Alana, seorang gadis yang harus tinggal bersama keluarga Zayn setelah kehilangan kedua orang tuanya dalam sebuah kecelakaan tragis, merasa terasing karena diperlakukan dengan diskriminasi oleh keluarga tersebut. Namun, Alana menemukan kenyamanan dalam sosok tetangga baru yang selalu mendengarkan keluh kesahnya, hingga kemudian ia menyadari bahwa tetangga tersebut ternyata adalah guru barunya di sekolah.
Di sisi lain, Zayn, sahabat terdekat Alana sejak kecil, mulai menyadari bahwa perasaannya terhadap Alana telah berkembang menjadi lebih dari sekadar persahabatan. Kini, Alana dihadapkan pada dilema besar: apakah ia akan membuka hati untuk Zayn yang selalu ada di sisinya, atau justru untuk guru barunya yang penuh perhatian?
Temukan kisah penuh emosi dan cinta dalam Novel "Dilema Cinta". Siapakah yang akan dipilih oleh Alana? Saksikan kisah selengkapnya!
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon nungaida, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 12
Zidan menarik napas dalam-dalam dari rokoknya, asap tipis mengepul di udara malam yang dingin. Hatinya masih terasa berat, pikirannya terus mengembara ke momen ketika ia memeluk Alana. Sentuhan singkat itu masih terasa jelas di kulitnya, seolah-olah baru saja terjadi.
“Kenapa aku terlalu berlebihan…?” gumamnya tidak seperti biasanya. Ia selalu pandai menahan diri, menjaga jarak, dan tidak pernah membiarkan perasaannya terlalu tampak.
Sementara itu, Zayn yang baru saja pulang dari bimbel tak bisa berhenti memeriksa ponselnya. Berkali-kali ia membuka aplikasi Whatsapp, menatap nama yang sama—Alana. Pesan terakhir dari Alana dikirim 3 jam yang lalu, mengatakan kalau ia sedang di luar. Sejak itu, tak ada kabar lagi.
Zayn mengetik pesan lagi, menanyakan, "Kamu di mana sekarang? Kapan pulang?" Namun, tetap tak ada tanda-tanda jawaban. Semakin lama, rasa khawatir mulai menyelimuti pikirannya. Ia menatap layar ponselnya sebentar sebelum akhirnya memutuskan untuk menekan tombol panggilan.
Nada sambung terdengar beberapa saat, lalu suara otomatis dari call center menyahut, "Nomor yang Anda tuju sedang tidak aktif."
"Loh, kenapa dia nggak angkat teleponku?" Zayn mendesis, merasa cemas. "Bikin aku khawatir aja." Jantungnya berdetak lebih cepat. Sejak kapan Alana tidak bisa dihubungi seperti ini?
Zidan yang sedang berdiri di dekat pintu masuk melihat Zayn melangkah dengan wajah cemas. Ia segera menyapanya.
“Eh, ada Zayn. Hai~,” sapa Zidan dengan tersenyum ramah.
Zayn melirik sekilas dan hanya mengangguk tanpa banyak bicara.
"Lana baru saja pulang," Takutnya kamu khawatir sama kakakmu." lanjut Zidan.
Zayn menghentikan langkahnya lalu menatap tajam Zidan. " Apa anda tadi bersama Lana sampai jam selarut ini?"
“Ha? Oh, iya,” jawab Zidan, sedikit terkejut melihat tatapan zayn.
"Lain kali jangan selarut ini," peringat Zayn, melangkah meninggalkan Zidan mendekati pintu masuk mansion.
"Eh...? Haha! Oke! Lain kali nggak akan selarut ini," jawab Zidan dengan tawa ringan.
Lain kali?! Batin Zayn gusar. Apa maksudnya? Apakah dia berencana membawa Lana lagi? Pikirnya kesal.
"Haha... lucunya," gumam Zidan.
Ha? Lucunya?! Dasar sok dekat! gerutu Zayn dalam hati. ia segera membuka pintu tanpa menoleh lagi ke arah Zidan.
Tririririring...!
Dering ponsel Zidan berbunyi, panggilan masuk tertulis Alfian di layarnya.
"Halo?" jawab Zidan.
"Bukannya kita sudah berjanji akan bertemu?!" kenapa belum datang? Aku sudah menunggumu dari tadi." gerutu Alfian.
"Oh iya! Maaf aku agak telat, kamu di mana sekarang? Aku akan segera ke sana," jawab Zidan buru-buru. Gawat! Aku benar-benar lupa! batinnya panik.
Sementara Zayn sudah tiba di lantai atas menuju kamarnya, ia menyempatkan diri untuk mengetuk pintu kamar Alana, hanya untuk memastikan keadaannya.
Tok... tok... tok.
"Alana, kamu sudah tidur?" Kenapa tak ada jawaban? Bikin makin khawatir saja.
Kriet...
Ia membuka pintu perlahan, dan tampak Alana sudah tertidur lelap di kasur lantai, selimutnya tersingkap sampai ke kaki, memperlihatkan tidur nyenyaknya yang bahkan disertai suara dengkuran halus.
Zayn dengan hati-hati menarik selimut dan menutupi tubuh Alana yang tersingkap.
"Eung..."
Alana mengerang pelan, wajahnya berkerut seolah sedang mengalami mimpi buruk.
Zayn menatapnya dalam-dalam. "kumohon, Berhentilah bermimpi buruk..." ucapnya lirih, lalu berbalik dan meninggalkan Alana.
