Dia bukannya tidak sayang sama suaminya lagi, tapi sudah muak karena merasa dipermainkan selama ini. Apalagi, dia divonis menderita penyakit mematikan hingga enggan hidup lagi. Dia bukan hanya cemburu tapi sakit hatinya lebih perih karena tuduhan keji pada ayahnya sendiri. Akhirnya, dia hanya bisa berkata pada suaminya itu "Jangan melarangku untuk bercerai darimu!"
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon El Geisya Tin, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 16
“Kirim orang untuk mengawasinya, dia masih istriku!” kata Deril sambil menopang dagunya dengan tangan.
Deril sudah mengatakan semuanya pada Danu Dirja saat datang ke kantornya. Dia tidak pernah pernah mengucapkan kata talak, secara langsung pada Shima.
Kalaupun dia pernah mengatakan, ‘akan mengabulkan keinginan Shima untuk bercerai’ termasuk talak, maka itu baru jatuh talak satu. Dia masih bisa rujuk, tanpa harus mengulangi ijab kabulnya.
Sebanyak apa pun Shima meminta cerai tapi, kalau Deril tidak mengatakan cerai maka hukum tidak berlaku, mereka masih sah secara agama.
Walaupun, Deril membiarkan Shima selama setahun, tapi dia juga tidak benar-benar melepaskannya. Masih sering dia memberikan nafkahnya meski melalui orang lain. Misalnya, tetangga yang tiba-tiba memberinya hadiah atau mengirim makanan. Itu semua dari Deril.
“Sudah, Tuan!” jawab Candra, dia sependapat sepenuhnya dengan Deril untuk terus menjaga Shima.
Bukankah Nyonya mudanya itu terlihat kurus dan sakit akhir-akhir ini?
Walaupun, Deril sudah mengatakan jujur tentang perceraiannya, tapi Candra masih penasaran dan banyak pertanyaan di benaknya. Sepertinya, sang bos tidak pernah menganggap serius perceraiannya dengan Shima.
#####
Beberapa hari kemudian, Shima menelepon Nadisa – temannya, setelah selesai mengurus Wisra di rumah sakit. Dia yang mengawasi perawat untuk membersihkan dan mengganti pakaian rumah sakit ayahnya, setiap hari.
Nadisa datang dengan membawa camilan dan duduk di taman dekat apartemen. Mereka dua sahabat sejak SMA sampai sekarang. Dia sering bertemu kalau sudah saling merindukan.
“Kenapa kamu agak lama gak telepon? Kamu ada kerjaan sekarang?” tanya Nadisa sambil duduk dan menyeruput minuman es teh manis yang dibawanya.
“Baru juga dua pekan kita gak ketemu, gitu aja udah rindu? Aku sibuk mengurus ayah seperti biasa.”
“Ayahmu baik-baik saja?”
Shima menceritakan kejadian ayahnya yang harus mengalami sakit jantung beberapa hari yang lalu. Dirinya sendiri juga sakit dan harus istirahat. Jadi, dia tidak mau merepotkan Nadisa, karena temannya itu harus bekerja.
Namun, dibalik kejadian yang menyedihkan itu dia senang, karena akhirnya Deril mau bercerai. Pria itu tidak lagi menghindar untuk membubuhkan tandatangan. Jadi, dia tinggal menunggu akta cerainya selesai, karena semua telah diurus oleh pengacara.
Shima juga terharu saat mengetahui Deril telah memberikan banyak harta padanya. Jumlahnya jauh lebih banyak dari pada yang dia minta.
“Peffft...!”
Nadisa menyemburkan es teh di mulutnya saat Shima mengatakan nominal uang yang diberikan Deril padanya.
“Cuma lima milyar?” katanya.
“Ya! Itu sudah banyak sekali, aku bisa beli dua rumah di pusat kota dengan uang segitu!”
“Seharusnya kamu minta setengah dari kekayaannya atau satu pabrik yang baru buka di Pesisir Bansun! Dia gak akan miskin walau kamu minta satu pabrik gula itu untuk kekayaan pribadimu setelah bercerai!”
“Nadisa ... aku gak akan bisa mengurus pabrik!”
“Kamu jadi bos, ngapain ngurusin pabrik? Kamu tinggal suruh orang mengerjakan ini dan itu, mudah, kan? Lagian itu lebih baik dari pada uang si breng-seg dinikmati pelakor!”
“Sudahlah! Jangan marah padaku, bagiku itu lebih dari cukup!”
“Masya Allah! Kamu ini terlalu baik! Padahal separuh hartanya itu bisa kamu anggap sebagai upahmu melayaninya selama tiga tahun, sebagai kompensasi telah kehilangan bayimu, atau juga hiburan dari hatimu yang sedih karena pelakor!”
