Velicia dianggap berselingkuh dari Jericho setelah seseorang memfitnahnya. Jericho yang sangat membenci Andrew—pria yang diyakini berselingkuh dengan istrinya, memutuskan untuk menceraikan Velicia—di mana perempuan itu tengah mengandung bayi yang telah mereka nanti-nati selama tiga tahun pernikahan mereka, tanpa Jericho ketahui. Lantas, bagaimanakah hubungan mereka selanjutnya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Lilylovesss, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Ruang Tengah
****
"Karena dokter sudah menyuruhku untuk pulang, kalian juga boleh kembali. Pekerjaan kalian pasti semakin menumpuk gara-gara menemani aku di sini."
Sharine hanya terdiam saat Velicia sudah menurunkan kedua kakinya ke atas lantai. Ada Andrew di samping perempuan itu, jadi Sharine tidak perlu merasa khawatir.
Saat Sharine menatap Velicia, perasaannya sangat sedih. Sharine tidak bisa membayangkan jika Velicia mengetahui soal kematian mertuanya yang selalu ia anggap sebagai ibu keduanya. Sejak tinggal di panti, Velicia tidak pernah diangkat menjadi anak angkat oleh siapa pun karena dia yang memilih untuk tetap di panti hingga dewasa.
Sampai ketika perempuan itu menikah dengan Jericho, Velicia selalu bercerita pada Sharine jika ia sangat dekat dengan mertuanya. Bahkan, mertuanya rela memperluas wilayah panti asuhan untuk meraih hati Velicia.
"Kenapa kau selalu cerewet, Velicia? Apa karena sebentar lagi kau akan menjadi seorang ibu?" celetuk Sharine tanpa merasa sungkan sama sekali.
"Sharine ...." Andrew berusaha menengahi.
Velicia hanya memberi tatapan datar, seakan perempuan itu telah kehabisan energi untuk beradu mulut dengan Sharine. Andrew meraih lengan Velicia untuk membantunya keluar dari ruang inap yang akan mereka tinggalkan hari itu juga.
Sementara itu, Sharine memiliki tugas membawa beberapa barang-barang milik Velicia. Perempuan itu berjalan tepat di belakang Andrew dan juga Velicia. Selama mereka melewati lorong, Sharine berharap jika Velicia tidak akan mendengar kabar apa pun tentang mertuanya hingga kandungannya berumur lima bulan.
****
"Bagaimana denganmu sekarang? Kau sudah merasa sedikit lebih baik?" tanya Jeremy. Pria itu baru saja datang menemui Jericho untuk memeriksa keadaan Jericho.
Dari kejauhan, Jeremy bisa melihat bagaimana tatapan kosong yang terlihat kentara dari kedua bola mata Jericho. Wajahnya terlihat lesu, meskipun sekarang sudah masuk hari ke tiga sejak Nathalie meninggal dunia.
"Besok aku akan segera kembali ke kantor. Cutiku sudah terlalu banyak."
"Jika kau merasa belum begitu membaik, jangan memaksakan diri, Jericho. Kedatanganku ke sini juga untuk memberitahukanmu tentang ini."
Jericho menggaruk kepalanya yang tak gatal. Setelah beberapa hari berada si rumah kedua orang tuanya tidak membuat perasaannya semakin membaik. Setiap kali ia melihat ruangan yang selalu Nathalie pakai untuk melukis, perasaanya selalu mendadak sesak.
"Kau tidak masalah untuk mengurus pekerjaanku selama aku tidak ada? Bukankah itu terdengar sangat jahat?"
"Jahat? Lebih jahat mana? Membiarkanmu bekerja dengan perasaan yang masih berduka, atau membiarkanku mengurus pekerjaanmu? Bukankah pekerjaanku memang menyelesaikan pekerjaanmu yang tak selesai?"
Jericho menganggukkan kepalanya. Sudah ia duga, kedatangan Jeremy menemuinya tidak sekedar untuk memastikan dirinya baik-baik saja, tetapi juga untuk mengomeli pria itu. Untung saja Jaks tidak ada di rumah. Sejak istrinya meninggal, Jaks sering kali datang mengunjungi rumah terakhir Nathalie.
"Silakan diminum minumannya, Tuan."
Seina tiba-tiba datang dengan minuman yang ia bawa untuk Jericho juga Jeremy. Perempuan itu membungkukkan tubuhnya sekilas sebelum benar-benar menarik diri kembali dari ruang tengah. Sementara itu, Jeremy memandang punggung Seina tanpa henti.
"Kenapa kau menatapnya seperti itu?" tanya Jericho yang sedikit merasa terganggu dengan sikap Jeremy yang tak biasa.
"Kau membawanya ke rumah ini? Sejak kapan?" Kini pandangan Jeremy kembali pada Jericho yang duduk di seberangnya.
"Sejak ibuku meninggal. Memangnya kau tidak melihatnya saat pemakaman? Dia sudah di sini bersama ibunya."
"Aku memiliki firasat yang buruk tentang dia."
