Chan Khotthot naa ... dilarang boom like.
Kenzie, seorang wanita berusia 27 tahun, sering mendapat olokan perawan tua. 'Jika aku tidak dapat menemukan lelaki kaya, maka aku akan menjadi jomblo hingga mendapatkan kriteriaku' Itulah yang dikatakannya. Namun, ibunya tidak tahan ketika para tetangga menghina anaknya yang tidak laku. Akhirnya memutuskan untuk membuat perjodohan dengan sahabat lamanya! Akankah Kenzie bersedia ataukah menolak perjodohan itu?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon ShiZi_, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Hati kita tak sama (10)
"Apa kamu mendengarku bicara!"
"Mendengar, Bos."
"Bagus kalau begitu, lanjutkan untuk mendekatinya dan buat mereka bercerai."
Seseorang yang diutus itu pun mengangguk, lalu pergi karena sudah tak ada lagi yang dibahasnya.
Sedangkan orang tua itu sendiri semakin tidak sabar menunggu kehancuran dari seseorang. "Bahkan kamu tidak akan bisa mendapat kebahagiaan," batin paruh baya itu.
Entah, apa yang terjadi kepada keluarganya hingga membenci satu orang. Namun, hal itu yang tak seharusnya dibencinya hanya karena alasan tak masuk akal.
"Kamu pantas menderita." Lagi ... paruh baya itu pun bergumam dan tak membiarkan seorang yang sudah dibencinya tak akan mendapat apa pun, meski itu sebatas kebahagiaan.
Sedangkan di tempat lain.
Kenzie hari ini libur, waktunya ia habiskan hanya untuk bermalas-malasan. Kabarnya Lily akan menemuinya hari ini juga setelah ada pekerjaan di luar kota. Di samping itu Ardi sudah bersiap untuk berangkat karena tidak ingin mengurus urusan tentang istrinya.
"Dia lebih cocok menjadi seorang lelaki bisu."
Ternyata orang yang digumamkan mendengar dan sempat menoleh.
"Bukankah alatnya rusak satu, harusnya tidak mendengar." Itulah yang dikatakan Kenzie dalam hati.
"Dari ibu." Seraya memberikan sebuah kotak kecil, Ardi berkata.
Hufff.
Terdengar helaan napas lega, Kenzie pikir jika Ardi mendengar apa yang dikatakannya barusan.
"Apa ini?"
Ardi memilih langsung pergi tanpa menjawab.
"Dasar bisu!" Teriakannya sampai terdengar dari luar, meski begitu Ardi memilih tidak peduli.
Di dalam rumah, Kenzie yang memegang kotak itu pun merasa penasaran.
Jika ingin memberikan sesuatu, kenapa tidak secara langsung. Itulah yang di pikiran Kenzie.
"Apa ini," gumam Kenzie seraya mengocok isi kotak yang terbuat dari kayu tersebut.
Dengan rasa penasaran yang penuh, ia pun lekas membuka dan matanya sama sekali tidak berkedip ketika melihat isi di dalam kotak tersebut.
"Kalung." Itulah yang diucapkan.
Menatap penuh kekaguman karena keindahan dari sebuah kalung berhiaskan permata berbentuk mawar, tepat di tengahnya.
"Apa aku tidak salah lihat, sedangkan perhiasan ini butuh mengeluarkan isi kantong yang fantastis."
Belum sempat melihat kalung yang ada di tangannya. Sebuah mobil terdengar di depan rumahnya. Lalu, meletakkan kotak kayu tersebut dan melihat ke depan.
"Lily!" sapa Kenzie dengan raut wajah bahagia.
"Zie, akhirnya kita bertemu."
Keduanya pun tersenyum dan berpelukan karena memang cukup lama tidak bertemu.
Sesaat, mata Lily menatap sekeliling rumah yang ditempati oleh sahabatnya. "Tidak terasa jika sudah dua bulan kamu menikah," ujar Lily.
"Tetap saja tak ada yang berubah." Jawab Kenzie dengan kepala tertunduk.
"Zie, apa kabar dengan pernikahanmu?"
Kenzie pun meletakkan tubuhnya di sofa. Merasa jika pernikahan ini sama sekali tak bisa diteruskan.
"Entah, bahkan aku tidak bisa memilihnya." Jawab Kenzie dengan wajah lesunya.
"Bukankah kalian menikah karena dijodohkan, jika tidak ada perasaan masing-masing. Perpisahan akan mengembalikan kehidupan kalian di awal," ucap Lily karena merasa tidak sulit jika memang Kenzie ingin berpisah.
"Tidak semudah yang kamu katakan, dan disinilah aku harus memulai. Namun, tidak tahu caranya."
Lily pun mengusap punggungnya, memberi setitik semangat karena ia yakin jika Kenzie … bukanlah wanita berhati iblis.
"Aku akan mendukungmu," ucap Lily.
"Apa aku bisa untuk mengakhiri semua ini," ujar Kenzie.