*
*
Di sebuah kafe yang ramai malam itu, Alfian duduk menatap Zidan dengan kesal saat dia baru saja tiba.
"Aah...! Kamu yang biasanya selalu tepat waktu, bisa telat juga ya? Telat 30 menit!" kamu tadi ngapain aja sih? Sampe jamuran aku nungguin kamu!
"Tadinya aku mau langsung ke sini setelah dari kota, tapi aku agak lelah," Zidan beralasan, meskipun sebenarnya sebelum datang, dia sempat mandi dan berganti baju.
Alfian memutar bola matanya malas. "Iya, iya~"
"Oh iya, padahal ini kan sudah waktunya dia datang..." kata Alfian, terus menatap pintu masuk kafe.
Zidan mengerutkan kening."Siapa lagi yang mau datang Al?"
Namun, Alfian tak menjawab. dia malah melambaikan tangannya dengan senyum lebar. "Hei, kami di sini!" serunya saat melihat seorang wanita masuk ke dalam kafe, berjalan menuju mereka. Membuat Zidan menoleh kebelakang melihat siapa yang datang.
"Wah... Zidan, sudah lama ya kita nggak ketemu," sapa wanita itu tersenyuman ramah.
"Zahra?" panggil Zidan terkejut.
"Duduk Ra," pinta Alfian, tersenyum, dan dijawab dengan anggukan oleh Zahra yang kemudian duduk di samping Zidan.
"Oh ya, Zidan, ku dengar dari Alfian kamu udah dapat kerja, ya?" tanya Zahra.
"Belum, aku belum kerja, tapi direkrut untuk latihan," jawab Zidan datar.
"Neraka yang sebenarnya dimulai sekarang, ya. Hahaha, selamat!" celoteh Alfian menertawakan Zidan sambil terus membakar daging sapi di atas grill.
"Kalau kamu mulai kerja, pasti kamu jadi sangat terkenal deh ya? Makin banyak fansnya haha." Zahra melanjutkan bicaranya.
" Oh ya Ra, begitu sampai, kok kamu langsung ke sini? Emang nggak capek?" tanya Alfian khawatir.
"Aku harus bisa beradaptasi dengan waktunya. Lagian, aku kan mau bertemu kalian, jadi nggak mungkin lah aku nggak datang," balas Zahra santai.
Zidan menoleh kaget. "Kamu habis dari luar negeri, Ra?" tanyanya membuat suasana jadi canggung dan hening. Alfian menatap tak percaya ke arah Zidan.
"Kenapa? Apa pertanyaanku aneh?" tanya Zidan, tak mengerti mengapa mendapat reaksi seperti itu.
"Aah..., Zidan! Kamu bercanda ya? Zahra kan baru aja kembali ke Indonesia, setelah dimutasi ke luar negeri selama 5 bulan! Perhatian dikit dong!!" cerocos Alfian.
Zahra melirik Zidan dengan canggung, sementara Alfian melanjutkan omelannya. "Keterlaluan! Apa terjadi sesuatu dengan kalian berdua? Kalian nggak bertengkar kan?" selidik Alfian dengan menyipitkan matanya.
"Apanya yang bertengkar...? Aku nggak tahu hal itu, maaf ya Ra," Zidan merasa tak enak.
"Ahaha... Kalau sama-sama sibuk, emang bisa kayak gitu," kata Zahra canggung, berusaha mengubah suasana.
"Dasar cowok jahat, hahaha!" umpat Alfian setengah bercanda, membuat Zidan hanya bisa tersenyum kaku.
Mereka melanjutkan obrolan hingga larut malam, tertawa dan berbagi cerita.
"Eh udah malam nih, besok aku masuk kerja pulang yuk?" ajak Zidan.
"Eh iya udah jam segini aja nggak kerasa sahut Zahra," yang melirik jam tangannya.
"Yaudah aku duluan ya? kamu bisa antar Zahra kan Al?" tanya Zidan.
" siap! hati-hati di jalan."
Zidan keluar dari kafe itu dan menuju ke mansion menggunakan taksi. sesampainya di rumah ia segera membuka pintu dan merebahkan badannya di kasur.
"Bruk! Ah... lelahnya, aku ngantuk banget tapi belom mandi, rasanya nyaman banget tiduran di kasur setelah seharian yang panjang.
Sementara itu, Alfian mengantarkan Zahra pulang dan melanjutkan obrolan mereka sembari berjalan.
"Zidan nggak berubah ya? Dia masih nggak perhatian dengan urusan orang lain," ucap Zahra tersenyum kecut.
Alfian menoleh ke arah Zahra, "Aku kenal banget sama Zidan. Dari dulu, dia emang nggak terlalu peduli sama orang terdekatnya, tapi dia masih baik kok sama kita."
"Itu kan motonya Zidan. Tidak mencampuri urusan orang lain. Dia bahkan tidak ingat hari ulang tahunku loh Ra...! padahal aku udah lama banget temenan sama dia," ucap Alfian kesal mengingat itu.
Zahra menepuk pundak Alfian " haha... sabar ya Al."
Alfian melanjutkan omongannya "Sebagai teman lama, seumu-umur ya belum pernah aku ngelihat dia perhatian dengan orang lain. Apalagi kalau pertemuan yang biasa saja dia lebih tidak Bersahabat lagi. Entahlah mungkin dia masih merasa bersalah karna masalah adiknya waktu itu."
Zahra tersenyum getir, dia masih terjebak sama masa lalu. Katanya lalu melanjutkan langkahnya sampai ke rumah.