Berawal dari sahabatnya yang fans sekali dengan seorang Gus muda hingga mengadakan seminar yang akan diisi oleh Gus yang sedang viral dikalangan muda mudi itu.
Dari seminar itulah, Annisa menemukan sosok yang selama ini dikagumi oleh banyak orang salah satunya Bunga, sahabatnya sendiri.
Awalnya, menolak untuk menganggumi tapi berakhir dengan menjilat air ludah sendiri dan itu artinya Annisa harus bersaing dengan sahabatnya yang juga mengagumi Gus muda itu.
Lantas gus muda itu akan berakhir bersama Annisa atau Bunga?
Ketika hati telah memilih siapa yang dia cintai tapi takdir Allah lebih tau siapa yang pantas menjadi pemilik sesungguhnya.
Aku mencintai dia, sedangkan dia sudah bertemu dengan takdir cintanya dan aku masih saja menyimpan namanya didalam hati tanpa tau bagaimana cara untuk menghapus nama itu.
Bukan hanya aku yang mengejar cinta, tapi ada seseorang yang juga tengah mengejar cinta Allah untuk mendapatkan takdir cinta terbaik dari yang maha cinta.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Sebuah Kata, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Melupakan Yang Bukan Takdir
Banyak orang bilang, jika berani jatuh cinta maka harus siap menerima sakitnya. Seperti kebanyakan cinta, rasa yang paling menonjol dari cinta adalah kecewa dan patah hati, seakan bahagia adalah ending yang sulit digapai dengan mudah. Perlu perjuangan yang lama untuk mendapatkan kebahagiaan itu.
Bukan hanya siap kecewa, jatuh cinta juga sering mengajarkan kita untuk melupakan yang memang tidak pernah bersama dan mengikhlaskan yang belum pernah dimiliki dan harus dipaksa mengakhiri padahal belum sempat memulai. Sebagitu ajaibnya cinta hingga komunikasi terbaik dari setiap cinta adalah air mata.
Di taman kampus yang cukup besar dipenuhi dengan bunga warna warni dan beberapa pepohonan yang memiliki ukuran berbeda dengan susunan yang tertata rapi hingga memanjakan mata yang melihat. Dedaunan hijau yang tertiup angin seakan menari ke kiri dan kekanan membuat gadis yang sedang duduk direrumputan menatap tabjuk keindahan tuhan itu.
Buku kecil ditangannya siap menerima goresan pena yang akan mengambil kepolosan kertas yang ada didalamnya. Goresan pena yang disusun dari huruf abjad dan disatukan menjadi kata yang akan disusun kembali menjadi kalimat indah untuk mengambarkan seseorang yang kini memenuhi ruang memori didalam kepala.
Sebagai seorang penulis gadungan, yang memiliki cita-cita akan menjadi penulis terkenal seperti Tere Liye, Erisca Febriani dan penulis hebat lainnya yang mampu menginspirasi banyak orang melalui karya tulisnya membuat gadis itu terus belajar menulis sesuatu yang nantinya akan mengantarkan namanya kekanca nasional dan dikenal banyak orang sebagai penulis novel yang menginspirasi.
Walaupun tulisan yang Annisa tulis belum beraturan tapi gadis itu tetap berusaha agar cita-citanya terwujud dan karyanya bisa menjadi peneman anak muda yang berjodoh dengan karyanya.
Seperti saat ini, Annisa sedang menuliskan beberapa kalimat yang mengambarkan isi hatinya terhadap gus Habibi yang tidak mungkin dia miliki. Annisa, sudah terlalu sadar untuk hal itu. Baginya, mencintai gus Habibi saat ini bukanlah hal yang baik jika cinta yang dia miliki lama-lama akan membawanya kegerbang kemaksiatan.
Melepas yang bukan takdir...
Aku mengenalnya tanpa sengaja
Mencari tau tentangnya tanpa niat
Dan mencintainya tanpa alasan.
Entah sejak kapan rasa itu ada,
Aku sendiri tidak paham dengan hati
Yang mencintai tanpa izin.
