini. "Sedang apa kalian?" suara Zafran berat, matanya menatap tajam ke arah Quella yang kini terlihat seperti burung yang ketakutan.
Zafran menatap keduanya, saat dirinya sadar bahwa laki-laki itu ternyata Elvis, yang dirinya ketahui sebagai sosok yang Quella suka. Xaver nyatanya gagal untuk membuat Quella melupakan cintanya itu.
Elvis yang duduk disampingnya juga terkejut, ia ikut berdiri di samping Quella. Mereka dapat melihat jelas amarah yang terbakar dalam mata Zafran. Mengetahui sepertinya akan terjadi kesalahpahaman, Elvis berniat untuk meluruskan.
"Quella, ayah bertanya padamu?!?!" Zafran hanya menatap kearah Quella yang diam, dan tanpa mau melirik Elvis sedikitpun.
Quella menggigit bibir bawahnya. "Ak...., sedang membahas pekerjaan dengan Elvis..," ucap Quella dengan asal saja, lagi pula memang itu tujuan utamanya.
Alisnya terangkat heran, dengan apa yang mulut Quella katakan. "Ayah ingin jawaban jujur Quella," Zafran dengan tegas mengatakannya, dirinya tidak ingin ada satupun rumor buruk yang bisa menghancurkan image dari keluarga Parvez.
"Ayah tau... Itu ...., aku ingin belajar mencari pekerjaan, ds...," ucap Quella terbata-bata, dirinya panik, dan sekaligus merasa tidak enak kepada Elvis yang berada di samping.
"Tapi apa perlu hingga berpelukan seperti tadi?!?!" Zafran menatap marah pada Quella. "Sangat tidak pantas sekali, hal tadi. Apa kamu tidak memikirkan resiko buruknya? Jika sampai ada orang yang menyebarkan perilaku kalian yang tidak pantas itu," tuduh Zafran bisa dikatakan Zafran sudah marah besar pada Quella.
Quella mencoba menelan ludah, berusaha mencari kata-kata yang tepat. "Ayah, ini bukan seperti yang ayah pikirkan," ucapnya dengan suara yang gemetar. Quella memang sudah menganggap kedua orangtua Xaver sebagai keluarganya, kecuali Xaver tentunya.
Walaupun terkadang Quella membatasi diri agar tidak terlalu dekat dengan keluarga Parvez. Tapi perhatian yang selalu diberikan Zafran dan Alina sangatlah tulus padanya. Itu membuat alasan Quella mau memanggil mereka dengan sebutan ayah dan ibu.
Zafran menghela napas berat, matanya tidak lepas dari sosok Elvis yang tampak ingin berbicara. "Quella, kamu menikah dengan anakku! Bagaimana bisa kamu tega berduaan dengan laki-laki lain di tempat seperti ini?" suara Zafran meninggi, penuh kekecewaan.
Elvis akhirnya berbicara, tidak tahan melihat Quella yang begitu terpojok. "Tuan Parvez maaf, saya hanya teman kecil Quella. Kami hanya sedang bertemu untuk membicarakan masalah yang Quella miliki."
Zafran memandang Elvis dengan skeptis, kemudian kembali menatap Quella. Quella merasa perutnya kram, tahu betul bahwa penjelasan itu tidak cukup untuk meredam kemarahan Zafran.
"Saya tidak bertanya pada anda. Jadi diam," Zafran sama sekali tidak mau mendengarkan apa yang Elvis katakan.
Atmosfer di taman itu semakin menjadi tegang, beberapa pasang mata mulai menoleh ke arah mereka, menambah beban di bahu Quella. Ini pertama kalinya Quella merasa risi akan tatapan orang lain padanya, biasanya dirinya hanya bersikap tidak peduli.
Roy yang mengerti situasi cukup semakin panas, merasa bahwa ini akan memancing banyak orang datang, jika tidak diselesaikan segera. "Tuan maaf, tapi sepertinya bukan hal yang baik, untuk meneruskan hal ini di tempat umum," bisik Roy pelan.
Sudah ada beberapa pasang mata, yang siap menyebarkan berita. Zafran memperhatikan itu, menghembuskan nafas pelan. Menenangkan emosinya agar tidak meledak. "Ikut ayah pulang, sekarang juga," ucap Zafran tegas, mengulurkan tangannya agar digapai oleh Quella.
Menatap kearah Elvis, Quella mengucapkan permintaan maaf. "Maaf Elvis, aku pulang duluan," Quella mengambil tasnya, dan tidak lupa ikan yang tadi mereka tangkap, kemudian menerima uluran tangan ayah mertuanya.
"Iya tidak apa-apa, hati-hati," Elvis menganggukan kepalanya mengerti. Dirinya sama sekali tidak merasakan tersinggung, akan tuduhan yang dilontarkan oleh Zafran.
Mobil yang membawa Quella melaju cepat, meninggalkan taman. "Aku harap kamu baik-baik saja, dan apa arti dari kamu ingin bekerja di restoran ku?" Elvis mempertanyakan ucapan Quella saat tadi, mungkin nanti dirinya akan menanyakan lagi.
"Hari juga sudah akan malam, jadi sebaiknya aku pulang," Elvis menatap langit yang mulai akan menggelap. "Sejuk, dan lupa. Sial, sekarang pasti Loretta sudah menunggu," gumam Elvis yang hampir melupakan janji kencan nya dengan kekasihnya Loretta.
•••••
TBC
JANGN LUPA FOLLOW