Setelah 3 tahun bercerai dengan Dimas Anggara. Anna Adiwangsa harus kembali ke kota yang menorehkan banyak luka. Anna dan Dimas bercerai karena sebuah kesalah pahaman. Tanpa di sadari, ke duanya bercerai saat Anna tengah hamil. Anna pergi meninggalkan kota tempat tinggalnya dan bertekad membesarkan anaknya dan Dimas sendirian tanpa ingin memberitahukan Dimas tentang kehamilannya.
Mereka kembali di pertemukan oleh takdir. Anna di pindah tugaskan ke perusahaan pusat untuk menjadi sekertaris sang Presdir yang ternyata adalah Dimas Anggara.
Dimas juga tak menyangka jika pilihannya untuk menggantikan sang ayah menduduki kursi Presdir merupakan kebetulan yang membuatnya bisa bertemu kembali dengan sang mantan istrinya yang sampai saat ini masih menempati seluruh ruang di hatinya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Desy kirana, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 8
Sekitar pukul setengah 7 pagi. Dimas turun masih memakai piyama. Yessa pasti masih tidur, ia biasanya akan bangun saat jam 8 nanti. Dimas menghampiriku dan duduk di kepala meja makan, sementara aku masih memotong-motong buah dan sayur yang akan aku jadikan jus.
Ia menyesap kopi yang sudah ku buatkan untuknya. "Emm! Rasanya benar-benar masih sama. Kamu masih mengingat semua kesukaanku An!" katanya. Aku sama sekali tidak menanggapinya. Sangat malas meladeninya, aku membawa potongan buah nanas dan sawi juga tomat yang sudah ku potong-potong ke meja kompor.
"Wi, tolong buatkan jus untukku. Aku mau workout dulu setengah jam." pintaku pada Dewi yang sedang membereskan piring yang sudah di cuci semalam.
"Iya mbak, nanti aku buatkan."
Aku langsung menuju kamar untuk mengganti pakaian khusus olahraga. Aku terbiasa melakukan ini sejak dulu, karena rasanya sangat rugi jika sehari saja tidak melakukan olah raga yang hanya sebentar.
Aku memakai sport bra dan legging hitam kemudian kembali ke bawah. Aku menghidupkan tv untuk menyetel YouTube. Aku terbiasa workout dengan panduan YouTube.
Aku melirik Dimas menatapku tanpa berkedip saat aku sedang melakukan pemanasan. "Apa?" kataku ketus.
Ia tersenyum dan langsung mendekatiku. "Kau mau menggodaku sayang!" katanya tanpa rasa malu dan berjalan mendekatiku. Siapa yang menggodanya, aku memang biasa seperti ini.
"Memangnya kamu siapa?"
"Aku Daddy-nya Yessa, aku rasa Yessa sebentar lagi akan punya adik." Dimas memegang kedua pundakku dan mencium tengkuk ku dengan sedikit hisapan. hingga membuatku meremang.
"Jangan gila! Disini ada bibik dan Dewi." kataku kesal. Sambil melirik ke 2 pekerjaku yang sedang curi-curi pandang kearah kami.
"Hahaha! Baiklah, nanti kita akan melakukannya di kamar saja." jawabnya enteng.
Aku mendelikkan mataku dan mendorongnya agar menjauh. "Sudah sana, jangan menggangguku."
Ia kembali berjalan menuju meja makan dan mulai menyantap roti buatanku.
Aku melihat bik Mar dan Dewi tersenyum menatap kami berdua.
Setengah jam kemudian aku sudah selesai, keringat membanjiri tubuhku hingga bra yang ku gunakan basah.
Aku duduk di meja makan di sebelah Dimas yang masih memainkan ponselnya. "Wi, bawa kemari jusku." pintaku sambil mengelap peluh di wajah dan leherku, menggunakan handuk kecil.
Dimas meletakkan ponselnya diatas meja. Ia menatapku dengan tatapan entah. Aku tidak perduli, aku menenggak satu gelas jus yang di berikan Dewi.
Setelah menghabiskan satu gelas besar jus itu, aku bangkit dari dudukku. "Mau kemana?" tanya pria itu.
"Mandi!" jawabku ketus tanpa menatapnya. Aku melangkahkan kakiku menuju lantai 2. Saat akan menutup pintu kamar, aku terkejut karena Dimas menahannya.
"Apa-apaan kau ini. Keluar!" bentakku.
Ia malah menyeringai dan mendorong tubuhku hingga masuk ke dalam kamar. Dimas menutup pintu kamar dan menguncinya. "Jangan macam-macam ya Dim, aku bisa berteriak!"
"Nanti saja teriaknya. Kalau aku sudah menghentakmu dalam!" jawabnya entang.
"Jangan kurang ngajar atau aku emmm-" Dimas membungkam mulutku dengan ciumannya. Aku membolakan mata karena terkejut, aku berusaha mendorong dadanya dan memukuli nya. Tapi ia menahan kedua tanganku dan menggiringku sampai ke tepi ranjang.
