Chan Khotthot naa ... dilarang boom like.
Kenzie, seorang wanita berusia 27 tahun, sering mendapat olokan perawan tua. 'Jika aku tidak dapat menemukan lelaki kaya, maka aku akan menjadi jomblo hingga mendapatkan kriteriaku' Itulah yang dikatakannya. Namun, ibunya tidak tahan ketika para tetangga menghina anaknya yang tidak laku. Akhirnya memutuskan untuk membuat perjodohan dengan sahabat lamanya! Akankah Kenzie bersedia ataukah menolak perjodohan itu?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon ShiZi_, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Diserang oleh seseorang (25)
"Jika begitu aku akan lebih banyak membencimu, karena dari kebencianku tumbuh perasaan ini, bukan?"
"Aku lelah mengetik, sekarang biarkan aku memasang ini untukmu." Tambah Kenzie lagi.
"Aku akan memasangnya sendiri," ucap Ardi seraya mengambil alat bantu dengar dari tangan Kenzie.
"Maaf karena aku selalu membuatmu harus menahan diri karena sikapku yang munafik," ujar Kenzie.
"Sekarang apa yang kamu inginkan?" tanya Ardi sedikitpun tidak menoleh.
"Mengulang kisah yang pernah retak akibat hantaman dari perbuatanku," jawab Kenzie.
"Apa kamu yakin ingin terus berada di sisi seorang pria cacat sepertiku? Kamu masih bisa memilih jalan di luar sana! Bersamaku akan membuatmu semakin kesulitan," balas Ardi.
"Dulu aku berpikir jika ingin suami kaya hanya karena kemiskinanku, bukankah semua orang punya mimpi untuk mendapat pasangan sesuai keinginan." Kenzie pun sedikit menjelaskan alasan kenapa ingin memiliki sosok suami kaya yang tentunya harus baik.
"Tidak ada yang salah, tetapi semakin kamu memaksanya, maka kamu semakin terobsesi. Jadi, pergilah untuk mendapat seperti yang kamu inginkan." Kata Ardi.
"Tidak, kali ini pilihanku sudah tepat. Lagi pula ada untungnya jadi istrimu," ujar Kenzie dengan seulas senyum.
"Itu karena aku tuli, ketika kamu marah dengan bebas memaki dan berteriak." Jawab Ardi.
Kenzie pun tertawa, tidak menyangka jika Ardi dapat menebaknya. Namun, dibalik sebuah tawa, ada air mata yang jatuh tanpa meminta persetujuan.
"Maaf, maafkan aku karena sudah jahat kepadamu. Aku salah, aku menyesal." Suara serak dari Kenzie, membuat Ardi membawanya ke dalam pelukan.
Sesaat.
Tak ada suara Kenzie, lalu suara tangis itu pun juga tidak didengarnya lagi. "Kamu tidur lagi," batin Ardi seraya menatap wajah wanita yang dinikahinya enam bulan lalu.
Dengan perlahan, Ardi pun memindahkan tubuh Kenzie, menyelimutinya kembali dan setelah itu dirinya bangun untuk olahraga pagi di dapur. Yah, olahraga memasak untuk makan dirinya dan juga istrinya.
Jam yang berputar semakin cepat, tanpa terasa sekarang sudah berada di angka tujuh. Membuat Ardi buru-buru membangunkan Kenzie.
"Zie, bukankah kamu berangkat pagi? Maka segera bangun," ucap Ardi ketika membangunkan istrinya itu.
Sudah tiga kali Membangunkan, tetap saja Kenzie belum juga bangun. Lalu, Ardi pun mendekatkan wajahnya sedikit maju. Namun, tiba-tiba suara Alarm hingga mengejutkan wanita tersebut dan dua wajah kini saling menempel.
"Maaf." Dengan gugup Kenzie segera menghindar dari Ardi.
"Aku kira kamu sudah mati," balas Ardi.
"Sebelum membuatmu jatuh cinta padaku, aku tidak akan mati dengan mudah!" Setelah mengatakan Kenzie pun pergi. Tubuhnya tiba-tiba menegang, tidak mengira jika wajahnya bisa saling bersentuhan dengan wajah Ardi.
Sesaat setelahnya.
"Aku sudah menyiapkan bekalmu." Setelah berucap Ardi pun keluar rumah karena ada sesuatu yang harus segera diurus.
"Tunggu! Bukankah aku sudah memintamu untuk mengantarku? Jika menolak aku akan mengutukmu," dengus Kenzie.
"Apa kamu yakin untuk hal ini? Bukankah karena kamu menikah dengan pria tunarungu sampai-sampai dihujat oleh rekan kerjamu juga." Kata Ardi karena ia ingat betul bagaimana semua temannya mencemooh dengan tidak adil.