Jericho tergelak dalam detik itu juga. Sehingga membuat Jeremy nampak heran dengan sikapnya. Padahal, pria itu mengatakan apa yang sebenarnya ia rasakan dan Jeremy memang sering kali mengatakan sesuatu yang ia rasa tidak pas saat bertemu dengan orang baru.
"Kenapa kau menertawaiku?"
"Sudah berapa kali kau berkata seperti itu saat melihat Seina? Kau tidak merasa bosan, kah?"
"Jangan dekat-dekat dengannya. Firasatku tidak baik. Aku hanya memperingatkanmu." Ancam Jeremy yang berhasil membuat Jericho diam seketika.
****
"Ibu, memangnya pria itu tidak bisa berjauhan dengan Tuan Jericho? Apakah temannya hanya dia seorang? Tidak ada yang lain?" Seina bertanya kepada bibi Anne yang sedang sibuk mencuci buah-buahan yang baru ia beli di super market.
"Memangnya kenapa? Apakah dia mengganggumu? Setahu Ibu, Tuan Jeremy orangnya sangat baik. Dia juga tidak sombong dan dia termasuk orang yang ramah terhadap orang seperti Ibu."
Seina melipat kedua tangannya di atas dada. Bukan soal itu yang Seina maksudkan. Menurut dirinya, Jeremy terlihat sangat tidak menyukainya. Dari tatapan, bahkan sorot matanya. Setiap kali bertemu dengan Seina, pria itu tidak pernah menyapanya sekalipun.
"Auranya buruk. Aku tidak suka dengan pria yang memiliki aura buruk sepertinya, Bu. Itu menganggu kenyamananku di sini."
Bibi Anne mulai menata buah-buahan di atas wadah. Sementara Seina masih memperlihatkan raut wajah kesalnya. Seina merasa kesal terhadap Jeremy karena sampai satu jam lebih pun, Jeremy tak kunjung pergi. Setia duduk di sofa tanpa merasakan bosan sedikitpun.
"Ibu, hari ini aku sudah berhasil membuat minuman hangat yang Tuan Jericho inginkan. Tapi, karena pria itu tak kunjung pergi, sepertinya aku tidak bisa memberikannya. Padahal, sudah dua malam ini dia tidak bisa tertidur dengan nyenyak, Bu."
Bibi Anne menghentikkan aktifitasnya. Kini, wanita setengah baya itu menatap wajah putrinya yang masih juga belum membaik dari kekesalannya.
"Bukankah Ibu sudah memperingatkanmu untuk tidak melakukan hal apa pun di rumah besar ini? Jika kita sudah kembali ke rumah Tuan Jericho, mungkin Ibu tidak perlu memperingatimu, Seina."
"Kenapa? Ibu merasa terganggu? Bukankah memiliki menantu seperti Tuan Jericho adalah harapan Ibu selama ini?"
Kath yang tadinya akan masuk ke bagian dapur, memilih untuk menarik dirinya kembali. Kini, tepat di belakang tembok besar yang menghalangi dapur dan teras belakang, Kath menyandarkan diri di tembok sembari mendengarkan obrolan antar ibu dan putrinya.
Di rumah itu, hanya ada Kath sebagai asisten rumah tangga. Asisten rumah tangga yang sebelumnya sudah pergi dan tidak kembali lagi. Sementara itu, Tuan Jaks belum sempat mencarikan pengganti untuk menemani Kath. Jadi, di sana hanya ada Kath seorang diri sebagai asisten rumah terlama.
"Belum waktunya. Ini sama sekali bukan waktu yang tepat, Seina."
"Ulangi lagi, Bu! Terus ulangi kata-kata sa*pah itu di depan mataku sekarang juga."
Bibi Anne rasanya telah kehilangan kesabarannya. Ingin sekali wanita setengah baya itu menggeret Seina untuk keluar dari dalam rumah besar itu kemudian memaksanya untuk pulang ke rumah mereka.
Bagi bibi Anne, jika sampai Seina terlanjut tidur bersama Jericho dengan jebakan yang ia buat sendiri, itu tidak akan mendatangkan keberuntungan melainkan penderitaan. Jericho tidak memiliki perasaan apa pun terhadap Seina dan Seina tergolong orang baru yang Jericho kenal. Maka jika hal yang tidak diinginkan terjadi, maka pihak yang akan dirugikan tentu Seina sendiri.
"Silakan lakukan saja, tetapi Ibu tidak akan segan menggeretmu pulang ke rumah. Ingat! Ini adalah ancaman. Pikirkan baik-baik dan jangan sampai kau melakukan hal buruk itu. Ibu bisa membuatmu menyesal seumur hidupmu, Seina."
****
Seneng, gak Seina diomelin?
kau masuk dalam jerat wanita siluman itu 😏🤨
bahkan kau tak memikirkan perasaan orang tua mu yg ingin sekali bertemu Velicia disaat terakhir nya 😡😡
jika bertemu Valencia dalam keadaan yang lebih baik dan begitu bahagia 🙂