Cintanya pada almarhumah ibu membuat dendam tersendiri pada ayah kandungnya membuatnya samam sekali tidak percaya akan adanya cinta. Baginya wanita adalah sosok makhluk yang begitu merepotkan dan patut untuk di singkirkan jauh dalam kehidupannya.
Suatu ketika dirinya bertemu dengan seorang gadis namun sayangnya gadis tersebut adalah kekasih kakaknya. Kakak yang selalu serius dalam segala hal dan kesalah pahaman terjadi hingga akhirnya.........
KONFLIK, Harap SKIP jika tidak biasa dengan KONFLIK.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon NaraY, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
35. Kekhawatiran dalam hati.
Tok.. tok.. tok..
Bang Rama melongok melihat siapa yang sudah mencari dirinya di pagi buta.
"Danton.. ijin..!!!!" Seorang caraka Danton datang menemui Bang Rama di pagi buta.
"Masuk.. Ada apa?" Balas Bang Rama.
"Ijin Dan, ada perintah............"
...
Sejenak Bang Rama terdiam, harus ia akui bahwa kali ini sudah tidak seperti dulu lagi. Meninggalkan Dilan dan putranya adalah hal yang begitu berat namun sebagai seorang prajurit tentu dirinya harus menjalankan tugas negara dengan sebaik-baiknya.
Banyak beban moral dan mental yang dirasakan tapi Bang Rama pun harus kuat.
"Ada masalah?" Papa Hanggar menegur putranya yang banyak terdiam.
"Aku harus berangkat tugas, tapi aku tidak tega dengan Dilan dan Rudha." Jawab Bang Rama.
"Oohh.. berangkatlah, nanti biar Dilan sama Papa dan Mama." Kata Papa Hanggar.
"Kalian mau membawa Rudha pergi?? Rudha masih terlalu kecil."
"Papa juga tau Rudha masih kecil. Mama yang akan tetap disini, Papa yang bolak balik Jakarta kesini." Sebersit rasa tenang Papa Hanggar karena itu berarti masih ada waktu bagi Mama Arlian untuk merawat menantunya hingga benar-benar pulih.
Meskipun Bang Rama terlihat tidak ikhlas namun tidak ada pilihan lain untuk saat ini. "Aku titip istriku..!!"
...
Dilan sungguh kaget saat suaminya meminta ijin untuk berangkat bertugas. Ini adalah kali pertama mereka akan berjauhan.
"Berapa lama dan kemana Abang pergi?" Tanya Dilan.
"Sebenarnya tidak jauh, makanya kamu tenang saja. Ini hanya tugas jaga perbatasan." Jawab Bang Rama sekedar menenangkan Dilan.
Mendengar jawaban tersebut, Dilan pun percaya. Perlahan hatinya pun tenang.
Dilan pun mengambil tas dan berniat membantu Bang Rama mempersiapkan beberapa perlengkapan dan kebutuhan yang akan di bawanya dalam penugasan.
"Tidak perlu, dek. Semua sudah di persiapkan dari dinas..!!" Kata Bang Rama.
Dilan berjalan menghindari Bang Rama dan Bang Rama mengerti jika ternyata Dilan juga bersedih saat dirinya akan berangkat ke medan tugas.
"Insya Allah Abang juga tidak akan lama. Kalau pekerjaan sudah beres, pasti Abang segera pulang." Janji Bang Rama.
Hanya anggukan kepala yang bisa Dilan berikan.
"Kira-kira, ada yang bakalan kangen sama Abang atau tidak ya??" Ledek Bang Rama melihat wajah sendu Dilan.
Dilan menyembunyikan senyum malu-malu sampai kemudian memeluk Bang Rama. "Pasti kangen lah, Bang. Kangen sekali. Mungkin Abang saja yang tidak kangen."
"Mana ada Abang tidak kangen. Kamu masih hamil saja Abang kangen setiap hari." Bang Rama mengangkat dagu Dilan agar bisa menatap wajahnya. "Apalagi yang semalam, jelas buat Abang semakin rindu berat. Tunggu Abang pulang ya..!! Jujur Abang masih 'rindu'. Kamu pintar sekali, sayang." Bisik Bang Rama di telinga Dilan.
