Undangan sudah disebar, gaun pengantin sudah terpajang dalam kamar, persiapan hampir rampung. Tapi, pernikahan yang sudah didepan mata, lenyap seketika.
Sebuah fitnah, yang membuat hidup Maya jatuh, kedalam jurang yang dalam. Anak dalam kandungan tidak diakui dan dia campakkan begitu saja. Bahkan, kursi pengantin yang menjadi miliknya, diganti oleh orang lain.
Bagaimana, Maya menjalani hidup? Apalagi, hadirnya malaikat kecil.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Egha sari, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 11. Flashback. Ayo, menikah!
Di bawah, guyuran pancuran air. Sandra terduduk, dengan memeluk kedua kakinya. Ia meraung, tanpa takut terdengar. Menangis di taman, tidak membuatnya lega. Air matanya, masih saja terus jatuh.
"Ayo, menikah!" pinta Zamar, saat itu.
"Kau gila. Kenapa aku harus menikah denganmu?"
"Karena, kau satu-satunya wanita yang tidak akan banyak menuntut dariku. Menikah denganku, maka kau tidak perlu melakukan perjodohan."
"Maaf, aku tidak bisa. Aku tidak bisa menyakiti Maya. Dia adalah temanku."
"Maya mengkhianatiku dan aku tidak bisa membatalkan pernikahan. Ibuku terus menangis, hingga harus dirawat. Aku tidak punya pilihan lain, selain mencari pengantin pengganti."
"Tapi, kenapa harus aku?"
"Karena, keluarga kita sudah saling mengenal. Kedatangan ibumu hari ini, membuatnya sedikit merasa lebih baik."
Sandra membisu, mungkin sedang memikirkan tawaran Zamar, yang juga memberikan keuntungan padanya. Namun, jika ada hati yang harus tersakiti, mungkin lebih baik tidak sama sekali.
"Satu tahun dan kita akan berpisah," lanjut Zamar lagi. "Aku hanya perlu menutupi wajah ibuku. Jika dalam setahun, kau ingin berpisah, aku tidak akan menahanmu. Aku tahu ini berat, tapi ini lebih baik untuk kita berdua. Menikah denganku, kau bisa bebas dari aturan orang tuamu. Dan setelah, berpisah pun, mereka tidak akan bisa mengusikmu."
"Beri aku waktu."
"Baiklah."
Malam itu, Sandra dan sang ibu, menemani Resti diruang rawat inap. Ibu Zamar tampak lemah, dengan selang oksigen di hidungnya.
"Jadi, ini putrimu?" tanya Resti dengan lemah.
"Benar. Dia dan Zamar, sudah saling mengenal."
"Kalau begitu, apa dia bersedia menggantikan Maya, di pernikahan? Tiga hari lagi dan aku sangat panik. Kau tahu, kami tidak bisa membatalkan pernikahan ini."
"Tentu saja, putriku bersedia." Ibu Sandra langsung menyetujui, tanpa bertanya terlebih dahulu pada putrinya. Dan itu, membuat Resti terharu, karena mendapat pertolongan dari sahabatnya.
Sandra sendiri membisu, tanpa berani memprotes. Keputusan ibunya adalah hal mutlak, yang tidak bisa diganggu oleh siapapun.
Akhirnya, mau tidak mau, Sandra membuat kesepakatan dengan Zamar.
Tiga hari, sebelum pernikahan. Sandra mencoba gaun pernikahan, yang seharusnya milik Maya. Entah mengapa, sangat pas ditubuhnya. Sandra menatap dirinya dalam cermin, sambil terus meminta maaf dalam hati pada sahabatnya.
May, maafkan aku. Sungguh, aku tidak punya pilihan. Maafkan aku, maafkan aku!
Sandra terus meminta maaf dengan air mata yang nyaris menetes. Gaun pengantin ini, seperti memberikan beban hati padanya. Ada rasa bersalah yang mencapai langit dan seolah tak termaafkan.
Menjelang pernikahan, orangtua Sandra, terus memberikan peringatan dan ancaman pada putrinya.
"Kau harus menikah besok, jangan membuat hal aneh. Jika kau tidak mau dinikahkan dengan teman ayahmu, yang perjaka tua."
"Aku tahu."
"Ingat, jangan katakan, pada Zamar tentang kejadian malam itu. Kau tahu, kan maksud ibu? Dia tidak akan percaya padamu, justru sebaliknya."
"Baik." Sandra memilih menurut.
Tok tok tok.
"San, kau sudah terlalu lama? Kau baik-baik saja?"
Sandra tidak menjawab. Ia menghapus air mata, lalu bangkit menyelesaikan ritual mandinya.
"Apa terjadi sesuatu?" selidik Zamar, yang mulai merasa aneh dengan sikap Sandra.
"Tidak ada. Aku hanya stress, karena banyak tugas yang harus diselesaikan bersamaan."
"Jangan membebani diri, kau bisa sakit. Kita adalah teman, kau bisa bercerita padaku." Zamar memberikan pakaian, lalu beranjak duduk.
Bagaimana aku bisa cerita, jika kau saja tidak peduli padanya? Kau tidak tahu, beratnya beban pernikahan ini. Satu tahun, terlalu lama bagiku, untuk memikulnya.
