Rama Abimana, seorang pengusaha mudah yang di khianati oleh tunangannya sendiri. Dia dengan sengaja berselingkuh dengan sekretarisnya karena alasan yang tak masuk akal.
Hingga akhirnya dia memutuskan untuk membalas dendam dengan menikahi seorang wanita secepatnya.
Siapakah wanita yang beruntung di nikahi oleh seorang Rama Abimana?
Seorang pengusaha muda terkaya sekaligus pewaris tunggal perusahaan besar Abimana Corporation.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon rishalin, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 23
Syarin menepuk jidatnya saat mendengar jawaban Bu Windy, bisa-bisa ia bercanda disaat genting seperti ini.
"Seriusan dong Mi, aku juga sebenarnya udah sedikit jatuh cinta sama Mas Rama, Mi. Tapi, aku takut Rama gak nerima aku karena perbedaan status kita." Syarin berkata dengan raut wajah sedih.
"Kamu tenang aja, anak Mami gak matre seperti pria-pria lain, tapi kamu bisa mengikat Rama sekaligus mengabulkan syarat dari Mami."
"Kamu harus bisa kasih Mami cucu secepatnya, Rama juga pasti gak akan melepaskan kamu karena menyayangi anaknya. Gimana? Ide Mami cemerlang kan?"
"Aku bahkan sudah merencanakan itu dari awal, tapi Rama yang merubah segalanya." gerutu Syarin dalam hati.
"Hehe, iya Mi, ide Mami itu cemerlang banget." Syarin mengacungkan kedua jempolnya seraya tersenyum getir, ia teringat dengan pesan Rama tadi.
"Menantu kamu itu gak akan bisa hamil sampai kapanpun." Emosi Mama Susan yang sejak tadi menguping pembicaraan mereka akhirnya meledak juga.
"Ohh, masih berani rupanya kamu menunjukan wajahmu ditempat umum." Bu Windy bangkit dari duduknya lalu menghampiri Mama Susan.
"Emangnya apa salahku sampai gak boleh menunjukan wajahku didepan umum." batah Mama Susan.
"Kalau aku sih bakalan malu banget kalau ketauan punya seorang anak pelacur, aku gak bakalan berani keluar rumah sembarangan." sindir Bu Windy.
"Anakku itu bukan pelacur ya, kamu jangan sembarangan ngomong." Mama Susan mendorong bahu Bu Windy.
"Emang perempuan yang bisa tidur sama pria sembarangan disebut apa kalau bukan pelacur." Bu Windy balas mendorong bahu Mama Susan.
Sementara Syarin hanya menarik sudut bibirnya menikmati pertengakaran antara dua Ibu-ibu sosialita itu.
"Anak kamu aja yang impoten, mangkannya anakku sampe lari kepelukan pria lain yang lebih jantan." Mama Susan berkata sambil mencebikan bibirnya.
"Berani sekali ya kamu ngatain anakku yang tampan itu impoten, kamu liat aja nanti, menantuku akan hamil dalam beberapa bulan kedepan." Bu Windy membusungkan dadanya.
"Coba aja kalau bisa, aku yakin anakmu itu benar impoten. Buktinya sampai sekarang aja Istrinya masih belum hamil. Sementara Vika, sekarang sudah hamil besar."
Kali ini Bu Windy benar-benar kehabisan kata-kata, ia tak mungkin menceritakan yang sebenarnya dihadapan semua orang.
"Kita pergi aja yuk Say, gak baik lama-lama dekat sama orang yang sudah punya aib, nanti aibnya nular sama kita." Bu Windy akhirnya lebih memilih pergi dari pada terus meladeni Mama Susan.
"Emangnya kamu pikir aib itu penyakit hahh? Mana ada aib nular, dasar wanita gila." teriak Mama Susan dari kejauhan.
"Dia siapa Mi?" Syarin kembali berpura-pura polos.
"Dia itu Mamanya wanita, yang Mami ceritain tadi." jawab Bu Windy kesal.
"Wah pantesan aja dia marah-marah, kita kan tadi lagi ngomongin yang jelek-jelek soal anaknya." Syarin membekap mulutnya pura-pura terkejut.
"Bukan ngomongin yang jelek-jelek, tapi kita ngomongin fakta." Bu Windy berkata dengan nada yang ditekankan diakhir kata.
***
Mereka kini sudah kembali kerumah dengan bibir Bu Windy yang masih mengerucut.
"Mami kenapa? Kok wajahnya jadi bete gitu? Apa Syarin bikin salah disana?" Rama bertanya setelah Bu Windy menghempas kasar tubuhnya disamping Rama dengan bibir mengerucut.
"Ketemu Mama mantanmu, dia." Syarin menjawab setelah duduk didepan Rama.
"Kalian ketemu Mama Susan?" Rama menaikan sebelah alisnya.
"Stop, jangan panggil wanita itu dengan sebutan Mama lagi." Bu Windy berteriak murka.
"Memangnya dia bilang apa sama Mami sampai Mami jadi bete gini?" Rama mengusap lembut punggung Maminya.
"Tanya aja tuh sama mantu Mami, Mami lagi males ngomong?" Bu Windy melipat kedua tangannya didada.
"Dia bilang apa memangnya?" Kali Rama menoleh kearah Syarin.
"Dia bilang kalau kamu impoten." Syarin mengatupkan bibirnya menaha tawa.
"Apa.. ? Kenapa dia sampai bisa berpikir gitu?" Kedua bola mata Rama membulat seolah tak percaya.