Entah sejak kapan nama itu bertahta hingga sekarang takdir memaksaku untuk melepasnya.
Melepaskan dia yang bukan takdirku,
Seharusnya sejak awal aku tidak mencintaimu
Harusnya aku tidak mengenalmu, dan tetap menjadi hampa tanpamu
Tapi kini, aku harus menerima takdir bahwa kamu bukan tercipta untukku.
Tak ada harapan untuk terus mencintaimu
Kini takdirku hanya mengikhlaskan yang memang seharusnya aku ikhlaskan.
Cepat atau lambat, kita akan bertemu pada takdir masing-masing, yang jelas bukan aku dan kamu yang menjadi kita.
"Apaan tuh," Bisma datang dang langsung merebut buku yang ada ditangan Annisa.
"Balikin gak!" ucapnya kesal.
"Lo lagi nulis puisi untuk siapa?" tanya pria itu saat melihat tulisan yang ditulis rapi di lembar itu.
Annisa mendengus kesal, "Gak usah kepo!" ketusnya.
Bisma menduduki badannya disebelah Annisa dan mengembalikan buku milik gadis itu. Annisa menerima bukunya dengan rasa kesal dan segera menyimpan buku itu kedalam tas.
Annisa berdiri hendak meninggalkan Bisma. Namun, baru saja melangkah, suara Bisma mengintruksinya, "Kenapa lo mundur?" tanya Bisma yang fokus menatap kedepan.
"Dia bukan takdir gue." balas Annisa apa adanya.
"Duduklah disini sebentar saja, gue mau bicara." pintanya lagi yang kali ini dituruti oleh Annisa. Gadis itu kembali menduduki badannya disebelah Bisma dengan memberi beberapa jarak antara mereka.
Beberapa detik keheningan menyelimuti mereka hingga suara Bisma kembali berbunyi, "Kita itu sama, Cha." serunya membuat Annisa bingung dengan ucapan pria itu.
"Sama maksud lo?"
"Kita adalah dua orang yang saling mencintai orang lain tapi kita tau bahwa orang yang kita cintai tidak mencintai kita, dan parahnya kita masih mengharapkan orang itu menjadi milik kita." jawab Bisma.
Annisa menoleh kearah Bisma yang masih fokus menatap kedepan, "Lo dan gue itu berbeda. Gue gak ngeharapin dia, sedangkan lo, lo masih ngeharapin gue." balasnya.
Bisma tersenyum kecil, "Lo mau gue mundur?"
"Terserah lo."
"Kalau gue tau cara untuk melupakan lo, udah dari lama gue bakal ngelakuin hal itu, Cha. Lo tau? Gue juga tersiksa dengan harapan yang entah bakal jadi kenyataan atau hanya akan membunuh gue secara perlahan." balas Bisma diakhiri senyum pahit sambil menatap pujaan hati.
Annisa membuang nafasnya lelah, "Huft, kalau hati bisa di kendalikan, mungkin gue lebih memilih untuk membalas cinta lo, namun kenyataannya kita sama sama gagal dalam hal ini, Bisma."
"Cha, kalau lo memilih mundur untuk mendapatkan cinta lo, namun tidak bagi gue, gue bakalan tetap maju untuk mendapatkan cinta lo. Bagaimana akhirnya biarkan waktu yang menjawab." ucap Bisma dengan keyakinannya untuk mendapatkan cinta gadis yang selama ini Ia nantikan.
Jodoh memang sudah ditetapkan oleh Allah tapi sebagai manusia tidak salah jika kita berusaha untuk mendapatkan dia yang kita cintai menjadi pasangan kita.
Bukankah doa dapat merubah takdir, lantas apa yang salah dari perjuangan Bisma untuk mendapatkan cinta Annisa? Tidak ada yang salah selagi melibatkan Allah didalamnya.
