Berawal dari penghianatan sang sahabat yang ternyata adalah selingkuhan kekasihnya mengantarkan Andini pada malam kelam yang berujung penyesalan.
Andini harus merelakan dirinya bermalam dengan seorang pria yang ternyata adalah sahabat dari kakaknya yang merupakan seorang duda tampan.
"Loe harus nikahin adek gue Ray!"
"Gue akan tanggungjawab, tapi kalo adek loe bersedia!"
"Aku nggak mau!"
Ig: weni 0192
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon weni3, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 35
Malam ini Andini susah tidur, biasanya dia akan terlelap nyenyak tak ada yang mengganggu. Tapi sepertinya sekarang berbeda, dan mungkin untuk malam-malam selanjutnya.
Andini di buat kewalahan karena raihan yang merusuh sejak tadi. Sampai ingin terpejam saja begitu sulit. Raihan tak mau barang sedikitpun menjauh, hingga tubuh keduanya menempel seperti di beri lem uhu. Di tambah lagi tangan Rai yang tak bisa diam membuat Andini geram.
"Kak, sanaan tidurnya. Udah kayak racun tikus nempel bener!"
"Kenapa sich sayang? aku cuma mau meluk."
"Tapi jangan gini juga tangannya, kakak meresahkan! aku nggak bisa tidur." Nyatanya memang benar, tangan Rai sudah menelusup masuk ke dalam baju Andin dan mengusap perutnya hingga Andin serasa tak aman.
"Belum terbiasa aja dek, nanti juga nyaman. Malah nyariin kalo aku diam aja." Raihan memejamkan mata menikmati aroma tubuh Andin, dengan menelusup ke sela leher istrinya.
"Kak nggak gitu konsepnya, bebaskan aku sedikit aja biar bisa tidur. Ini udah jam 1 loh, kakak benar-benar minta aku gigit!"
"Apanya sayang? tinggal pilih sesuka hatimu, aku manut!"
Andini sudah tak bisa bicara apa-apa lagi, dia memutuskan untuk berbalik agar tangan Raihan tak lagi merusuh ke perutnya hingga menimbulkan rasa geli. Yang tujuan sebenarnya bukan hanya di sana saja. Tapi entah karena proses penjajakan jadi melakukan pengenalan lagi secara perlahan.
"Kok berbalik?"
"Mau meluk kakak aja, kasian kakak aku punggungin dari tadi!" ucap Andini beralasan, tapi yang semula hanya biasa setelah masuk ke pelukan Raihan dan merusuh sedikit di dadanya, Andini langsung terlelap. Tanpa dia sadar tangan Raihan iseng membuka pengait yang berada di belakang.
Hingga pagi saling berbagi kasih, Raihan yang terjaga lebih dulu perlahan turun setelah meninggalkan jejak di kening Andini. Tak ingin merusuh dan membiarkan tetap tidur karena Andini yang sedang tak dapat menunaikan dua rakaat.
Pas di jam setengah 6, Andini membuka mata. Tangannya meraba ranjang sebelah yang kosong. Menoleh kesana kemari seperti kehilangan sesuatu. Sampai suara derit pintu menyita atensinya.
Raihan masuk dengan baju olahraga dan celana training yang membuat Andini sedikit menelan ludah karena bentuk tubuh proporsional yang terpampang nyata. Bagaimana tidak wanita begitu mendamba, jika mereka di suguhkan dengan modelan duda seperti suaminya. Padahal tidak tau saja di rumah sudah ada pawangnya.
"Sayang udah bangun?"
"Eh..mmm...i..iya kak," Raihan mendekat, Andini di buat gugup melihat keringat yang menetes membasahi wajah hingga tubuh Rai yang menambah kesan sexy. Sudah di pastikan semua wanita akan menjerit
"Belum mandi sayang?"
"Belum kak, ini baru mau mandi." Andini segera turun dari ranjang, sedikit merapikan selimut untuk bergegas masuk kedalam kamar mandi.
"Mau bareng?"
"Hah?"
Raihan tertawa melihat ekspresi dari Andin, kemudian berlalu masuk ke dalam kamar mandi melewati istrinya yang masih menganga di tempat.
