Jihan yang polos dan baik hati perlu mengumpulkan uang dalam jumlah yang besar untuk membayar tagihan medis ibunya yang sakit parah. Terpaksa oleh situasi, dia menandatangani kontrak pernikahan dengan CEO perusahaan, Shaka. Mereka menjadi suami istri kontrak.
Menghadapi ibu mertua yang tulus dan ramah, Jihan merasa bersalah, sedangkan hubungannya dengan Shaka juga semakin asmara.
Disaat dia bingung harus bagaimana mempertahankan pernikahan palsu ini, mantan pacar yang membuat Shaka terluka tiba-tiba muncul...
Bagaimana kisah perjalanan Jihan selama menjalani pernikahan kontrak tersebut.?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Clarissa icha, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 32
Dua kali Jihan melempari Shaka menggunakan bantal karna tidak mau berhenti mengejarnya. Kini kondisi kamar cukup berantakan, bantal dan selimut berhamburan di lantai. Sprei di atas ranjang juga sudah tidak berbentuk. Sepasang suami-istri itu sudah seperti kucing dan tikus yang sedang kejar-kejaran di kamar hotel.
"Stop Pak Shaka, saya udah nggak kuat lari lagi." Nafas Jihan tersenggal dengan bicara putus-putus. Jihan seperti habis lari maraton setelah berlari mengelilingi kamar hotel berukuran 8 x 14 meter itu gara-gara ulah Shaka.
Jihan menjatuhkan tubuhnya di atas sofa yang paling dekat dengannya. Wanita itu berbaring di sana, tidak peduli lagi dengan keberadaan Shaka yang makin mendekat. Sebab Jihan sudah tidak punya tenaga lagi untuk menghindar.
"Pak Shaka kalau mau peluk saya, peluk saja. Saya ikhlas, asal ada uang kompensasi." Cerocos Jihan dalam keadaan mata terpejam. Nafasnya masih memburu, terlihat jelas dadanya naik turun.
Shaka mendengus, siapa juga yang mau peluk Jihan. Pria itu memang cuma ingin mengerjai Jihan saja. Tapi siapa sangka reaksi Jihan malah berlebihan, wanita itu turun dari ranjang dan berlari ketika di dekati. Tentu saja Shaka semakin jahil dengan mengejar Jihan.
"Apa enaknya peluk kamu. Kamu bukan tipe saya." Ujar Shaka dengan nada menyindir. Jihan langsung membuka mata dan melirik sebal. Ucapannya pada Shaka tempo hari malah di balikkan padanya. Shaka mungkin kesal saat di bilang bahwa tipe Jihan bukan pria seperti dirinya.
Shaka berlalu ke arah ranjang, pria itu memungut satu bantal dan melemparnya ke ranjang, lalu ikut menjatuhkan diri di sana. Shaka tampak tidak peduli dengan kondisi sprei yang berantakan.
Melihat Shaka begitu santai setelah mencibirnya, Jihan mendadak tidak suka melihat ketenangan Shaka. Dia bangun dari sofa dan menghampiri Shaka. Pria dingin dan kaku seperti Shaka memang perlu dikerjai.
Jihan perlahan naik ke atas ranjang. Gerakan itu di sadari oleh Shaka, kini keduanya saling menatap.
"Dingin banget Pak, mendadak jadi pengen di peluk." Kata Jihan seraya mendekat dan berbaring di samping Shaka tampa jarak. Mata Shaka melotot, dia ingin bergeser menjauh tapi sudah terlambat. Kedua tangan Jihan terlanjur meraih tubuh Shaka untuk di peluk.
"Peluk suami sendiri nggak dosa kan Pak.?" Tanya Jihan pura-pura bodoh, lalu menenggelamkan wajahnya di dada bidang Shaka. Dia bisa mendengar jelas detak jantung Shaka yang semakin cepat.
"Jangan bercanda Jihan, sana minggir." Shaka berusaha mendorong bahu Jihan agar melepaskan pelukannya. Tapi bukannya lepas, pelukan Jihan malah semakin erat dan membuat lengan Shaka berhimpitan dengan benda kenyal milik Jihan. Jakun Shaka naik turun menelan saliva. Itu adalah reaksi normal seorang pria ketika bersentuhan dengan benda sensitif milik lawan jenisnya.
"Tadi bukannya Pak Shaka yang ingin peluk saya, sekarang saya menawarkan diri meluk Bapak. Pak Shaka nggak usah khawatir, saya nggak akan minta kompensasi." Jihan menahan tawa di balik wajahnya yang sembunyi di dada bidang Shaka.
Tapi kalau di pikir-pikir, lumayan juga memeluk tubuh besar Shaka. Selain memberikan kehangatan, wangi maskulinnya mampu menenangkan.