"Karena kamu belum pernah menyentuh mantan kamu, dan sampai sekarang kita juga belum dikaruniai seorang anak, hal itulah yang semakin memperkuat dugaannya." Syarin menarik sudut bibirnya karena hal ini akan membuat Rama sedikit frustasi.
"Kok bisa-bisanya dia berpikir sampai sejauh itu? Kan bisa saja kita belum punya anak karena memang belum siap dan menundanya dulu. Pantas saja akhir-akhir ini orang-orang sering berbisik saat melihatku, rupanya wanita tua itu yang sudah menyebarkan rumor buruk tetangku." Rama mengacak rambutnya frustasi.
"Mangkannya, kamu cepat kasih Mami cucu biar mereka gak berpikir seperti itu terus, Mami juga kesal kalau anak Mami satu-satunya ini dikira impoten." gerutu Bu Windy.
"Ya gimana mau punya cucu Mi? Kalau mantu Maminya aja belum si.." ucapan Rama terpotong saat Syarin lebih dulu menginjak kakinya dibawah meja.
"Kenapa memang dengan mantu Mami? Dia belum apa?" Cecar Bu Windy.
"Aku kan belum sembuh Mami." Syarin tersenyum menyeringai.
"Kamu masih meragukan anak Mami? Kamu masih berpikir dia akan ninggalin kamu setelah kontrak pernikahan kalian selesai?" Pertanyaan Bu Windy dijawab dengan anggukan lirih oleh Syarin.
"Bawa kesini kontrak pernikahan kalian?" Bu Windy sampai menggebrak meja sangking kesalnya.
Membuat Rama dan Syarin segera melangkah lebar menuju kamar masing-masing.
"Astaga, jadi selama ini mereka tidur terpisah? Pantes aja benihnya gak tumbuh-tumbuh." Bu Windy menepuk jidat setelah melihat Rama dan Syarin menuju kamar yang berbeda.
Hingga tak berselang mereka sudah kembali dengan membawa map ditangannya masing-masing.
"Mulai hari ini Mami membatalkan kontrak pernikahan kalian, kalian harus menikah selamanya dan memberikan Mami cucu yang banyak." Bu Windy merobek surat kontrak pernikahan mereka saat itu juga.
Sementara Rama dan Syarin sama-sama mengulum senyum, karena mereka berdua sebenarnya sangat mengharapkan hal ini.
"Satu hal lagi, mulai malam ini kalian harus tidur satu kamar dan Mami akan tinggal disini untuk mengawasi kalian, sampai mantu Mami ini dinyatakan hamil." perkataan Bu Windy kali ini berhasil membuat bola mata Rama dan Syarin membulat sempurna.
"Kok gitu sih Mi? Jangan terlalu cepat dong, kasian kan Syarin juga baru sembuh." jawab Rama mengiba.
"Udah, pokoknya Mami gak mau tau, mulai malam ini Mami akan tinggal disini, biar Pak supir nanti yang mengantar pakaian Mami." Bu Windy segera bangkit dan memasuki kamar yang ditempati Syarin.
Rama dan Syarin kini hanya bisa saling tatap, mereka sama-sama membayangkan bagaimana saat mereka harus tidur bersama nanti.
***
"Kenapa kalian masih duduk disitu? Cepat masuk kamar sana." Bu Windy menatap heran Rama dan Syarin yang masih sama-sama duduk disana meski dirinya sudah selesai membersihkan diri dan memakai pakaian santai milik Syarin.
"Tapi kan tadi ada Mami dikamarku." jawab Syarin gugup.
"Kamu gak denger omongan Mami tadi? Kamu tidur dikamar Rama sekarang, kamar itu lebih luas dan nyaman dibanding kamar yang kamu tempati, biar nanti Mami yang nganter baju ganti ke kamar Rama."
Mau tak mau akhirnya mereka melangkah ragu memasuki kamar Rama setelah melihat Bu Windy yang berkacak pinggang dengan mata yang melotot.
Setelah tiba didalam kamar suasana canggung tadi kembali hadir, mereka sama-sama bingung harus melakukan apa.
"Kamu mandi duluan gih, habis itu kita makan malam bareng Mami." Rama akhirnya buka suara.
Syarin mengangguk lirih lalu segera melangkah menuju kamar mandi, hingga tak berselang lama Bu Windy datang untuk mengantar pakaian ganti milik Syarin.
"Kemana mantu Mami itu?" Bu Windy mengedarkan pandangannya namun tak menemukan Syarin disana.
"Namanya Syarin Mi, dia lagi mandi."
"Suka-suka Mami dong mau manggil dia apa. Nih, suruh dia pakai ini malam ini." Bu Windy menyodorkan satu set piayama berbahan satin yang minim bahan.
"Mami serius nyuruh Syarin pakai ini?" Rama mengatupkan bibirnya menahan tawa.
"Biar dia bisa memikat gairah kamu." jawab Bu Windy singkat lalu berlalu meninggalkan kamar itu.
Syarin keluar dari kamar mandi setelah Bu Windy meninggalkan kamar.
"Siapa yang datang tadi?" Syarin bertanya sambil mengusap rambutnya yang masih basah dan berhasil membuat Rama terpesona hingga mematung selama beberapa saat.
"Ah.. itu tadi Mami, dia nganter baju ganti buat kamu." jawab Rama gelagapan.
"Kamu serius Mami nyuruh aku pakai baju ini?" Mata Syarin membulat sempurna saat melihat pakaian yang diberikan Bu Windy tadi.
*************
*************
jadi penisirin.