Sandra mematung, ia terisak tiba-tiba. Mungkin, ia sudah tidak mampu menahannya. Zamar yang mendengar itu, langsung bangkit.
"Kenapa? Kau sakit?"
Sandra menggeleng, dengan kepala tertunduk. "Aku tidak bisa, Za. Ini terlalu berat. Semuanya, menyalahkanku, menyudutkanku. Aku tidak bisa membela diri, karena itu kenyataan. Aku merebut tunangan sahabatku dan membuatnya terusir dari kampus." Hiks, hiks, hiks.
Zamar mendekap Sandra, membelai kepalanya untuk menenangkan.
"Siapa yang mengatakan itu? Mereka tidak tahu apa-apa, jadi jangan masukkan dalam hati."
"Aku tidak bisa, Za. Mereka benar, aku adalah seorang pelakor."
"Tidak. kau bukan wanita seperti itu!" Zamar melepaskan pelukan, menatap Sandra dengan hangat. "Aku akan membungkam mereka." Kembali memeluk Sandra.
Pelukan yang hangat dan perhatian yang tidak pernah ia rasakan sebelumnya. Ada getaran aneh, dalam hati Sandra. Ia merasa tenang, nyaman dan terlindungi.
Deg.
Mata Sandra membulat sempurna. Akal sehatnya, seolah memberi alarm. Ia melepaskan pelukan Zamar dan mundur perlahan.
"Terima kasih. Tapi, kau tidak perlu melakukannya. Jika kau bertindak, maka semua akan menganggapnya benar."
"Istirahatlah. Malam ini, kita akan sekamar. Tapi, aku sudah menyiapkan sofa panjang untukku."
Sandra mengangguk, lalu masuk dalam kamar mandi. Ia perlu mewaraskan pikirannya, dengan mandi.
Zamar duduk bersandar, diatas tempat tidur. Dilihatnya, foto pernikahan mereka yang terpajang. Lalu, dimana foto pertunangannya dengan Maya? Zamar masih menyimpannya dengan rapi. Dia merasa berat dan tidak rela, untuk membuangnya begitu saja.
Meski, bibir mengatakan benci dan tidak peduli. Tapi, ada rasa rindu yang menyiksanya, setiap malam. Tawa, senyum dan manjanya tertanam dalam pikiran Zamar, yang begitu sulit untuk di hapus.
Ya, Zamar belum melupakan Maya, sepenuhnya. Foto Maya masih berada dalam ponselnya. Layar depan, juga masih senyuman Maya disana.
"Kau menyerah begitu cepat, May? Aku menghancurkan impianmu, tapi kau menghancurkan hidupku."
Yah, Zamar merasa hidupnya, sudah hancur, sejak mengambil keputusan untuk menikah. Menikah dengan wanita, yang sama sekali tidak dicintainya. Entah hubungan, apa ini? Tinggal seatap, tapi seperti orang lain. Dan entah berapa lama, ini akan bertahan?
Sang ibu adalah satu-satunya alasan Zamar, untuk bertahan.
"Za, Maya kemana?" Resti bertanya dengan menekan amarah. "Dia tidak ada di apartemen dan di kampus. Sebenarnya, dia kemana? Katakan, Zamar."
"Aku mengusirnya."
"Ap-apa?" Resti terperanjat, dengan meremas dadanya. "Kenapa? Kalian akan menikah tiga hari lagi dan kau mengusirnya? Apa kesalahannya?"
"Dia menipuku dan berselingkuh dibelakangku. Dia membiayai pria lain."
Sontak Resti, merasa pusing dan hampir ambruk.
"Mama," teriak Zamar, yang juga langsung memanggil pelayan.
"Za, apa kau tidak bisa menunggu, sampai kalian menikah? Sekarang, Mama harus bagaimana? Sore ini, keluarga besar kita akan datang. Mama harus menjelaskannya, bagaimana? Kakek dan nenekmu, sangat menyayangi Maya."
"Maafkan, aku."
"Lalu, sekarang bagaimana? Kenapa tidak memberitahu Mama secepatnya?"
Wajah Resti semakin memucat, dan itu membuat Zamar panik. Lalu, mengantarkannya ke rumah sakit. Sepanjang jalan, Resti terus menangis dan menyebut nama Maya.
"Maya wanita baik-baik. Dia tidak mungkin, melakukannya, Zamar. Kau pasti salah paham, Nak. Cari Maya, sekarang!"
"Ma, jangan pikirkan itu! Zamar mohon!"
"Za, undangan sudah disebar. Mama bisa mati, karena menahan malu. Belum lagi, keluarga ayahmu, yang selalu menekan Mama. Bagaimana Mama akan mengatakan pada mereka? Mama selalu memuji Maya pada mereka." Suara Resti, semakin lemah dan tak terdengar.
"Ma, sadar, Ma." Zamar berteriak ada supir. "Cepat. Kenapa kau sangat lambat?"
"Maaf, Tuan."
🍋 Bersambung.
Penggambaran suasana slain tokoh2nya detil & aku suka bahasanya.
Tapi sayang kayaknya kurang promo deh dr NT.
Tetaplah semangat berkarya thor, yakinlah rezeki ga kemana..
Tengkyu n lap yu thor...
biar jd penyesalan