Dilarang Boom Like!!!
Tolong baca bab nya satu-persatu tanpa dilompat ya, mohon kerja sama nya 🙏
Cerita ini berkisah tentang kehidupan sebuah keluarga yang terlihat sempurna ternyata menyimpan rahasia yang memilukan, merasa beruntung memiliki suami seperti Rafael seorang pengusaha sukses dan seorang anak perempuan, kini Stella harus menelan pil pahit atas perselingkuhan Rafael dengan sahabatnya.
Tapi bagaimanapun juga sepintar apapun kau menyimpan bangkai pasti akan tercium juga kebusukannya 'kan?
Akankah cinta segitiga itu berjalan dengan baik ataukah akan ada cinta lain setelahnya?
Temukan jawaban nya hanya di Noveltoon.
(Please yang gak suka cerita ini langsung Skipp aja! Jangan ninggalin komen yang menyakitkan. Jangan buka bab kalau nggak mau baca Krn itu bisa merusak retensi penulis. Terima kasih atas pengertian nya.)
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Bilqies, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
MENDUA 31
Di sebuah rumah yang terpencil di pinggiran kota, Angel memegang erat tangan Rafella, anak Rafael yang masih berusia tujuh tahun. Wajah Rafella pucat pasi, matanya penuh ketakutan. Angel menatapnya dengan senyum jahat yang menyeringai, mengetahui betapa besar kekuatan yang dimilikinya atas gadis kecil ini.
Angel yang sedang hamil anak Rafael, dan untuk memastikan pria yang telah mempermainkannya itu agar segera menikahinya, akhirnya Angel memutuskan untuk melakukan langkah ekstrem menculik Rafella. Dia tahu bahwa Rafael akan melakukan apa saja untuk menyelamatkan anaknya, bahkan jika itu berarti menyerah pada tuntutannya.
Lampu remang-remang menerangi ruangan yang tampak kotor dan terbengkalai. Rafella duduk di sudut ruangan, tubuhnya gemetar ketakutan.
Angel duduk di kursi dengan pose yang angkuh, memperhatikan Rafella dengan tatapan penuh kebencian.
"Kamu tahu, Rafella, Daddy mu itu pria yang sangat buruk. Tidak ada yang tahu, tapi aku tahu segalanya." Angel tersenyum sinis.
Rafella menatapnya bingung, meskipun matanya masih basah oleh air mata.
Angel beranjak dari duduknya, kemudian berjalan mendekat dengan langkah perlahan ke arah Rafella.
"Daddy kamu tidak pernah sayang sama kamu, dan dia juga tidak sayang sama Mommy kamu!" Lanjut Angel dengan tegas dan penuh penekanan di akhir kalimat.
"Dia sudah menghianati Mommy kamu. Dia telah berselingkuh denganku, dan tidak peduli lagi sama Mommy kamu. Apa kamu tahu kenapa Daddy mu tidak pernah di rumah? Itu karena Daddy mu lebih memilih aku daripada kalian." Angel terus menjelekkan Rafael di hadapan Rafella berusaha mempengaruhi pikiran gadis kecil itu.
Rafella menatap Angel dengan mata terbuka lebar, bingung dan kesal. "Tidak, itu bohong! Daddy tidak mungkin seperti itu." Rafella menyangkal segala tuduhan yang diberikan Angel pada Daddy nya, sambil terisak ketakutan.
Angel mendekat dan menyentuh bahu Rafella dengan lembut, meski dalam hatinya dia merasa puas melihat gadis itu gelisah. "Itu kenyataannya, Sayang. Daddy kamu sudah tidak sayang lagi sama kalian. Coba lihat, di saat kamu berada disini, apa Daddy mu akan datang untuk mencarimu? Kalau dia memang benar-benar sayang sama kamu, dia pasti sudah mencari kamu dari tadi. Tapi, buktinya dia tidak peduli sama sekali terhadapmu."
"Tidak, Daddy sangat menyayangiku! Dia pasti datang mencariku." Butiran kristal mulai berjatuhan keluar dari sudut ekor matanya.
Angel tertawa, suara tawanya terdengar sarkastik, seolah tak peduli dengan ketakutan di wajah anak itu.
"Oh, jadi kamu masih percaya pada Daddy mu itu? Daddy mu yang selalu memberimu pelukan hangat itu sebenarnya, dia adalah pria yang tidak tahu malu." Sarkas Angel tertawa sinis menatap Rafella.
"Kamu tahu Rafella, Daddy yang kamu banggakan itu bahkan telah menghamiliku. Dan itu bukan kecelakaan, aku dan Daddy mu melakukannya atas dasar suka sama suka, tidak ada paksaan sama sekali. Kini saatnya Daddy kamu menikahiku untuk bertanggung jawab atas semua perbuatannya itu." Angel menyentuh perutnya, dengan senyum lebar.
