“Kuberi kau dua ratus juta satu bulan sekali, asal kau mau menjadi istri kontrakku!” tiba-tiba saja Alvin mengatakan hal yang tidak masuk akal.
“Ha? A-apa? Apa maksudmu!” Tiara benar-benar syok mendengar ucapan CEO aneh ini.
“Bukankah kau mencari pekerjaan? Aku sedang membutuhkan seorang wanita, bukankah aku ini sangat baik hati padamu? Kau adalah wanita yang sangat beruntung! Bagaimana tidak? Ini adalah penawaran yang spesial, bukan? Kau akan menjadi istri seorang CEO!
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Irna Mahda Rianti, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 28. Berawal dari Aku
“Waaaaaah, ini ruang kerjamu? Keren sekali! Arsitekturnya hampir mirip dengan film-film di televisi! Kini aku melihatnya secara langsung. Apakah aku sedang bermimpi?”
“Ya, kau sedang bermimpi masuk ke dunia novel. Lalu kau menikah dengan CEO kaya dan tampan sepertiku. Aku memperlihatkan semua kekayaan dan asetku padamu, jadi kau terlihat takjub dan norak seperti itu!” Alvin terkekeh.
“Ih, jahat!”
“Kau cubit saja pipi chubby-mu ini … nih, nih, bagaimana? Sakit tidak?” Alvin mencubit kedua pipi Tiara dengan gemas.
“Auwwh, sakit tahu!” Tiara cemberut, lalu memegangi pipinya.
“Sakit kan? Jadi kau tidak bermimpi! Ini kantorku, aku selalu bekerja di sini setiap hari.”
“Bagus sekali, ini ruang kerja mirip dengan rumah mewah! Mas, seberapa kaya kamu? Aku saja sudah dibuat takjub dengan desain interior lantai bawah kantormu. Sekarang, apa lagi ini? Ini adalah tempat terkeren yang pernah aku singgahi!”
“Seberapa kaya aku? Kau akan kaget jika mengetahuinya. Sedikit yang kau ketahui, itu lebih baik, ya.”
“Iya-iya, aku mengerti. Rasanya, aku ingin bekerja di sini, Mas. Enak ya, kerja kantoran, pakai ID Card, pakai pakaian rapi, jadi staff kantoran, ah itu adalah cita-citaku! Hmm, tapi apalah dayaku, malah terjebak dengan pekerjaan ini,”
“Dasar bodoh! Pekerjaan ini? Apa maksudmu? Menjadi istriku? Hey, kau harus tahu, jika banyak sekali wanita yang saat ini ingin berada diposisimu, dan iri padamu! Mereka ingin berada disampingku, dan menikmati uangku! Tapi, kau? Kau malah ingin menjadi mereka? Bekerja di kantor ini? Kau sudah memiliki pemilik kantor ini! Kenapa harus bekerja seperti mereka? Ckck, pantas aku memilihmu, karena kau sangat polos!” Alvin geleng-geleng kepala.
“Aku tak merasa memilikimu, jangan berlebihan. Mas, aku tahu diri, aku itu gak pantas untuk seperti ini. Dibandingkan dengan karyawan wanitamu, aku jelas masih jauh dibawah mereka. Aku malu, jujur saja, jika aku disampingku, aku merasa sangat-sangat tak pantas,”
“Lagi? Kau berkata seperti ini lagi, Tiara? Lihatlah di sudut ruangan itu, ada sebuah kaca besar, kan? Berkacalah! Lihatlah dirimu! Kau cantik, badanmu proporsional! Kau elegant, kau mewah, karena berada disampingku! Apakah kau masih tak percaya, dengan semua ini?”
Tiara menggeleng, “bagiku ini memang seperti mimpi. Jika saatnya nanti aku terbangun, maka kehidupanku dengan adikku dan sahabatku yang akan jadi kenyataannya. Aku masih tak menyangka, ada di sini, bersama orang yang bisa dibilang sempurna sepertimu. Tak mudah bagiku untuk meyakinkan diriku, jika aku memang ditakdirkan seperti ini …”
Alvin mendekatkan diri pada Tiara, lalu Alvin memegang bahunya, “jalani saja. Aku tak akan bilang kalau aku mencintaimu, aku ingin kau hidup bahagia bersamaku, aku tak akan banyak berkata seperti itu, karena aku tak suka. Hanya satu, lihatlah act of service ini padamu. Tak usah kau pikirkan perjanjian pernikahan itu. Yang jelas, mulai saat ini hingga kapanpun, kau tetap milikku. Termasuk tubuhmu, adalah milikku. Jika aku memintanya, kau harus memberiku itu!” Alvin menyeringai.