Jelas Dilan sungguh malu mendengar ucap Bang Rama. Ia pun menunduk malu. Bang Rama pun menutup pintu kamar dengan hati-hati.
Papa Hanggar hendak menuju ke teras depan tapi Mama Arlian menarik tangan suaminya. "Jangan lewat sana, Pa..!!" Mama Arlian melirihkan nada suaranya.
"Kenapa??"
"Pintu kamar Rama sudah tertutup, pasti dia sedang ingin berduaan dengan menantu Papa." Kata Mama Arlian.
"Nggak mungkin, Ma. Masa Rama nggak dengar apa kata Papa tadi. Masa Rama nggak kasihan sama Rudha??"
Mama Arlian menatap tajam ke arah Papa Hanggar. "Papa bisa berpikir seperti itu karena Papa sudah lebih senior dan sudah bisa mengatur keadaan. Paling tidak, Papa sudah ada persiapan matang. Tapi Rama manten anyar dan masih panas-panasnya, Pa. Papa sendiri waktu muda apa bisa sejago itu menahan diri??? Telat sedikit saja sudah kelojotan seperti ayam keracunan. Dilan juga bisa apa, Pa?? Usia Rama masih usia pada tahap puncak pria dewasa. Dilan lewat saja pasti sudah membuat hasratnya kalang kabut." Omel Mama Arlian.
"Inilah repotnya kalau punya istri perawat. Semua hal di kaitkan dengan masalah kesehatan. Tidak semua begitu, Ma. Papa sudah nasihati Rama banyak-banyak. Kau tau, diam-diam Papa sudah beri dia 'pengaman'." Kata Papa Hanggar dengan bangga.
"Terserah lah, Pa. Mama tetap nggak percaya kalau Dilan bakal selamat. Matanya Rama itu kalau sudah lihat Dilan.. aduuuuuhh.. ngeri Mama lihatnya." Mama Arlian pun berjalan meninggalkan Papa Hanggar sambil menggendong baby Rudha.
//
Bang Rama terpaksa menuruti keinginan Dilan dan memasang 'helm' sebelum terjadi pertempuran di antara mereka.
"Jangan banyak mengeluh, Bang. Tolong lah, Dilan belum siap kalau sampai hamil lagi." Pinta Dilan.
Bang Rama mengangguk, bagaimana pun juga dirinya masih memiliki perasaan kasihan pada istrinya itu.
"Iyaaa.. iyaaaa..!! Ayo lah Neng, sebentar saja..!!"
...
Papa Hanggar melongok melihat Bang Rama tidur pulas di kamar sembari bertelanjang dada. Gayanya sudah seperti pahlawan kalah perang.
Sebenarnya dalam hati Papa Rama juga menyimpan kecemasannya sendiri tapi mau bagaimana lagi, Rama dan Dilan memang sudah menikah. Beliau juga tidak bisa banyak ikut campur dalam urusan rumah tangga putranya.
"Ini kopinya, Pa." Dilan menyuguhkan kopi untuk mertuanya.
"Terima kasih, ndhuk..!!"
"Iya, Pa." Dilan pun beranjak pergi.
Papa Hanggar terus memperhatikan cara Dilan berjalan sampai beliau mengusap wajahnya.
"Sudah lah Pa, biarkan saja. Kalau pun hamil, biar Rama yang pusing."
"Papa tau, Ma. Nggak tega saja lihat Dilan hamil lagi apalagi Rudha masih sangat kecil." Kata Papa Hanggar.
"Sudah kodratnya, Pa. Yang penting Rama selalu sayang dan setia, itu adalah obat terbaik bagi Dilan."
Papa Hanggar menoleh mendengar jawaban Mama Arlian. Beliau menyentuh tangan sang istri. "Maaf ya, Ma. Papa bukan suami yang baik."
"Papa yang terbaik." Jawab Mama Arlian.
.
.
.
.