Hati siapa yang tak bahagia bila bisa menikah dengan laki-laki yang ia cintai? Begitulah yang Tatiana rasakan. Namun sayang, berbeda dengan Samudera. Dia menikahi Tatiana hanya karena perempuan itu begitu dekat dengan putri semata wayangnya. Ibarat kata, Tatiana adalah sosok ibu pengganti bagi sang putri yang memang telah ditinggal ibunya sejak lahir.
Awalnya Tatiana tetap bersabar. Ia pikir, cinta akan tumbuh seiring bergantinya waktu dan banyaknya kebersamaan. Namun, setelah pernikahannya menginjak tahun kedua, Tatiana mulai kehilangan kesabaran. Apalagi setiap menyentuhnya, Samudera selalu saja menyebutkan nama mendiang istrinya.
Hingga suatu hari, saudari kembar mendiang istri Samudera hadir di antara carut-marut hubungan mereka. Obsesi Samudera pada mendiang istrinya membuatnya mereka menjalin hubungan di belakang Tatiana.
"Aku bisa sabar bersaing dengan orang yang telah tiada, tapi tidak dengan perempuan yang jelas ada di hadapanku. Maaf, aku memilih menyerah!"
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon D'wie, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
3. Sandiwara belaka
"Assalamu'alaikum," ujar Tatiana dan Ariana serempak saat mereka telah berdiri di depan pintu sebuah rumah semi permanen yang cukup minimalis.
"Wa'alaikumussalam," jawab seseorang sambil melangkahkan kakinya menuju pintu.
"Nenek," seru Ariana saat melihat sang nenek, yaitu ibu Tatiana muncul.
Senyum merekah di bibir ketiga orang itu. Pun ibu Tatiana yang langsung membuka kedua tangannya lebar-lebar, menyambut kedatangan cucunya tersebut.
"Ana, wah, nenek kangen sekali sama Ana," ujar ibu Tatiana sambil mengecup seluruh wajah Ariana. Meskipun Ariana bukan cucu kandungnya, tapi ibu Ariana benar-benar memperlakukan Ariana seperti cucu kandungnya sendiri. Ia begitu menyayangi anak dari menantunya tersebut
"Ana juga kangen, Nenek," ujar Ariana dengan senyum lebar di bibirnya. "Oh ya, nenek, Ana bawain nenek bolu kojo kesukaan Nenek lho. Ini ... " Ariana segera mengambil paper bag dari tangan Tatiana dan dengan cepat memberikannya pada sang nenek. Ibu Ariana tak dapatkan menahan buncahan bahagianya. Meskipun dirinya bukan nenek kandung Ariana, tapi gadis kecil itu pun menyayanginya sama seperti ia menyayangi nenek kandungnya sendiri.
"Wah, makasih, Sayang! Ana memang paling tahu kesukaan nenek."
"Ana gitu lho!" serunya bangga membuat Tatiana dan ibunya terkekeh.
"Ayo, masuk! Kamu juga Tiana, kenapa malah berdiri di situ kayak patung. Kayak ini bukan rumahmu aja," omel ibu Tatiana saat melihat putrinya justru mematung di tempat.
"Eh, iya, Bu." Tatiana pun melangkah masuk kemudian mencium punggung tangan sang ibu. Sementara Ariana sudah lebih dulu melakukannya setelah pelukan sang nenek tadi terlepas.
"Kamu mau minum apa, Tiana?"
"Ibu ih, nggak perlu repot-repot. Kalau mau minum kan Tiana bisa ambil dan buat sendiri. Kan ibu sendiri yang bilang ini rumah Tiana, jadi Tiana bebas dong mau ngapain. Udah kayak tamu aja dibuatin minum," ujar Tatiana sambil duduk di samping Ariana.
Ibu Ariana terkekeh, "ya kan kamu jarang datang, Nduk, setelah menikah. Jadi wajar tho ibu mau buatin kamu minum. Siapa tahu, kamu kangen minuman buatan ibu."
Tatiana tampak berpikir, "ya udah kalau ibu emang mau buatin. Buatin Tiana wedang jahe kayak biasa aja, Bu. Udah kangen minum wedang jahe buatan ibu."
"Ya udah, ibu buatin ya. Kalau cucu nenek yang cantik, mau apa?"
"Ana mau minuman kayak bunda sebut tadi aja, Nenek."
"Tapi wedang jahe itu agak pedes lho, memangnya Ana tahan?"
Ariana tampak menimbang. Ia sudah seperti orang dewasa yang tengah berpikir serius. Tatiana dan ibunya sampai gemas sendiri.
"Ana, nenek buatin sirup aja mau nggak?"
"Ya udah, kalau nenek nggak repot, Ana mau," jawabnya meniru cara Tatiana berbicara tadi. Begitulah anak-anak, mereka memang benar-benar peniru yang ulung.
