Di hancurkan berkeping-keping oleh suaminya dan juga ibu mertuanya, kehidupan Laras sangat hancur. selain harus kehilangan anak keduanya, Laras di serang berbagai ujian kehidupan lainnya. Putranya harus di rawat di rumah sakit besar, suami mendua, bahkan melakukan zina di rumah peninggalan orantuanya.
Uluran tangan pria tulus dengan seribu kebaikannya, membawa Laras bangkit dan menunjukkan bahwa dirinya mampu beejaya tanpa harus mengemis pada siapapun. Akan dia balaskan semua rasa sakitnya, dan akan dia tunjukkan siapa dirinya yang sebenarnya.
Sehebat apa luka yang Laras terima? apakah dia benar-benar membalaskan rasa sakitnya?
Yuk simak terus ceritanya sampai habis ya 🤗🥰
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Reni mardiana, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Kembalikan hartaku!
Laras menegakkan tubuhnya, dia melihat Nando tengah mencekal tangan Tuti yang sudah bersiap kembali menyerangnya.
"Pergi! Jangan pernah kau sentuh Laras! Atau kau akan tahu apa akibatnya." Tekan Nando.
"Jangan ikut campur, pencuri ini memang layak mendapatkan pelajaran dariku. Dia sudah mengambil semua hartaku! Kembalikan rumahku, perhiasan dan juga mobilku!" Tuti memberontak bahkan meludah kearah Laras.
"Kami tidak akan pergi, sebelum wanita tak tahu diri ini mengembalikan hak kami." Jefri pun mulai mengeluarkan suaranya.
"Heleh, harta kalian? Harta mana yang kalian maksud? Harta hasil dari menyakiti aku dan juga anakku, baiklah jika memang kalian ingin harta kalian kembali. Tapi sebelum itu, kalian kembalikan juga harta berhargaku!" Tantang Laras dengan sorot mata menajam, sebanyak apapun harta yang berhasil ia kumpulkan tidak ada artinya di bandingkan hartanya yang paling berharga.
Jefri dan Tuti terdiam, mereka tidak mengerti dengan harta yang di maksud oleh Laras. Bukannya Laras lah yang mengambil semua harta mereka, bahkan mereka tidak merasa telah mengambil milik Laras.
"Harta mana yang kau maksud?" Tanya Jefri dengan mata memicing.
"Anakku! Anak keduaku yang dia bunuh! Dia adalah harta yang paling berharga, jika memang kalian ingin harta kalian, maka kembalikan terlebih dahulu hartaku." Tunjuk Laras pada Tuti.
Persetan dengan harta duniawi yang mereka inginkan, Laras hanya meminta anaknya kembali. Keduanya pun terdiam, disana mulai banyak orang yang melihat perdebatan mereka, tetapi Tuti dan Jefri yang tak tahu malu itu malah terlihat santai saja.
"Kenapa melihatku seperti itu, hah! Kau yang tidak becus menjadi seorang ibu, pantas saja anakmu mati! Lihat saja, wanita modelan pencuri sepertimu tidak layak menjadi Ibu." Ucap Tuti dengan lantang.
Laras memejamkan matanya, dia mengepalkan tangannya sampai urat-uratnya terlihat jelas. Nando tidak terlalu paham dengan apa yang tengah mereka perdebatkan, tapi satu hal yang Nando yakini bahwa dua orang di hadapannya itu membenci Laras.
"Hei, Lihatlah dia! Jangan percaya dengan penampilannya yang tertutup, dia hanya wanita murahan simpanan pria beristri! Baru saja bercerai dia kaya dalam waktu dekat, zaman sekarang mana ada kaya secara instan, benar kan? Dia itu cuman gelandangan yang menjadi benalu bagi putraku yang berharga, bahkan dia mencuri hartaku dan menjebloskanku ke penjara karena tak terima anakku menceraikannya!" Tak tanggung-tanggung, Tuti dengan beraninya berbicara yang bisa saja menggiring opini orang lain seakan Laras itu wanita yang tidak baik.
"Ck, diamlah nenek peot! Mulutmu itu bau! Dari penampilanmu saja orang pasti bisa menyimpulkan sendiri, janganlah kau menyebar gosip di sisa umurmu yang sudah bau tanah." Nando berdecak kesal saat Tuti menjelekkan Laras, oh tidak bisa! Dia tidak akan tinggal diam.
"Kau yang seharusnya diam! Memangnya siapa kau? Apa kau salah satu simpanan, Laras?" Ketus Jefri.
Nando menaikkan satu alisnya, dia menyentil kening Jefri yang tingginya hanya sebatas dadanya. Laras terkekeh melihat Jefri mengusap keningnya yang berhasil di sentil oleh Nando, malas sekali Laras harus menanggapi mulut yang isinya semua keburukan.
