Aisha berjalan perlahan mendekati suaminya yang terlihat sedang menelepon di balkon, pakaian syar'i yang sehari-hari menjadi penutup tubuhnya telah dia lepaskan, kini hanya dengan memakai baju tidur yang tipis menerawang Aisha memberanikan diri terus berjalan mendekati sang suami yang kini sudah ada di depannya.
"Aku tidak akan menyentuhnya, tidak akan pernah karena aku hanya mencintaimu.."
Aisha langsung menghentikan langkahnya.
Dia lalu mundur perlahan dengan air mata yang berderai di pipinya, hingga ia kembali masuk ke dalam kamar mandi, Alvin tidak tahu jika Aisha mendengar percakapan antara dirinya dengan seseorang di ujung telepon.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Almaira, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Keputusan?
Abah dan Ummi kaget mengetahui jika Aisha akan ikut pulang ke Pondok. Tapi Aisha memberi alasan jika dirinya ingin ikut pulang sampai kesehatan Abah benar-benar pulih.
"Apa suamimu mengizinkan?" tanya Ummi ketika mereka berkemas.
Aisha mengangguk. "Iya Ummi. Suamiku mengizinkan."
"Kalau suamimu mengizinkan tidak apa-apa kamu ikut, tapi jangan lama-lama kamu meninggalkannya. Tidak baik meninggalkan suami seorang diri." Abah menasihati.
Aisha mengangguk sambil melihat Kak Ahmad yang sedari tadi hanya diam.
Akhirnya mereka bersiap meninggalkan Rumah Sakit. Alvian ikut mengantarkan hingga ke parkiran mobil.
Sebelum naik ke dalam mobil, Aisha dan Alvian saling bertatapan, keduanya seakan berat untuk berpisah.
"Pergilah. Aku akan menjemputmu nanti," ucap Alvian pelan.
Aisha mengangguk lalu menaiki mobil.
***
Tiga hari berlalu.
"Bagaimana kesehatan Abah?" tanya Alvian di ujung telepon.
"Sudah lebih baik," jawab Aisha.
"Syukurlah. Aku senang mendengarnya."
Keduanya terdiam sejenak.
"Rencananya Kak Ahmad akan memberitahu Abah besok."
"Baguslah. Lebih cepat lebih baik. Aku ingin segera membereskan masalah ini. Aku ingin segera membawamu kembali kesini."
"Aku merindukanmu," lanjut Alvian lagi.
Aisha tertegun sejenak.
"Apa kamu sudah siap? Maksudku. Abah bisa saja marah."
"Aku sudah sangat siap. Semarah apapun Abah dan keluargamu nanti, aku akan menerimanya."
"Aku juga akan melakukan apapun agar kita bisa bersama lagi," lanjutnya.
Tiba-tiba terdengar suara pintu diketuk, Aisha segera menyudahi pembicaraannya dengan Alvian.
Pintu terbuka. Siti masuk menghampiri adiknya yang duduk di atas tempat tidur.
Siti menatap wajah adiknya. Wajah yang beberapa hari ini terlihat muram dan murung.
"Tidak udah khawatir, besok ketika Kak Ahmad memberitahu Abah dan Ummi, kakak dan Kak Zainab akan membantumu menjelaskan semuanya pada Abah."
"Kami akan bilang jika suamimu sudah berubah. Dia sudah menyadari kesalahannya."
Aisha mengangguk. Dia lalu melihat kakaknya.
"Aku kasihan pada Abah. Permasalahan kakak saja belum selesai, sekarang harus ditambah dengan masalahku."
Wajah Siti langsung muram.
"Kamu benar. Masalah kakak saja belum selesai." Siti langsung menunduk sedih.
"Mas Yusuf tidak ada itikad untuk menceraikan kakak dengan baik-baik."
Keduanya terdiam.
***
Abah tertegun mendengar perkataan Ahmad yang panjang lebar, begitu juga dengan kedua anak laki-lakinya yang lain, Ali dan Ridwan.
Sedangkan Ummi hanya menangis, meratapi nasib putrinya. Mereka semua tidak percaya jika Aisha telah telah menyembunyikan masalah sebesar ini dari mereka. Selama ini ternyata Aisha hanya berpura-pura jika rumah tangganya baik-baik saja.
"Panggil Aisha." Abah melihat Zainab.
Zainab langsung keluar, memanggil Aisha yang ternyata sudah bersiap.
Aisha masuk bersama dengan Siti.
Ummi langsung memeluk putrinya dengan sedih.
Abah menatap wajah kedua putrinya. Aisha dan Siti. Miris. Merasa bersalah sudah pasti. Karenanya yang salah memilihkan suami.
"Maafkan Abah." Abah melihat kedua putrinya berkaca-kaca.
Aisha dan Siti langsung melihat wajah sang ayah.
"Abah hanya ingin meminta maaf pada kalian berdua." Abah kini sudah menitikkan air mata.
Aisha beranjak dari duduknya, dia berjalan mendekati Abah lalu bersimpuh di kakinya. Aisha menangis di pelukan Abah.