Tatiana dan sang ibu tak dapat menahan tawanya. Memang ada saja tingkah anak kecil itu yang mampu membuat tawa mereka meledak. Keberadaan Ariana lah yang selama ini menjadi penyemangat Tatiana. Meskipun hubungan suami istri antara ia dan Samudera terasa dingin, tapi keberadaan Ariana sanggup menghangatkan hari-harinya. Meski Tatiana akui, bisa menikah dengan Samudera pun memang ada andil gadis kecil itu. Tanpa Ariana, mungkin Tatiana takkan pernah merasakan menjadi istri seorang Samudera. Namun tanpa ia sadari, karena Ariana pula lah, ia akhirnya terbelenggu dalam sebuah hubungan yang dingin. Meskipun Samudera tidak pernah berlaku kasar baik secara verbal maupun fisik, tapi sikap dingin Samudera pun perlahan-lahan menggerus kesabaran Tatiana. Menyayat hati, meninggalkan perih, yang lama-kelamaan perih itu menjadi luka yang menganga, berdarah, bahkan bernanah.
Menyakiti seorang istri itu tidak melulu dengan melakukan kekerasan fisik maupun verbal. Bersikap dingin pun bisa melukai. Memang awalnya tampak biasa saja, tapi perlahan-lahan luka itu akan makin besar, lebar, dan dalam. Ada yang sanggup terus bertahan, tapi tak sedikit pula yang memilih melepaskan. Entah bagaimana sikap Tatiana ke depannya bila Samudera terus bersikap demikian.
...***...
"Kamu ada masalah, Nduk?" tanya sang ibu setelah Tatiana keluar dari kamar semasa gadisnya. Ia baru saja menidurkan Ariana di sana.
Tatiana mengerjapkan matanya sambil mengambil bantal sofa dan meletakkannya di pangkuannya.
"Masalah? Nggak ada kok, Bu," kilah Tatiana.
Tapi namanya seorang ibu, pastilah ia bisa merasakan kesedihan yang menggelayut di netra sang putri. Mau serapat apapun Tatiana mencoba menutupi, insting seorang ibu itu jauh lebih tajam. Sama seperti insting seorang istri pada sang suami.
"Bu, aku ... "
"Berhenti membohongi, ibu, Nduk. Ibu bisa melihat dari pancaran matamu kalau kau sedang tidak baik-baik saja. Sebenarnya ada apa? Cerita sama ibu? Atau kamu sudah tidak menganggap ibu ini sebagai ibumu lagi? Kamu sudah tidak memerlukan ibu lagi?" cerca ibu Tatiana membuat mata Tatiana ditutupi kabut seketika.
Ibunya ini memang begitu perasa. Tatiana maklum, sejak kecil ibunya membesarkannya seorang diri. Tepatnya setelah ayahnya ketahuan berselingkuh lalu mereka memilih berpisah. Bertahun-tahun ayahnya menelantarkan dirinya, hingga kabar berita pun tak pernah terdengar. Dan bila mereka mendengar berita tentang ayahnya, ternyata itu merupakan hari terakhir sang ayah. Ayahnya dan istri muda ayahnya mengalami kecelakaan hingga akhirnya meninggal di tempat.
Tatiana menjadi saksi bagaimana perjuangan ibunya membesarkan dirinya. Tatiana juga menjadi saksi bagaimana malam-malam sang ibu yang dilewati dengan tangis. Membesarkan dirinya seorang diri, tanpa bantuan orang lain. Bagaimana ibunya tidak bisa merasakan ada sesuatu yang tidak beres dengan sang putri, bila hampir separuh usianya saja dihabiskan untuk membesarkannya dengan kedua tangannya sendiri.
"Bu ... " Tiba-tiba Tatiana terisak. Kemudian ia langsung menjatuhkan kepalanya di pundak sang ibu. Tatiana menangis. Tubuhnya bergetar. Untuk pertama kali setelah menikah, Tatiana menangis di hadapan sang ibu.
Selama dua tahun penuh, Tatiana mencoba menyembunyikan segala lara hatinya, tapi hari ini, pertahankannya runtuh. Ia tak sanggup lagi menahan gejolak di dalam dada. Ditumpahkannya tangsinya di pelukan sang ibu.
Sang ibu sampai ikut meneteskan air mata mendengar isakan tak biasa sang putri. Isakan pertanda kalau luka hatinya sungguh tak main-main. Apa yang diderita putrinya, bukanlah sekedar luka biasa. Ibunya bisa merasakan kalau luka hati putrinya itu pasti sangat luar biasa.
Tapi apa?
Apa penyebab putrinya terluka?
Bukankah ia bilang bahagia bisa menikah dengan Samudera.
Kalau ia bahagia, lantas apa yang membuat putri semata wayangnya itu terluka?
"Kamu kenapa, Nduk? Ada yang nyakitin kamu? Atau ada yang berbuat jahat sama kamu?" tanya sang ibu lembut sambil membelai puncak kepala Tatiana.
"Bu, Mas Samudera, Mas Samudera ... "
"Iya, Samudera. Samudera kenapa? Apa dia sudah menyakiti kamu? Apa dia sudah memukul kamu? Atau dia sudah ... "
Tatiana menggeleng, kemudian dengan berat hati, Tatiana pun menceritakan perlakuan Samudera selama ini padanya membuat mata sang ibu sampai mengerjap tak percaya. Di depannya, sikap Samudera terlihat hangat, tapi nyatanya semuanya hanya sandiwara belaka.
...***...
...HAPPY READING ❤️❤️❤️...
menyiksa diri sendiri.