“Kalau perbandingannya semua itu, maka gak akan sepadan, harta gak akan pernah menjadi pembeli atas perasaan kehilangan bayiku dan cintaku pada Deril!”
“Nah, itu kamu tahu!”
“Ah! Ikhlaskan saja, ayo! Sekarang kita makan!”
Namun, hati Nadisa tidak reka dengan lapang dadanya Shima, dia tahu bagaimana kehidupan sahabatnya di masa lalu. Shima gagal ikut kuliah karena menikah dengan Deril. Mengingat pengorbanan itu, dia pikir Deril akan menjamin hidup Shima sampai tua. Namun, yang terjadi sekarang justru Shima diceraikan demi kakak iparnya.
Apa istimewanya Karina, karena di mata Nadisa, temannya jauh lebih baik menjadi pendamping Deril.
Tanpa dua wanita itu sadari, seorang pria datang mendekat.
“Hai! Teganya kalian makan tanpa aku?” itu suara Regan. Dia kebetulan melintas sepulang dari rumah sakit dan, melihat dua temannya itu duduk sambil makan baso di taman.
Tempat itu terletak di dekat bundaran, yang mengarah ke tiga jalan utama Surala. Regan bisa dengan mudah melihat, karena kebetulan kursi yang mereka duduki dekat dengan jalan.
“Regan! Ngagetin aja!” kata Shima dan Nadisa hampir bersamaan.
“Kamu gak ke rumah sakit?” tanya Shima.
“Ini baru pulang dari rumah sehat! Tapi melihat kalian sungguh mengganggu pemandangan!”
“Eh, kalau begitu maaf ya? Shima! Ayo kita menghilang!”
“Abaikan saja dia! Gimana kabarmu, gak kambuh lagi, kan, sakit perutnya?” kata Regan.
Shima menggelengkan kepalanya sambil mengunyah.
“Kalau kamu gak ketemu Deril, pasti gak akan berkembang sel kankernya!” kata Regan lagi, membuat Nadisa melotot pada dua temannya.
Dia meletakkan sendok dan bertanya, “Apa maksudku sel kanker? Regan, kamu bercanda, kan?”
Regan dan Shima saling pandang.
Regan kira Shima sudah berkata jujur mengenai penyakitnya pada Nadisa. Dua sahabat itu selalu terbuka tentang apa saja.
Namun, melihat reaksi Shima dan Nadisa kali ini, Regan merasa sangat bersalah. Dia sudah berjanji untuk tidak mengatakan perihal penyakit Shima pada siapa pun juga.
“Maafkan aku, ya? Aku kira kamu sudah mengatakan semuanya pada Nadisa!” kata Regan.
“Sekarang aku sudah tahu! Jadi, bilang saja, kamu memangnya sakit apa, Shima?”
“Kanker usus!” kata Regan, setelah Shima tidak bereaksi apa-apa. Dia tahu, setengah bercerai dengan Deril, maka Shima tidak punya kerabat selain sahabatnya, Nadisa. Jadi, tidak salah mengatakan padanya.
“Semua ini gara-gara laki-laki breng-seg itu! Dia harus menanggung biaya operasi kamu Shima! Bukan itu saja, seharusnya dia yang rawat kamu sampai sembuh!”
“Kenapa menyalahkan Deril? Dia gak tahu apa-apa! Dan, kalau kamu ketemu dia kapan-kapan, jangan bilang soal penyakitku, oke?”
“Shima ...!” Nadisa berkata sambil memegang tangan Shima dan air mata sudah berjatuhan di pipinya.
Nadisa dan Shima bisa dikatakan punya nasib yang sama. Sejak kecil hidup di lingkungan orang berada, tapi nasib membuat mereka harus kembali pada titik nol. Keluarga mereka bangkrut justru saat sudah dewasa, saat hidup membutuhkan banyak biaya. Sekarang mereka sama-sama hidup sederhana.
Melihat Shima yang harus menderita seperti sekarang, hati Nadisa ikut sedih juga.
“Sudah, sudah, kamu gak usah sedih, penyakit itu bisa disembuhkan, asal Shima mau kemoterapi atau operasi!” ucap Regan seraya menepuk bahu Nadisa lembut.
“Baiklah! Aku mendukungmu Shima, kamu harus sembuh! Kamu punya banyak uang dari Deril, gunakan saja untuk itu!”
“Deril memberimu uang? Dia murah hati sekarang?” ujar Regan.
“Regan, apa kamu gak tahu? Sekarang Shima sudah resmi bercerai!”
aku cuma bisa 1 bab sehari😭