Kenzie pun terdiam, ia terus mengingat siapa saja yang menghakiminya karena menikahi suami tuli, sekarang ... bahkan tidak peduli walau semua orang menghinanya.
"Aku ingat, tapi sekarang aku tidak peduli dan antar aku secepatnya!" titah Kenzie dengan mimik muka yang datar.
Di lain tempat.
"Leo, bukankah kamu mengatakan akan membawa kekasih ke rumah? Lalu di mana dia sekarang?" tanya seorang wanita dengan perempuan dengan penampilan anggunnya.
Leo yang kini duduk seraya menatap layar laptop hanya bisa diam memaku, ingatannya kembali pada kejadian tempo hari. Di mana Kenzie tidak memberi jawaban, sudah beberapa kali menghubungi tetap saja wanita tersebut tak merespons.
"Leo, apa kamu mendengar ibu!" ucap ibu dari Leo lagi.
"Dia sedang sibuk. Mungkin nanti aku akan menemuinya," balas Leo.
"Segera bawa ke sini, ingat! Usiamu sudah pantas menggendong anak." Setelah mengatakan kalimat tersebut. Ibu dari Leo pun pergi karena sudah cukup untuk memastikan.
"Ada apa dengannya? Kenapa seakan ada yang disembunyikan dariku," batin Leo yang kini terus memikirkan Kenzie.
Ditinggalkan ketika momen yang dinanti-nanti oleh Leo, menghilang tanpa kabar dan merasa jika ada sebuah rahasia dibalik itu semua. "Haruskah aku mencari tahu tentangnya?" Dalam pikiran yang kacau balau. Leo pun dihadapkan pada situasi di mana sulit untuk dipecahkan.
"Sudahlah, setelah pekerjaan ini selesai aku akan mencari tahu tentang dia."
Beberapa saat kemudian.
"Tunggu, bukankah itu Kenzie? Jangan bilang kalau suami tunarungunya adalah dia!" ucap seseorang pada temannya.
"Cukup tampan, tapi kalau cacat aku juga tidak akan sudi." Teman satunya lagi pun ikut menimpali.
"Mereka sudah menikah tiga bulan lalu, baru kali ini aku melihat mereka bersama." Jawab teman satunya kepada kedua temannya.
"Sudahlah, jangan sampai kita ketahuan karena bergosip."
Bukan tanpa alasan mereka mengetahui, karena secara kebetulan melihat Kenzie turun dari motor Ardi dengan tangan melingkar di perut. Hal tersebut mengundang cara berpikir terhadap rekan kerjanya.
Tidak mempedulikan pandangan orang lain. Kenzie lebih peduli tentang jalan hidupnya yang sekarang. Menjadi lebih baik karena tidak ingin kehilangan seseorang di hidupnya.
"Ar, terima kasih."
Untuk kali pertama Ardi tersenyum setelah sekian lama hanya memasang wajah datarnya. "Segera masuk!" titah Ardi.
Kenzie pun akhirnya masuk dan Ardi juga akan langsung berangkat ke bengkel. Namun, dari sepanjang jalan. Sebuah mobil Jib terus saja mengikuti laju motornya.
"Siapa mereka? Kenapa aku merasa jika mobil tersebut sedang mengikutiku," batin Ardi pada saat melihat mobil belakang lewat spion.
Motor yang dikendarainya sengaja lebih dipercepat lajunya. Benar saja jika mobil di belakangnya juga ikut cepat. Hingga kini berhasil menghadang kendaraan milik Ardi.
Suara rem begitu mengerikan hingga menimbulkan bekas di aspal. Tanpa meminta persetujuan tiga orang yang baru saja keluar dari mobil langsung membabi buta Ardi.
"Katakan, siapa yang menyuruh kalian?" gertak Ardi.
"Yang pasti seseorang yang ingin kamu mati." Jawab seseorang yang baru saja dilumpuhkan oleh Ardi.
"Itu berarti kamu juga akan mati di tanganku!"
Dua pukulan dilayangkan Ardi, tidak menyangka jika seseorang sampai rela menyewa pembunuh bayaran hanya karena ingin ia mati.
"Pergi! Sebelum kalian benar-benar mati di tanganku," ucap Ardi karena tiba-tiba saja tubuhnya merasa begitu lelah dan merasa sesak napas.
"Kami akan pergi, tapi lihat saja nanti ... kami akan membawa kepalamu kepada bos!"
Ketiga orang itu pun berhasil melarikan diri. Meski begitu mereka terluka parah dan sekarang Ardi hanya bisa bersandar di motor miliknya.
"Kenapa akhir-akhir ini tubuhku merasa lelah," batin Ardi dengan diselingi beberapa kali batuk.
"Sepertinya aku butuh Deva, yah. Hanya dia yang bisa membantuku," gumamnya lagi seraya mengambil ponsel di sakunya.
semangatt..
jgn lamalama Up nyaa...