"Kenapa Abah minta maaf? Abah tidak salah."
Siti melakukan hal yang sama, dia turut bersimpuh di pangkuan sang ayahanda.
Abah mengusap lembut kepala kedua putrinya.
Ummi hanya bisa menangis terisak. Ditenangkan oleh Zainab yang juga memeluknya erat.
Ketiga anak laki-laki Abah yang lain hanya bisa menunduk sedih.
"Abah. Apa yang dilakukannya pada Aisha sudah melewati batas. Abah harus segera mengambil keputusan." Ali terlihat geram.
"Kami pikir jika dia baik. Tapi nyatanya itu hanya pura-pura saja." Ridwan menimpali.
"Kita harus segera memberitahu keluarganya. Membereskan masalah ini."
Zainab dan Siti langsung mengatakan kesaksiannya tentang Alvian.
"Dia sudah berubah. Aku yakin itu." Zainab melihat semua orang.
***
Alvian menunduk. Ketika ayahnya melihatnya dengan sorot mata penuh amarah.
Sementara sang ibu. Sesekali menitikkan air matanya.
Di sisi lain, Anita yang berpura-pura menangis, sesekali melirik Alvian yang tertunduk lesu. Dalam hati sudah tentu dia tertawa, idenya untuk mendatangi orang tua Alvian dan mengatakan semuanya menurutnya sudah cukup untuk memperkeruh suasana.
Alvian yang langsung datang setelah disuruh oleh kedua orang tuanya, nampak sangat kesal padanya. Tapi dia tak dapat menyangkal jika semua yang Anita katakan pada ayah dan ibunya memang benar adanya.
"Jadi keluarga istrimu sudah tahu?" tanya Ayah melihat Alvian.
Alvian mengangguk.
Ayah menarik napas dalam-dalam.
"Ayah malu. Apa yang harus ayah katakan keluarga Aisha?"
"Ini semua salahku. Kebodohaanku. Aku yang akan bertanggung jawab."
"Apa yang akan kamu lakukan sekarang? Kamu akan meninggalkan Aisha dan menikahi wanita ini?" Ayah melihat Anita dengan kesal.
Alvian menggelengkan kepalanya.
"Tidak. Aku tidak akan pernah melepaskan Aisha. Dan wanita ini, dia adalah kesalahan terbesar dalam hidupku. Aku sudah membuangnya, tidak mungkin aku memungutnya lagi." Alvian melihat Anita dengan benci.
"Jika keluarga Aisha tidak memaafkanku. Lebih baik aku hidup sendiri seumur hidupku dari pada harus hidup bersamanya." Kali ini Alvian melihatnya dengan jijik.
Anita kaget. Dia melihat Alvian tidak percaya.
Terdengar suara bel rumah berbunyi. Ibu langsung berdiri untuk memeriksa. Dia terlihat kaget ketika melihat keluarga besannya di luar.
Ibu segera membuka pintu. Ayah dan Alvian langsung berdiri kaget ketika melihat Abah sekeluarga masuk ke dalam sambil mengucapkan salam.
Aisha juga nampak kaget mendapati Anita dan Alvian disana.
Semuanya dipersilahkan untuk duduk.
Ayah dan Ibu nampak terus menundukkan kepala, seakan tidak ada muka.
"Kami meminta maaf." Ayah tertunduk malu.
"Kedatangan kami kesini sebenarnya ingin memberitahu. Tapi sepertinya kalian sudah tahu." Ahmad menunjuk Anita sekilas.
"Jadi mumpung semua hadir disini. Alangkah lebih baiknya jika kita selesaikan permasalahan ini sekarang juga," lanjutnya lagi.
"Kami menerima semua keputusan yang akan kalian ambil." Ayah tampak pasrah.
Abah menarik napas panjang.
"Telah jatuh talak Mudhaf." Abah melihat Alvian.
Alvian kaget. Begitu juga dengan Aisha dan semua orang.
"Talak Mudhaf ialah jenis talak yang disandarkan pada tercapainya waktu yang akan datang atau biasa disebut talak masa depan. Ucapan Nak Alvian akan menceraikan Aisha setelah setahun menikah maka setelah setahun nanti talak telah jatuh."
"Mengenai janjinya tidak akan menyentuh istrinya. Selama ia tidak bersumpah dengan nama Allah maka tidak masalah. Dia bisa mengingkari janjinya dan menyentuh istrinya karena janjinya pada Allah pada saat akad nikah lebih sakral dari pada hanya sekedar janji pada manusia."
"Keputusan Abah. Perjodohan ini ternyata tidak berhasil. Pernikahan ini tidak sesuai dengan syariah pernikahan, tidak ada hak dan kewajiban yang dijalankan. Jadi daripada menjadi dosa, maka kita sudahi saja."
"Tidak!" ucap Aisha dan Alvian bersamaan
"Abah. Mana mungkin aku melepaskan Aisha. Ketahuilah jika perjodohan ini berhasil. Dia yang dijodohkan denganku selain mengajariku cinta, menuntunku agama, juga membimbingku menuju surga." Alvian berkata dengan sungguh-sungguh.