"Aku tidak percaya omongan Tante. Daddy ku sangat mencintai Mommy, dan dia tidak akan melakukan hal itu." Air mata mengalir begitu deras membasahi wajah mungilnya.
Angel mendekat, wajahnya penuh dengan kebencian yang disembunyikan di balik senyum licik. Dia berjongkok di hadapan Rafella, memaksakan mata mereka bertemu.
"Ayahmu sudah meninggalkanmu Rafella. Tapi sekarang, akan ku buat dia akan memilih antara aku atau kamu. Jika dia tidak menikahiku, aku akan pastikan kamu tidak akan pernah bisa bertemu dengan Daddy dan Mommy mu lagi!" Terang Angel pada Rafella dengan tatapan tajam yang berhasil membuat Rafella sedikit ketakutan.
Angel lalu berdiri, melemparkan pandangannya ke luar jendela seolah-olah memikirkan sesuatu. Rafella merasa terjepit antara rasa takut yang luar biasa dan cinta yang mendalam kepada ayahnya.
"Jangan, Tante ... aku ... aku tidak mau jauh dari Daddy. Aku mau pulang. Aku ingin bertemu Daddy dan Mommy!" Rafella merintih sambil terisak memohon pada Angel, berharap wanita yang ada di hadapannya ada rasa simpati pada dirinya.
Namun, hal itu tidak berlaku untuk Angel, wanita itu sama sekali tidak memiliki rasa simpati sedikitpun pada Rafella. Justru saat ini dia meluncurkan kalimat yang berhasil menohok hati Rafella.
"Kamu akan pulang jika ayahmu melakukan apa yang aku mau. Kalau tidak, aku akan pastikan kamu akan membusuk di tempat ini." Angel kembali menatap tajam pada Rafella.
Setelah puas dengan apa yang dia lontarkan, kemudian Angel berjalan menjauh, meninggalkan Rafella yang masih menangis.
🍁🍁🍁
Malam yang mencekam mulai merayap menemani perjalanan mereka saat ini. Rafael kini sedang fokus dengan kemudi yang dia pegang dengan tatapan lurus ke depan, saat ini dia bingung entah kemana harus mencari keberadaan Angel yang membawa lari Rafella, putri kesayangannya.
Berbagai tempat sudah dia telusuri tapi tidak ada satu pun tanda-tanda adanya Angel di tempat tersebut. Sontak membuat Stella semakin gelisah, dadanya pun bergemuruh hebat menahan sebuah amarah di dalam sana. Dia seakan tidak sanggup lagi untuk menahan segala amarah yang akan meledak kapan pun dia mau.
"Apa pun yang terjadi, kita harus menemukannya, Mas." Stella memegang tangan Rafael dengan kuat, tubuhnya gemetar, dengan tatapan matanya yang tajam penuh tekad.
Rafael menatap istrinya dengan kekhawatiran, hatinya penuh rasa takut. "Kita akan menemukan Rafella, Sayang. Percayalah, Rafella akan kembali lagi bersama kita."
Di sisi lain, Mama Elena, yang tengah duduk di kursi belakang bagian penumpang, terlihat jelas wajahnya penuh kekhawatiran, namun tetap terkesan tenang.
Sejak awal, Mama Elena menyadari bahwa masalah ini jauh lebih besar dari yang bisa mereka bayangkan. Kini, dia berusaha menenangkan diri, meskipun hatinya bergetar dengan ketakutan akan nasib cucunya, Rafella.
Tiba-tiba, terdengar bunyi dering telpon dari gawai Mama Elena. Sontak di raihnya gawai tersebut dari dalam tas nya, tak menunggu lama bagi Mama Elena untuk menjawab telpon tersebut dan sebelum akhirnya jemari tangannya menekan tombol hijau. terdengar jelas suara berat yang ada di seberang telpon.
"Nyonya, saya baru saja menemukan keberadaan cucu anda dari pengawasan kami. Mobil yang membawa Rafella tadi telah diberi GPS oleh rekan saya, sehingga kami dapat melacaknya. Dan kami sudah mengetahui lokasi keberadaan mereka sekarang." Suara dari ujung telepon terdengar tegas namun penuh rasa cemas. Itu adalah bodyguardnya yang memberi kabar penting.
"Syukurlah kalau begitu. Saya akan segera kesana." Ucap Elena lega, sontak raut wajah yang tadi redup kini kembali bersinar.
"Baik Nyonya."
Sambungan telpon pun terputus.
Rafael yang sedikit mendengar percakapan itu menatap Elena dengan harap-harap cemas lewat kaca spion tengah. "Mama ... apakah itu benar? Jadi, Rafella sekarang ada di tempat itu."
Elena meletakkan kembali gawainya ke dalam tasnya dan menatap Rafael dengan serius. "Ya, Rafael. Kita punya kesempatan, lokasi Rafella sudah diketahui, kita bisa segera kesana."