"Ikh kak Rai! kan harusnya aku duluan, alamat ngungsi ini mah...." Andini mengambil baju ganti kemudian masuk kedalam kamar tamu.
Selesai sarapan, Andin segera bergegas berangkat. Tak lupa pamit dan membawa bekal yang di buatkan oleh simbok. Mulai hari ini simbok di tugaskan oleh Rai untuk selalu menyiapkan bekal untuk Andin. Dia sengaja agar Andin makan di ruangannya, karena istrinya selalu menolak terlihat dekat di depan orang lain.
"Aku berangkat ya," Andin menyalami tangan Rai. Tapi ketika ingin pergi Rai menahannya, memeluk dengan posesif dan mencium seluruh wajah Andin.
"Mmmhhh.....kak Rai, stop kak, aku udah rapi berantakan lagi nich!"
"Nanti di kantor nggak bisa sayang, selagi masih ada waktu kenapa nggak di manfaatkan."
"Ya udah, udah puaskan? aku berangkat dulu ya," pamit Andini lagi.
"Nggak akan ada puasnya, bareng aja sayang aku di belakangmu." Raihan segera memakai jas nya dan merangkul tubuh Andini, simbok yang melihat kebersamaan mereka tersenyum bahagia.
"Semoga hubungan mereka selalu di lindungi, seneng liatnya akhirnya mereka akur..."
Andini sudah sampai di parkiran lebih dulu, merapikan penampilannya sebelum keluar dari mobil. Melirik sekilas kesamping, mobil Rai telah tiba. Keluar dengan senyuman manis yang di balas kedipan mata oleh sang suami.
Andini sengaja berjalan lebih dulu, menenteng bekal yang telah di siapkan oleh simbok tadi. Banyak pasang mata yang melihat ke arah keduanya, karyawan wanita dengan heboh melirik Rai sedangkan yang pria dengan blak-blakan menggoda karena yang mereka tau Andini hanya anak magang yang belum punya pasangan.
Kesal dengan sikap karyawannya yang jelas-jelas menggoda bahkan ada yang terang-terangan meminta nomor ponsel, Raihan yang tak tahan segera menarik Andini saat pintu lift khusus CEO dan pejabat tinggi lainnya terbuka.
"Agh..."
Raihan menarik hingga tubuh Andini masuk dalam pelukannya. Kesal hati melihat sang istri yang terus di goda. Jika saja mereka tau status di antara keduanya sudah pasti Andin tak ada yang berani mendekati.
"Kak Rai, aku mau kerja. Kenapa jadi masuk ke lift ini sich?"
"Kamu tetap bisa kerja lewat lift ini."
"Aneh.."
"Biarin, aku nggak sekuat itu melihat istriku di goda pria lain."
Andini menganga tak menyangka jika ternyata Rai cemburu hanya karena hal sepele yang Andini saja tak menanggapinya.
"Tapi nggak gitu kak, ini di kantor. Yang penting kan aku nggak macam-macam dan tak ada niat menanggapi. Kalau seperti ini yang lain bisa curiga donk!"
"Aku nggak perduli sayang."
"Tapi aku perduli kak, ya udah lepas dulu ya... aku mau keluar. Jangan terlalu dekat takut ada yang melihat."
Raihan pun akhirnya mengalah, melepaskan sang istri dengan meninggalkan kecupan di pipi. "Jangan nakal ya."
"Aku bukan anak kecil kak."
"Jangan nakal sama mantan!"
"Hhmm...."
Andini keluar dari lift bertepatan dengan lift karyawan pun terbuka, tampak Tara keluar dari sana. Melirik sekilas dengan rasa heran, tapi kemudian segera mendekati dan berjalan mengimbangi.
"Naik lift Presdir?"
"Hhmm...liat ya?" tanya Andini santai.
"Iya, aku liat ada kak Rai tadi. Baik banget ya dia sama kamu, perhatian juga. Apa karena kamu adiknya kak Andika hingga di beri perhatian lebih?"
Ucapan Tara sedikit membuat Andin tak nyaman, tapi dia berusaha untuk biasa saja agar tak membuat curiga.
"Mungkin iya, sejak dulu memang begitu kan?"
"Iya sich...." Tara menatap Andini yang makin hari makin terlihat cantik, tak heran juga jika seandainya yang ia curigai itu benar. Sudah beberapa kali Tara melihat tatapan yang berbeda dari Raihan. Tak bisa di pungkiri jika dirinya sedikit cemburu.