"Hatimu yang tahu, percayalah dengan isi di dalamnya." Seraya menunjuk dad4 Kenzie Lily berkata.
Seketika Kenzie dilema. Ketika hatinya ingin meninggalkan, tetapi langkahnya terhenti oleh kalimat yang sempat di dengarnya tempo hari.
"Sudahlah, jangan membicarakan masalahku."
Lily pun mengangguk karena memang itu bukan bagian dari urusannya, tetapi Lily hanya ingin Kenzie menjadi seseorang yang dulu.
Di bengkel.
"Ar, makan dan istirahatlah!" pinta Deva.
Ardi pun mengambil minuman bersoda di tangan Deva, dan mengangkatnya sebagai ucapan terima kasih.
"Bersiaplah untuk pergi ke rumah sakit," ujar Deva lagi.
Ardi pun mengangguk dan segera pergi untuk berganti.
Tidak berapa lama kemudian, keduanya sudah berada di jalan untuk menuju ke rumah sakit. Hingga tanpa terasa mobil yang dikendarai oleh Deva pun sampai.
Satu jam telah berlalu dan Deva pun menyambut keluarnya Ardi di ruang pemeriksaan. "Ar, bagaimana?" tanya Deva dengan wajah tak bisa di artikan.
"Tenanglah ini jauh lebih baik." Ardi pun sudah mendapat alat baru.
"Syukurlah, kita pulang karena aku sudah lapar!" ajak Deva yang mana ingin mampir ke restoran untuk mengisi perut. Namun, sesampainya di sana ....
"Dev, biarkan saja." Ardi pun menahan tangan Deva ketika ingin pergi ke meja lain.
"Ar, tapi ini tidak bisa dibiarkan-."
"Kita sudah sepakat untuk tidak mencampuri masing-masing. Jadi, duduklah dan lanjutkan makanku." Kata Ardi pada Deva.
"Sampai kapan kalian akan seperti ini, Ar! Jika memang di antara kalian tidak ada kecocokan. Maka ceraikan dia!" ujar Deva dengan nada kesal.
"Biarkan dia melakukan apa yang diinginkan. Suatu hari, mungkin saja akan berubah."
"Persetan dengan hal itu, ingat! Dia sama sekali tidak peduli denganmu, lantas apa yang perlu dipertahankan, huh, apa!"
Sungguh, Deva tak habis pikir dengan jalan pikiran Ardi, yang mana memilih diam. Jelas-jelas jika Kenzie lebih bahagia bersama orang lain seperti sekarang, tertawa lepas tanpa beban dan melupakan sosok Ardi.
"Sudahlah, lebih baik kita kembali ke bengkel karena hari juga sudah sore." Tidak ingin membuat Deva semakin emosi, akhirnya Ardi pun mengajaknya pergi.
Keduanya pun akhirnya pergi. Melewati seorang wanita bersama pria lain. Jelas jika Kenzie juga melihatnya, tetapi orang yang melewatinya memilih berpura-pura tidak mengenalnya lagi.
"Ardi, benar itu Ardi." Kenzie terus menatap kepergian Ardi dengan isi hati yang kacau.
Melihat Kenzie terus menatap kepergian seseorang. Membuat Leo mempertanyakannya karena bukan kali ini saja melihat tatapan itu. "Nona, apa kamu mengenalnya?"
"Sudah berapa kali, jangan panggil aku nona!" tukas Kenzie.
"Maaf, tapi aku penasaran apakah kamu tidak mengenalnya?" ulang Leo.
"Tidak," jawab Kenzie dengan cepat.
"Lagi ... dia pura-pura tidak melihatku dan apa maksudnya," batin Kenzie.
"Aku sudah selesai dan ingin pulang!"
Leo mengangguk.
Yah, sore tadi setelah Lily pulang dari rumahnya. Pesan masuk di ponsel Kenzie bertuliskan jika Leonard ingin mengajaknya makan. Namun, siapa sangka jika tempat yang didatanginya justru mempertemukannya dengan Ardi.
Setelah beberapa saat Ardi pergi, Kenzie pun pergi juga karena lelah dengan pikirannya yang teramat kacau. Hingga memutuskan pulang.
Sesampainya di rumah.
"Rupanya si tuli itu belum pulang," gumamnya.
Kenzie pun menghempaskan tubuhnya di sofa. Memejamkan matanya untuk sesaat karena dengan begitu semua penat akan hilang.
Entah sudah berapa lama ia tertidur, tetapi tidak melihat Ardi pulang. "Ternyata sudah jam delapan," batin Kenzie.
Perut yang terasa lapar, memutuskan untuk membuat makanan. Ketika langkahnya mulai meninggalkan ruang tamu, terdengar suara motor dan ia tahu siapa pemiliknya itu.
"Kenapa tidak tidur saja di bengkel," ketus Kenzie ketika Ardi memarkirkan motornya.
"Hai ... aku bicara denganmu? Tunggu!"
Seketika Ardi menoleh. "Apa maumu?"
semangatt..
jgn lamalama Up nyaa...