Di Bawah Umur Harap Minggir!
*****
Salahkah bila seorang istri memiliki gairah? Salahkah seorang istri berharap dipuaskan oleh suaminya?
Mengapa lelaki begitu egois tidak pernah memikirkan bahwa wanita juga butuh kepuasan batin?
Lina memiliki suami yang royal, puluhan juta selalu masuk ke rekening setiap bulan. Hadiah mewah dan mahal kerap didapatkan. Namun, kepuasan batin tidak pernah Lina dapatkan dari Rudi selama pernikahan.
Suaminya hanya memikirkan pekerjaan sampai membuat istrinya kesepian. Tidak pernah suaminya tahu jika istrinya terpaksa menggunakan alat mainan demi mencapai kepuasan.
Lambat laun kecurigaan muncul, Lina penasaran kenapa suaminya jarang mau berhubungan suami istri. Ditambah lagi dengan misteri pembalut yang cepat habis. Ia pernah menemukan pembalutnya ada di dalam tas Rudi.
Sebenarnya, untuk apa Rudi membawa pembalut di dalam tasnya? Apa yang salah dengan suaminya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Momoy Dandelion, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 22: Menyulut Perselingkuhan
Entah mengapa Trian merasa gelisah sepanjang perjalanan. Tubuhnya terasa gerah. Ia kurang fokus mengemudi karena sering melirik ke wanita di sampingnya. Setiap ia melihat Lina, rasanya ia ingin menerkamnya.
'Lelaki macam apa kamu, Trian? Apa gara-gara kamu tahu suaminya tidak dirumah?' batinnya.
Ada niatan buruk terselip dalam pikirannya. Ia ingin menepikan mobil dan langsung mengungkung wanita itu di bawahnya. Ia ingin kembali mencium bibir lembutnya. Namun, sebisa mungkin ia tepis keinginan liar itu.
Tak terasa akhirnya mobil telah memasuki kompleks perumahan. Trian langsung memarkirkan mobilnya di halaman depan rumahnya. Ia dan Lina turun bersamaan dari dalam mobil.
"Trian, terima kasih tumpangannya. Aku pulang dulu," pamit Lina.
Belum sempat ia melangkah, Trian menahan tangannya.
"Kamu kan takut sendirian, menginap saja di rumahku!" ajak Trian.
Lina terkejut mendengar ajakan diam. Tanpa jawaban darinya, tiba-tiba Trian menarik tangannya. Trian membawanya masuk ke dalam rumah itu. Bentuk rumah yang sama dengan rumah Lina hanya saja berbeda penataan furnitur di dalamnya.
"Pakai saja kamar tamu ini. Kalau ada perlu apa-apa, aku di kamar sebelah," ucap Trian ketika mereka sampai di depan kamar paling depan.
"Aku mau masuk kamar dulu. Selamat istirahat," lanjut Trian. Ia lantas meninggalkan Lina sendiri menuju kamarnya.
Lina masih tertegun memandangi kamar yang diberikan untuknya. Ia berpikir untuk pulang ke rumah, tapi ada rasa takut untuk sendirian. Akhirnya, ia melangkah masuk ke dalam kamar.
Tubuhnya terasa tidak nyaman. Seharian di luar membuatnya bau keringat dan terasa lengket. Ia lantas menuju ke kamar mandi untuk menyegarkan badannya.
Tetesan air yang mulai membasahi setiap jengkal tubuhnya. Ia kira tubuhnya akan menjadi lebih segar dan nyaman. Akan tetapi, ia justru merasakan tubuhnya panas dan hasratnya muncul. Bagian bawahnya terasa berkedut dan sensitif.
Ia merasa heran dengan respon tubuhnya yang seperti itu. Tiba-tiba ia teringat kembali saat ia berciuman dengan Trian di ruangan es. Sensasinya semakin membuat hasratnya meninggi. Ia ingin kembali di sentuh oleh bibir dan tangannya. Meskipun ingin mengelak, ia akui sentuhan Trian sangat nikmat.
Ia mencoba menyentuh dirinya sendiri, berharap hasratnya bisa terpuaskan. Namun, posisinya di kamar mandi sangat menyulitkan. Segera ia meraih handuk kimono yang tergantung di dinding. Ia butuh tempat yang nyaman untuk memuaskan dirinya sendiri yang hampir gila.
Pandangannya terlihat buram. Kepalanya pening, membuat jalannya agak sempoyongan. Ia tak tahu apa yang sebenarnya terjadi hingga membuatnya setengah sadar.
Samar-samar ketika sampai di kamar, ia lihat ada Trian duduk di tepian ranjang.
"Lina, kamu mau makan dulu? Aku sudah menghangatkan makanan untukmu."
Suara Trian terdengar sama-samar di telinga Lina. Ia tak begitu mempedulikan. Pikirannya dipenuhi keinginan bahwa ia ingin disentuh seseorang.
"Lina, kamu kenapa?"
Lina tak memberi jawaban. Ia asal menubruk Trian dan memeluknya.