"Baik, Ma." Rafael segera memacu mobilnya dengan kecepatan lebih tinggi, dia ingin segera sampai di lokasi tempat Rafella berada.
'Rafella ... Daddy datang, Sayang. Tunggu Daddy.'
Sedangkan di tempat lain, di dalam ruangan itu tampak Angel sedang duduk di kursi sambil memperhatikan Rafella yang terikat di sebuah kursi.
Rafella, dengan mata merah dan wajah yang pucat, melirik ke arah Angel dengan rasa takut. "Apa yang Tante inginkan? Kenapa Tante mengurungku disini."
Angel tersenyum dingin. "Kamu tidak perlu khawatir, Sayang. Aku lakukan semua ini demi Daddy kamu, supaya dia mau menikahiku."
Dia berjalan mendekati Rafella dengan belati berkilat di tangan. "Kamu akan membantu aku mencapai tujuanku, gadis kecil."
Dengan gerakan cepat, Angel menempelkan ujung belati itu ke leher Rafella, membuat gadis itu menahan nafas, ketakutan.
"Hiks ... hiks ... hiks ... ampun Tante." Rafella terisak ketakutan ketika merasakan dinginnya ujung belati menyentuh lehernya.
"Jangan macam-macam, Angel! Jangan sentuh anak ku." Teriak Stella yang sudah masuk bersama Rafael, Mama Elena, dan beberapa bodyguard.
Angel tidak terkejut. Bahkan, senyumnya semakin lebar. "Ah, akhirnya kalian datang juga. Tapi percayalah, ini akan selesai dengan cara yang lebih manis. Aku tidak akan menyakitinya ... kalau Rafael mau menikah denganku."
Stella terkejut dan amarahnya meluap seketika. Dia berlari maju, hampir mendekati Angel, namun Rafael menariknya mundur. "Stella, tunggu ... bersabarlah ini demi keselamatan Rafella."
Angel tertawa sinis, tetap menempelkan belati itu di leher Rafella. "Kamu harus segera menikahiku, Rafael! Jika tidak, aku tidak menjamin keselamatan anakmu ini."
"Kamu dengar itu, Rafael? Kalau kita tidak setuju, Rafella bisa mati. Kita tidak punya pilihan!" Stella menatap Rafael dengan tatapan penuh emosi.
Rafael berdiri terdiam, pandangannya kosong. Di dalam dirinya berkecamuk perasaan yang sulit untuk dijelaskan. Di satu sisi, dia merasa terjebak dalam dilema besar apakah dia harus mengalah dan menikahi wanita yang tidak dia cintai, ataukah mengambil risiko yang lebih besar dengan menentang Angel?
Mama Elena, yang sejak tadi hanya diam, akhirnya berdiri dari tempat duduknya. Wajahnya tampak muram, tapi dia tahu bahwa hanya ada satu jalan keluar dari kekacauan ini. "Rafael, kita tidak punya waktu. Cepat ambil keputusan, lihat Rafella dia sangat ketakutan."
Rafael menggenggam jemari tangan Stella dengan cemas. "Stella, apa kamu mengizinkan ku untuk menikahi Angel? Aku sangat mencintaimu, Sayang."
Stella menangis, menahan perasaan yang tak terungkapkan. Dia merasa seolah-olah jiwanya sedang hancur berkeping-keping.
"Tidak ada jalan lain, Mas Rafael. Cepat lakukan itu ... demi anak kita."
Rafael akhirnya menatap Angel dengan tatapan dingin, terpaksa menerima kenyataan yang pahit. "Baiklah, aku akan menikahimu, Angel."
Angel tertawa senang, melepaskan belati dari leher Rafella. "Itulah yang aku inginkan darimu, Sayang! Kamu tidak akan menyesal, Rafael. Aku akan selalu membuatmu bahagia disisi ku."
Rafella menatap ayahnya dengan mata penuh kebingungan dan kesedihan. "Daddy ..." Suaranya hampir tak terdengar.
Rafael menunduk, hatinya hancur melihat penderitaan anaknya. Namun, dia tahu bahwa keputusan ini adalah satu-satunya cara untuk menyelamatkan Rafella dari cengkeraman Angel.
Dengan berat hati, dia meraih tangan Stella. "Maafkan aku, Stella. Aku harus melakukan ini demi Rafella."
"Kamu tak perlu minta maaf, Mas. Kamu memang harus bertanggung jawab atas apa yang kamu perbuat selama ini di belakang punggungku."
Malam itu, meski rasa sakit dan amarah masih bergelora, Rafael dan Stella tahu bahwa mereka telah mengambil keputusan yang berat. Namun, tidak ada lagi yang bisa mereka lakukan kecuali melanjutkan hidup mereka, meski semuanya berubah dengan cara yang tidak mereka inginkan.
*
"Apa! Tidak, itu tidak benar."
.
.
.
🍁Bersambung🍁