Bekerja dengan profesional, seperti biasa Andini menggantikan Erna untuk tugas di luar. Tanpa pamit Rai, dia masuk ke dalam mobil Tara menuju lokasi. Rai yang tengah sibuk pun tak tau jika Andini pergi bersama Tara.
Hingga jam istirahat menjelang Tara dan Andini baru kembali lagi ke kantor. Melangkah bersama menuju ruangannya. Andini mengambil bekal yang tadi pagi di bawa dan ingin segera mengunjungi ruangan Raihan.
"Buru-buru banget Din?" tanya Tara heran.
"Udah ada yang nungguin ya Din?" ledek Erna.
"Eh, nggak gitu kok mbak. Cuma udah laper aja," ucap Andin gelagapan.
"Kalo gitu ayo bareng mbak ke kantinnya!" ajak Erna.
Andin memejamkan matanya, bingung harus beralasan apa lagi. Nggak mungkin dia jujur, tapi jika ikut Erna ke kantin sudah di pastikan Raihan akan murka.
"Ayo Ndin!"
" Oh i..iya," jawab Andin gugup.
Semua tingkah Andin tak lepas dari perhatian Tara. Menjalin hubungan yang tak sebentar membuat Tara yakin jika ada yang Andini tutupi saat ini.
Hingga langkah kedua wanita itu terhenti saat gagang telepon di letakkan kembali oleh Pak Heru.
"Andini," seru Pak Heru membuat Andini segera menoleh.
"Pak Rai meminta kamu untuk keruangannya, bawa sekalian berkas yang kamu presentasikan tadi."
"Oh...baik Pak." Andini segera mengambil berkas yang ada di mejanya untuk di bawa ke ruangan Raihan.
"Saya nggak Pak?"
"Hanya Andini yang di panggil Tara, kamu tidak. Mungkin karena Andini yang menggantikan Erna, sedangkan kamu mendampingi. Jadi dia yang harus menjelaskan pada Bos."
Tara terdiam, dia memperhatikan Andini yang kini gercep hendak keruangan Raihan..
"Din, kok bawa bekalnya juga?" tegur Erna.
"Oh...ini biar nanti sekalian ke kantin Mbak jadi nggak bolak balik, bisa di titipin di meja sekertarisnya si bos," ucap Andini kemudian segera pergi menuju ruangan Rai. Begitu lega karena bisa keluar dari situasi yang tak memungkinkan seperti tadi.
Masuk ke dalam ruangan langsung di sambut dengan sebuah kecupan, kemudian m Raihan menggiring Andini menuju sofa. Tak lupa mengunci pintu agar tak ada yang mengganggu.
"Kok lama?"
"Nyari alasan dulu, takut pada curiga," ucap Andini yang sedang membuka bekal makannya.
"Bagaimana hari ini?"
"Lancar, aku tadi tugas keluar sama Tara. Tapi tenang, semua pure hanya karena pekerjaan. Bukan ingin saling berdekatan."
"Nggak capek di cemburuin terus?"
"Sebatas patner kerja kak," ucap Andini menegaskan.
"Besok ruanganmu pindah!"
"Pindah kemana?"
"Maunya?"
"Asal jangan pindah ke pantry aja," jawab Andin ngasal.
"Mana ada, kamu pindah tugas di sini!"
"Nggak mau! apa kata orang kalo aku pindah di ruangan kakak? nanti bisa di curigai dan di bilang anak magang plus-plus."
"Kamu pinter, tau aja yang aku mau. Orang nggak akan tau kalo kamu pindah kesini, karna ruangan kamu bukan untuk konsumsi publik."
"Maksudnya?" tanya Andin penasaran.
"Di sana!" Raihan menunjuk satu pintu yang tertutup.
"Menjadi karyawan plus-plus," bisik Rai.
...****************...
Maaf ya hari ini up nya lama.....othor lagi kurang enak body, tapi tetep Doble up walaupun telat.
Maaf kalo kurang menggigit di bab ini....
Salam sayang dari ku😘😘🤗🤗
🌹🌹🌹
♥️♥️♥️
mkasih bnyak thorr🫰