Trian mematung. Sekuat tenaga ia menahan godaan agar tidak mengganggu Lina, tapi wanita itu justru datang sendiri ke pangkuannya. Sejak pulang dari Taman Hiburan ia sudah merasa aneh. Tapi, kalau Lina menyerangnya seperti itu, sepertinya pertahanan dirinya akan runtuh. Apalagi melihat wajah Lina yang memerah dengan tatapan seperti orang yang sedang bergairah.
"Trian ...," panggil Lina dengan suara parau.
"Aku nggak tahan. Rasanya aku ingin disentuh...," lanjutnya.
Sorot matanya sayu dengan ekspresi menggoda. Entah keberanian dari mana, Lina berinisiatif mendorong Trian sampai terlentang di ranjang dan mencium bibir Trian lebih dulu. Otaknya sudah tidak bekerja dengan benar.
Trian masih memikirkan mengapa mereka bisa seperti ini. Dalam kondisi sadar, bahkan Lina tidak akan seagresif itu.
'Apa gara-gara kopi itu?' batin Trian. Mengingat saat itu Lina menghabiskan satu gelas penuh sementara ia hanya meminum dua teguk saja.
Lina sudah berada di atasnya, menciumi dia seperti orang gila. Deru napasnya terdengar jelas di telinga Trian. Sebagai lelaki normal, gairahnya muncul. Dengan cepat ia membalikkan Lina hingga berganti posisi di bawahnya.
"Aku harap kamu tidak menyesal karena aku juga menginginkan hal yang sama," ucap Trian.
Lina tak memberi respon. Trian kembali mengajaknya berciuman dengan agresif. Sepenuhnya ia telah dikuasai gairah. Dengan mudah ia lepaskan handuk yang menutupi tubuh Lina hingga tubuh indah itu terpampang jelas di hadapannya.
Trian meneguk liurnya. Ia begitu tergiur dengan kemolekan Lina yang terbaring pasrah di ranjang. Segera ia ikut melepaskan seluruh pakaiannya dan menindih wanita itu.
Sentuhan antara kulit dengan kulit membuat mereka saling memanas. Rasanya sangat gila sampai akal sehat mereka hilang. Yang ada hanya hasrat untuk saling memuaskan dan dipuaskan.
"This is my first time, Lina. Katakan sesuatu jika kau tak menyukainya," bisik Trian.
Lina tak mempedulikannya. Sejak tadi ia menggila dengan sentuhan yang Trian berikan di sekujur tubuhnya. Ini juga pertama kalinya ia merasakan sensasi yang begitu menyenangkan. Apalagi saat kepala Trian menyelinap di antara kedua pahanya. Suara erangan keluar berkali-kali dari mulutnya.
Kesabaran Trian telah habis. Ia sudah tak bisa lagi menunggu untuk menu utama. Perlahan ia memasukkan miliknya sembari memperhatikan ekspresi wanita yang ada di bawahnya. Rasanya sangat nikmat hingga ia tak bisa mendefinisikannya. Erangan Lina semakin membuatnya bersemangat membenamkan miliknya ke lembah terdalam.
"Lina ... Lina ... Aku mencintaimu ...." Trian terus memanggil nama wanita itu sembari merasakan kenikmatan yang membuatnya gila.
***
Lina tersenyum saat matanya masih terpejam. Ia seolah baru saja mendapatkan mimpi indah. Tubuhnya terasa nyaman dan ringan.
Perlahan ia membuka mata. Benar saja, ia masih terbaring di atas ranjang. Tapi, ketika ia melihat ke sekeliling, ia merasa asing dengan tempat dia berada sekarang.
Sebuah tangan terasa sedang memijat dadanya. Ada seseorang di belakang punggung sedang memeluknya. Bagian bawahnya terasa penu,h seperti ada sesuatu yang mengisi. Saat orang di belakangnya bergerak, ia merasakan sensasi enak yang membangkitkan ingatannya akan kejadian semalam.
Lina terperanjat kaget mengingat kejadian semalam. Ia tidak menyangka tidur dengan Trian bukanlah sekedar mimpi. Mereka benar-benar sudah tidur bersama.
'Tidak, tidak .... Ini gila! Ini tidak mungkin terjadi,' batin Lina. Ia mencoba menolak realita yang ada. Namun, pelukan yang Trian berikan di belakang menyadarkan dirinya bahwa ini bukanlah mimpi.
Ia berusaha melepaskan diri. Ia tidak mungkin bertindak sejauh itu. Ia telah berselingkuh dengan lelaki lain. Ia merasa berdosa terhadap Rudi, suaminya.
"Kamu sudah bangun?" tanya Trian.
Ia memeluk erat tubuh Lina yang hendak pergi darinya. Ia semakin cepat menggerakkan miliknya sembari memijat kedua dada Lina dengan penuh gairah. Ia benar-benar ketagihan atas apa yang sudah terjadi semalam. Rasanya ia ingin terus melakukannya sampai puas.