"Segitu aja cengeng. Laras terlalu sempurna untuk di jadikan simpanan, lebih bagus kalau di jadikan istri. Udah kayak tabungan saja pakai di simpan segala, dahlah mending gue masuk. Daripada disini, stress iya, kelaparan iya ngadepin orang pe'a." Dengan santainya Nando menarik tangan Laras, Melly mengekor dari belakangnya.
"Jangan salahkan aku, jika Langit menyusul adiknya!"
Langkah Laras terhenti saat nama putranya di bawa-bawa, dia membalikkan tubuhnya dengan wajah marah.
"Berani kau menyentuhnya, maka kau tanggung akibatnya!" Tegas Laras.
Laras kembali membalikkan tubuhnya berjalan kearah pintu utama, sementara Tuti menatap nyalang kepergian Laras. Jefri berteriak frustasi, dia sudah menggelontorkan banyak uang untuk membebaskan ibunya dan Dania. Laras pun sekarang tak mudah untuk di perdaya, sekarang mantan istrinya itu sudah jauh lebih cerdik. Dengan perasaan dongkolnya Jefri melenggang pergi meninggalkan Tuti yang masih menatap kearah Laras.
Srenggg ...
Tuti mengeluarkan senjata tajam berupa pisau dari saku celananya, kerumunan tadi pun membubarkan diri. Melihat kesempatan yang bagus, Tuti segera berlari melayangkan pisau yang ia genggam dengan erat. Penjaga yang melihatnya dari kejauhan segera berlari, ia harus segera menghentikan aksi nekat Tuti.
"Bu Laras, awas!" Pekik Satpam.
Mendengar teriakan Satpam, sontak Nando langsung menatap ke belakang, dia tersentak melihat aksi Tuti. Dengan cepat Nando mendorong Laras masuk kedalam bersama Melly, dia merebut paksa pisau yang ada di genggaman Tuti. Terjadi pemberontakan dari Tuti, dia menendang-nendang kakinya berteriak memanggil nama Laras. Tangan Nando mengeluarkan darah segar yang menetes ke permukaan lantai, satpam segera menarik tubuh Tuti menjauh meskipun dia memberontak hebat.
Melihat Tuti sudah di amankan, Laras kembali keluar menghampiri Nando yang tengah menahan sakit di tangannya.
"Ya Allah, Nando!" Laras menarik tangan Nando melihat lukanya, bisa di perkirakan pisaunya tajam sampai darah terus mengalir dari telapak tangan Nando.
"Kita ke rumah sakit, Mel siapkan mobilnya." Titah Laras pada Melly.
"Tidak usah, Ras." Nando rasa tidak perlu harus pergi ke rumah sakit, dia masih bisa mengobatinya sendiri.
"Itu tangannya luka loh, Nando." Cemas Laras.
"Alaahhh, dikit doang kok. Lagian ada kotak obat juga di mobil, jadinya tinggal di bersihin kasih obat merah beres deh." Ucap Nando dnegan santainya.
"Yasudah, aku obati di dalam." Ucap Laras, dia mengajak Nando masuk.
"Bu, jadi gak ke rumah sakitnya?" Tanya Melly.
"Enggak jadi, Mel. Nando bilang tinggal di bersihin terus di kasih obat merah. Aku sih yes aja, jadi gak perlu ngeluarin biaya buat bayar rumah sakit." Jawab Laras.
"Ck, perhitungan sekali kau ini." Decak Nando.
"Maklum, janda punya tanggungan." Gurau Laras yang di tanggapi dengan kekehan kecil dari mulut Nando.
Melly pun ikut terkekeh, terkadang ucapan yang keluar dari mulut majikannya itu santai tapi lucu. Laras mendudukkan Nando di salah satu meja pengunjung, dia meminta melly mengambilkan kotak obat.
"Setiap kali kesini kau itu terluka, demen banget bang ngeluarin darah." Celetuk Laras.
"Biasalah, lelaki banyak aksi. Bukannya bilang terimakasih udah di tolongin, dasar dodol." Gerutu Nando.
"Dodol? Enak dong. Btw, makasih ya udah nolongin Neng Laras yang cantik ini, kalau gak ada aa Nando mah gak tahu deh bakal kayak gimana." Goda Laras.
"Anjir, geli banget dengernya." Nando bergidik ngeri saat Laras memanggilnya dengan sebutan aa.
Laras pun terkekeh melihat ekspresi Nando, tak berselang lama Melly membawa kotak obatnya, Laras mengambilnya dan mulai mengobati luka Nando. Bukannya Laras tertawa di saat ada musibah, dia hanya teringat ucapan orang tua Nando yang mana harus membuat mood pria itu tetap baik, ada rasa kasihan juga di hati Laras, maka dari itu dia berusaha menghibur Nando.