Rena Agnesia merasa sial saat tertimpa musibah, namun takdir itu mengantarkannya bertemu Jojo Ariando, pangeran tampan yang membuat hatinya meleleh.
Rena menjalin cinta jarak jauh dengan Jojo, seorang pria tampan nan dingin yang dikelilingi banyak wanita karena talentanya dalam pengobatan herbal.
Akankah mereka bersatu setelah konflik yang terus menghalangi cinta mereka? Mampukah Jojo memantapkan pilihan hati ke sosok Rena Agnesia di saat seorang rival berat hadir membayangi?
Saksikan romansa mereka hingga puncak manis yang didamba setiap insan di dunia.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Mardi Raharjo, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
12. Motif Bersama
Pertanyaan Jojo seolah mengorek relung hati yang paling dalam. Mengais semua alasan yang mungkin mencuatkan rasa ketertarikannya selama ini. Namun, Rena merasa terlalu keruh hingga tak bisa membedakan mana debu dan butiran permata di dalam gelapnya samudera.
"Dear, sungguh aku tak tahu jawabannya. Kenapa kamu harus menanyakan ini dan apa hubungannya dengan kelanggengan hubungan kita?", Rena yang tak sanggup menjawab pun mempertanyakan motif Jojo bertanya seabstrak itu.
"Sudah lah. Besok aku akan ke rumahmu. Lupakan pertanyaan dan perkataanku jika itu menyakiti hatimu. Selamat malam Ay", pungkas Jojo.
Pria itu tak lagi bersuara, namun tidak langsung menutup panggilan seperti biasa.
Rena benar-benar ingin pergi ke rumah Jojo dan menjelaskan semuanya sebelum semua semakin runyam dan menumpuk prasangka. Namun sekarang sudah pukul 22, tidak mungkin bertamu sekarang juga.
"Dear, kamu masih mendengarku?", Rena mencoba menjelaskan kepada Jojo.
"Sungguh dia hanya bosku. Kami baru belanja kebutuhan salon. Dia berinisiatif mentraktirku di sana. Hanya itu, dear", Rena menjelaskan dengan suara parau layaknya lelah menangis.
"Dear, aku tahu kamu masih di situ. Tolong jawab aku", suara Rena terdengar memelas.
"Tidur lah, lupakan lah, esok kita bertemu dan berbincang dengan lebih leluasa", jawab Jojo setelah lama tidak menyahut ucapan Rena.
Segera, terdengar suara panggilan diputus. Air mata mengalir deras di pipi Rena. Hatinya begitu sakit karena tahu ucapannya tidak dipercaya.
Malam itu, mereka berdua terjaga hingga lelah dan terlelap menjelang pukul setengah tiga.
"Na, Rena, bangun!", pekik bu Sri sembari memercikkan air ke wajah Rena. Mata gadis itu nampak sembab dengan kantung mata begitu jelas di wajahnya.
"Kamu habis ngapain Na? Sana cuci muka dan lekas sholat subuh. Ini sudah hampir dhuha!", ujar bu Sri yang merasa janggal dengan putrinya. Tidak biasanya Rena bangun kesiangan bahkan jika ia tidur pukul 2 dini hari karena maraton film korea.
Usai sholat, Rena menyampaikan rencana Jojo yang ingin datang menemuinya.
"Lalu, kenapa matamu sembab dan hitam seperti mata panda?", heran bu Sri yang mengira seharusnya Rena merasa senang akan kehadiran kekasihnya.
"Ngga apa-apa kok buk. Tadi malam nonton film korea yang sedih-sedih, jadinya begini", elak Rena yang tak ingin masalahnya diketahui siapapun, termasuk ibunya.
"Ya sudah kalau kamu tak mau bercerita. Ibu ke pabrik dulu. Kamu cuti saja kalau memang tak enak badan. Nanti kabari kakakmu kalau pacarmu sudah tiba. Tidak baik kalau kalian hanya berdua saja", ujar bu Sri yang tak suka cara anak muda pacaran di zaman sekarang. Mereka suka bertindak melebihi batas hanya karena dianggap sudah biasa dan sok menggunakan logika tanpa mau menelaah lebih bijaksana.
Bu Sri tahu Rena sedang mencari alasan, karena jika ia memang menonton film, Rena akan bercerita tentang kisah yang membuatnya tak mampu menahan derai air mata.
Pagi itu, Jojo pun sama. Ia bangun hampir di waktu dhuha. Pria itu pun bergegas mengambil wudhu dan menunaikan kewajibannya.
"Huh, apa yang akan kusampaikan nanti kepadanya?", gumam Jojo selesai berdzikir dan berdoa. Ia merasa bimbang, sama sekali tak suka mempermainkan perasaan wanita.
Jika hari ini ia memutuskan meminang Rena, itu berarti ia harus berkomitmen untuk segera menikahinya. Dan untuk jenjang itu, Jojo butuh memantapkan hati, bukan hanya untuk hidup bersama, melainkan membangun sebuah keluarga yang memiliki cita-cita bersama.
"Ay, kuharap Tuhan akan menuntun kita ke jalan yang tepat dan terbaik. Entah itu hidup bersama atau malah menjauhkan dan memisahkan kita", gumam Jojo kemudian beranjak membersihkan diri dan menyiapkan buah tangan untuk Rena dan keluarganya.
Waktu menunjukkan pukul 09:25. Jojo tidak mengonfirmasi apapun dan langsung menuju kediaman Rena. Ia bahkan lupa kemarin telah janjian selepas Rena pulang kerja.
Saat Jojo telah sampai di depan rumah Rena, ia baru ingat tentang jam janjian kemarin.
"Hufh, sudah lah. Sudah sampai juga. Ketemu atau tidak, tak masalah", batin Jojo sembari menghela nafas panjang kemudian mengulurkan tangan untuk mengetuk pintu.
Saat itu, Rena tengah rebahan di kamar usai meminta izin cuti kepada Abdul, ia pun mendengar suara salam dan tiga ketukan di pintu rumahnya.
"Siapa sih?", lirih Rena. Meski merasa malas, entah kenapa ia ingin membukakan pintu, memeriksa siapa kah yang berkunjung.
"Dear!", pekik Rena yang hampir saja melompat saat membuka pintu dan melihat sosok tampan di hadapannya. Gadis itu sangat ingin memeluk Jojo yang berdiri di depan pintunya, meluapkan perasaannya. Namun, Jojo malah menahan tubuh Rena dengan buket bunga yang ia sembunyikan di balik punggungnya.