"Kamu itu lama-lama meresahkan.!" Kali ini Shaka mendorong bahu Jihan agak keras, sampai pelukan Jihan benar-benar terlepas. Jihan menjadi cemberut.
"Harusnya saya yang bilang begitu Pak. Yang paling meresahkan itu Pak Shaka. Sering banget pamer dada dan roti sobek depan saya. Mata saya jadi ternodai." Gerutu Jihan. Dengan tingkah jahilnya, Jihan malah meraba bagian perut Shaka.
Pria yang sedang mode serius itu tampak kaget dengan aksi berani Jihan. Shaka reflek memegang tangan Jihan untuk menghentikan gerakan tangan itu dari atas perutnya.
"Kamu yang ngotot nggak mau di sentuh, tapi sengaja mancing-mancing saya. Kamu benar-benar penasaran sama pria yang udah nggak per jaka ya.?" Kata Shaka seraya mengukir senyum miring penuh arti. Jihan ketar ketir melihat tatapan mengerikan itu. Dia sampai kesulitan menelan ludah.
"Hehe,, maaf Pak, saya cuma bercanda." Jihan menarik tangannya dari genggaman Shaka, pelan-pelan dia bergeser menjauh.
"Bagaimana kalau coba sekarang, saya juga penasaran rasa pera wan." Shaka bergeser mendekat. Seringai miringnya membuat bulu kuduk Jihan meremang.
"Jangan Pak, saya nggak mau jadi janda dalam keadaan nggak pera wan." Jihan menentang keras.
"Tapi kamu membangunkan singa yang sedang tidur, Jihan. Lihat,,," Shaka mengarahkan bola matanya ke bawah, tepat di antara kedua pahanya. Polosnya Jihan, dia malah mengikuti arah tatapan Shaka. Alhasil matanya ternodai dengan melihat gundukan besar yang menonjol di balik celana.
"Kamu harus tanggung jawab. Kalau sudah bangun, susah di tidurkan lagi." Bisik Shaka. Jihan melonjak kaget, entah sejak kapan jaraknya jadi sedekat itu dengan Shaka, padahal tadi sudah menjauh.
"Pak Shaka nggak serius kan.? Aku,,,,"
Ucapan Jihan berhenti ketika mulutnya di bungkam oleh bibir Shaka. Pria itu dengan lihai mengecup bibir Jihan, menge cap dan me lu mat sangat lembut. Jihan tampak memberontak, namun satu tangan Shaka menahan kepala belakang Jihan agar pagutan bibir mereka tidak terlepas.
Cukup lama Shaka menikmati benda kenyal dan manis itu, sampai Shaka terpaksa melepaskannya karna bibirnya di gigit oleh Jihan.
"Aww.! Jihan, kau itu,,!!" Shaka hampir mengamuk, dia menyentuh bibirnya yang terasa perih dan sakit.
"Salah siapa Pak Shaka cium-cium saya." Balas Jihan santai. Dia mengusap bibirnya yang basah menggunakan selimut. Basah akibat ulah Shaka.
"Saya cium istri sendiri, salahnya dimana.?!" Tegas Shaka. Lagi-lagi dia membalikkan ucapan Jihan.
"Iishh,, bilang saja curi kesempatan." Jihan menarik selimut, menutup tubuhnya sampai sebatas leher, lalu berbalik memunggungi Shaka.
Tidak puas mengerjai Jihan, Shaka langsung menyusup masuk ke dalam selimut yang sama dan menyerang Jihan dengan ciuman di leher, tapi hanya main-main tanpa naf su.
Jihan berteriak dan histeris sendiri di dalam selimut. Mau melepaskan diri tapi kesulitan karna di kurung oleh tubuh besar Shaka.
"Pak Shaka jangan,, aduh geli,, stop,,!!" Jihan berusaha menghindar, tapi sia-sia. Shaka benar-benar mengerjai Jihan habis-habisan, memberikan sentuhan di leher Jihan dengan kecupan bibirnya.
"Geli atau enak.?" Bisik Shaka jahil. Dia terkekeh puas, lalu menyingkir dari atas tubuh Jihan.
Nahas Jihan tersenggal, dia kelihatan sangat lemas. Meski begitu, Jihan masih bisa memberikan tatapan tajam pada Shaka.
"Pokoknya aku minta kompensasi.! Bisa-bisanya cium bibir saya lagi dan cium-cium leher.! Pak Shaka pikir saya wanita apaan.!" Bibir Jihan mengerucut. Bukannya takut, Shaka malah tertawa melihat ekspresi lucu jIhan.
"Kamu di cium suami sendiri tapi merasa di lecehkan. Jangankan cium kamu, tidurin kamu juga nggak masalah, Jihan." Ujarnya kemudian turun dari ranjang dan pergi ke sofa untuk berbaring di sana.
Kening Jihan mengkerut, kenapa Shaka pindah ke sofa.? Batinnya heran.