Semakin Alvin berbicara, perasaan Tiara semakin semrawut tak karuan. Apalagi, Alvin semakin mendekatkan dirinya pada Tiara. Seolah Tiara tahu, apa yang akan Alvin lakukan padanya saat ini.
Ya, bibirnya mulai mendekat. Hembusan napasnya sudah terasa hangat pada wajah Tiara. Semakin dekat, bibir itu pun saling beradu kehangatan. Alvin mengecup bibir Tiara dengan lembut. Hangat, sangat hangat.
Tiara memejamkan mata, meskipun takut, ia berusaha untuk tetap tenang, menerima semua apa yang Alvin lakukan padanya. Jantungnya berdebar sangat cepat, Tiara gugup, tapi Tiara pun menikmati ciuman hangat itu.
Saat mereka tengah bercumbu mesra, tiba-tiba pintu ruang kerja Alvin terbuka. Sekretaris Doni refleks mencari Alvin, seperti ada sesuatu yang darurat dan penting, yang harus Doni katakan pada Alvin sekarang juga.
“Tuan, kau harus lihat in—” ucapan Sekretaris Doni tiba-tiba terpotong, ketika melihat pemandangan Alvin dan Tiara saat ini. “Astaga, astaga, maafkan aku,” sekretaris Doni pun berniat meninggalkan ruang kerja Alvin.
Alvin refleks melepaskan ciumannya, dan sedikit menjauhkan diri dari Tiara. Malu, malu sekali rasanya ketahuan tengah bermesraan oleh sang sekretaris. Tiara mun mundur, dan berpaling dari Alvin, seolah tak terjadi apapun.
“Tidak, tidak, jangan pergi. Ada apa? Kenapa?” tanya Alvin serius.
“Ada secarik kertas di dekat tempat penembakan, Tuan. Sepertinya itu berhubungan dengan Tuan Hardy,”
“Kenapa kau bisa berasumsi seperti itu?”
“Lihatlah ini, Tuan …”
Sekretaris Doni memberikan secarik kertas dengan tulisan yang mengejutkannya. Alvin pun membacanya dengan seksama. Tiara pun penasaran, ia mendekatkan diri lagi pada Alvin, turut membaca secarik kertas lusuh itu.
“Jika kau ingin tahu siapa pelaku teror ini, datanglah ke Diagonal Restaurant, pukul 15.00, nomor 27.”
“Apakah kau yakin ini ditulis pelakunya? Apakah ini hanya jebakan?” selidik Alvin.
“Jika ini sebuah jebakan, tak mungkin dia meminta bertemu di tempat ramai seperti restoran, Tuan. Apa yang harus aku lakukan?” tanya Sekretaris Doni.
“Aku akan datang, sesuai yang tertulis di kertas itu!”
“Mas Alvin, tak usah datang! Biarkan saja, jangan gegabah!” Tiara berusaha melarang Alvin.
“Aku harus memastikannya, jangan khawatir. Untuk sementara, kau pulanglah dulu, atau kau mau ke rumah mama?”
“Aku pulang saja ke rumah, aku ingin bertemu Fani. Tapi aku takut terjadi sesuatu jika kau pergi, Mas,” Tiara terlihat cemas.
“Aku tak akan gegabah, aku akan mempersiapkan pertahanan diri dengan sekretaris Doni dan Tim IT-ku. Tenang saja, kau tak usah khawatir. Jaga diri baik-baik, selagi kau tak ada disampingku. Bersiaplah, sekretaris Doni akan mengantarmu pulang sebentar lagi.” pinta Alvin.
Tiara mengangguk terpaksa. Setelah kejadian tembakan kala itu, Tiara jadi seringkali overthinking terhadap apapun. Sebenarnya, ini masalah apa? Jika dipikir, berawal dari Hardy, yang jelas-jelas menginginkan dirinya.
Mas Alvin, semenjak aku masuk ke duniamu, kau jadi memiliki banyak masalah seperti ini. Semua jelas karena kehadiranku, karena aku yang masuk dan membuat semuanya jadi rumit. Aku malu, aku adalah pembawa masalah. Jika aku bisa, aku ingin kau tak terbawa masalah ini. Harus apa aku? Harus bagaimana aku ini? Haruskah aku benar-benar pergi dari kehidupannya? Kenapa aku sangat merasa bersalah sekali? Apakah benar semua ini salahku? Jawab aku, Tuhan … aku membutuhkan jawabanmu … aku tak tega melihat dia harus melalui hari-hari berat seperti ini, hanya karena wanita miskin seperti aku. Air mata Tiara berjatuhan, perasaannya campur aduk sekali kali ini.