Dimass merebahkanku diatas ranjang tanpa melepaskan pagutannya. Aku meneteskan air mataku karena rindu di dalam hatiku selama ini seolah terobati. Umpama gurun pasir yang di sirami dengan air hujan hatiku merasa sejuk. Tanpa sadar aku membalas ciumannya, rasanya masih sama seperti beberapa tahun lalu. Tidak ada yang berubah dari ciumannya.
Dimas melepaskan cekalannya di kedua tanganku, karena mungkin menurutnya aku tak lagi memberontak. Aku memeluk tubuhnya erat seolah enggan melepaskannya.
Aku melihat Dimas menyunggingkan senyum kecil di sela-sela ciumannya.
Setelah merasa kesulitan bernafas, Dimas melepaskan ciumannya dari bibirku. Ia menempelkan keningnya di keningku. Nafas kami terengah-engah karena gairah yang tertahan.
"Maafkan aku!" ucapnya lirih.
Aku memejamkan mataku menikmati desiran darahku. Benarkah yang aku lakukan ini, sebenarnya aku ingin menyiksanya dengan rasa bersalah. Karena telah membuang ku beberapa tahun lalu. Tapi hatiku tak bisa berbohong jika aku bahagia.
"Aku mau mandi!" kataku, alih-alih menjawab perkataanya.
"Maafkan aku!" ucapnya lagi.
"Bangunlah, aku ingin mandi."
"Tolong maafkan aku."
"Aku tidak bisa berpikir saat ini, jadi tolong berikan aku waktu. perlakuan mu beberapa tahun lalu benar-benar menyakitiku. Kau membuangku seperti sampah. Untung saja Aku tidak keguguran karena terjerembab diatas lantai saat kau mendorongku. Jika saat itu aku sampai kehilangan Yessa, tidak akan pernah sudi aku menatapmu, bahkan sampai membalas ciumanmu." kataku dengan mata berkaca-kaca. Meskipun aku masih begitu mencintainya. Tapi perlakuannya terhadapku tidak bisa ku lupakan begitu saja.
Mendengar perkataan ku Dimas langsung bangkit dari atas tubuhku. Aku cepat-cepat bangun dan masuk ke dalam kamar mandi. Di dalam kamar mandi ku tumpahkan lagi airmataku. Rasanya benar-benar menyebalkan, mencintai dan membenci seseorang dalam satu waktu.
Aku tak perduli apa yang ada di pikiran Dimas saat ini. Aku hanya ingin dirinya tau, jika perlakuannya beberapa tahun lalu benar-benar sangat jahat.
Dia mendorongku hingga aku jatuh diatas lantai. Saat itu aku tidak tau jika aku sedang mengandung Yessa. Jika saat itu perlakuannya membuatku sampai kehilangan Yessa. Mungkin aku tidak akan pernah memaafkannya seumur hidupku.
Setelah selesai mandi aku keluar kamar dengan handuk putih yang melilit tubuhku. Aku melihatnya masih terpaku di tepi ranjang. Dimas menatapku dengan mata merah, aku yakin dirinya menangis karena menyesali perbuatannya. Tapi aku tidak perduli, aku membuka lemari di depannya duduk dan memilih pakaian untuk pergi ke kantor. Aku memilih kemeja tangan panjang berwarna pink dan rok span hitam selutut dengan belahan di bagian belakang.
Aku membuka handukku tanpa memperdulikan keberadaanya. Lalu memakai pakaianku di depannya. Aku meliriknya, berkali-kali ia meneguk ludah, tatapan matanya tak beralih dari tubuhku. Tapi aku benar-benar tidak perduli.
Setelah memakai pakaian. Aku mengeringkan rambutku dengan pengering rambut. Lalu menyiapkan pakaiannya, mengeluarkan pakaiannya dari dalam papper bag dan menyusunnya diatas ranjang. Setelah itu aku kembali duduk didepan meja rias untuk merias wajahku.
Dimas tidak mengatakan sepatah katapun. Ia hanya melihatku melakukan semuanya. Setelah siap aku keluar dari kamar dengan membawa tas kerjaku membiarkannya sendiri. Terserah dia mau mandi dan bersiap ke kantor atau tidur, aku tidak perduli.
Sesampainya di ruang makan, aku menghubungi asisten Leo untuk mengirimkan jas Dimas ke rumahku. Karena jasnya yang kemarin sudah kotor dan bau.
Setelah itu aku menyantap sarapan seorang diri. Saat ini pukul 8 kurang 15 menit. Gara-gara ciuman sang Presdir, membuatku terlambat berangkat ke kantor.
Setelah menyelesaikan sarapanku, aku mendengar security memanggilku. "Mbak Anna. Ada kiriman jas buat Daddy-nya Yessa." katanya.
Aku mengangguk dan mengambilnya. "Terimakasih ya pak!"
"Sama-sama mbak!"
Aku kembali ke lantai atas untuk melihat apa yang di lakukan mantan suamiku, jika aku melihatnya belum juga mandi. Aku akan meninggalkan nya ke kantor.