Annisa terdiam sejenak, pria didepannya tidak terlalu buruk untuk dijadikan imam rumah tangga, akan tetapi hatinya belum siap menerima nama lain selain nama Gus Habibi. Pria asing itu mampu mengunci namanya hingga tak ada satu orang pun yang dapat menggantikan nama indah itu.
Sebenarnya, Annisa juga ingin mencari nama yang bisa mencintainya, bukan hanya dirinya yang berharap cinta. Namun, mereka saling berbagi cinta dalam suka maupun duka. Apa yang dia harapkan dari seorang Gus? Bukan hanya seorang Gus, Habibi juga merupakan anak Kiya'i ternama dipulau jawa dan memiliki gelar Habib yang tentunya itu bukanlah jangkauan Annisa.
Gadis itu hanya berasal dari keluarga sederhana, yang tidak terlalu paham agama, dan jauh dari kata sholeha. Dia juga bukan lulusan pesantren ataupun anak ustad ditempat tinggalnya. Annisa, hanya anak seorang PNS biasa yang dibesarkan dengan ilmu agama seadanya dan belajar mengaji di masjid terdekat pada saat dirinya masih duduk disekolah dasar.
Bagi Annisa, bisa membaca Al-Qur'an saja sudah Alhamdulillah, walaupun terkadang tajwid dan panjang pendeknya masih salah. Banyak hal yang kurang didalam hidup gadis itu apalagi perihal agama. Sungguh, dia bukan pasangan yang tepat untuk gus Habibi yang luar biasa dalam agamanya.
Namun, memilih Bisma menjadi pasangan bukanlah pilihan tepat disaat hati masih memiliki penghuni yang belum ingin digantikan.
"Perbaiki lah agama lo, gue juga sedang dalam proses memperbaiki diri. Masalah kita, serahkan semuanya pada Allah, gue yakin apapun takdirnya semua adalah rencana Allah untuk kita." balasnya setelah beberapa detik terdiam.
Bisma mengangguk, "Itu kewajiban gue sebagai seorang muslim, Cha. Gue sedang berusaha memperbaiki diri agar Allah mempermudah semua urusan gue. Gue yakin Allah mendengar semua doa yang gue langitkan." jawab Bisma.
"Semua itu karena Allah?"
"Ya, gue berubah semata-mata ingin mendekatkan diri kepada Allah dan mendapatkan cintanya. Jadi, jika suatu saat takdir gue bukan lo, gue yakin harapan yang gue gantungkan kepada Allah akan dibalas berkali-kali lipat. Dan gue juga yakin, rasa yang ada dihati gue untuk lo adalah takdir Allah, dan jika Allah ingin gue ngelepas lo, Allah pasti ngehapus nama lo disini." balas Bisma sembari menunjuk letak hatinya.
Annisa membuang nafas pelan, "InsyaAllah lo bisa, gue pamit mau pulang dulu." Annisa bangkit dari duduknya diikuti Bisma.
"Mau gue antar?" tawar Bisma.
Annisa menggeleng, "Kita bukan mahrom, Bis." tolaknya halus.
Bisma mengangguk, "Baiklah, hati-hati."
Gadis itu berjalan menjauhi Bisma yang masih menatap punggung mungil Annisa. Ada rasa tenang disaat yang bersamaan setelah menceritakan semuanya kepada Annisa.
Bisma dan Annisa, adalah dua insan yang saling mengejar cinta yang entah pada siapa cinta mereka akan berlabuh.
Cinta itu dua hal yang menggambarkan kebahagiaan dan kesedihan secara bersamaan.
Sebenarnya apa itu cinta?
Mengapa serumit ini?
Kenapa cinta gak bisa dikontrol kepada siapa Ia harus jatuh?
Bukankah sebaiknya kita mencintai orang yang juga mencintai kita? Lantas kenapa Annisa tidak mencoba menerima Bisma?
Apa yang kurang dari pria itu?
Bukankah manusia yang ada dibumi ini memiliki kekurangan dan kelebihan? Mengapa tak ada ruang sedikitpun untuk Bisma meyakinkan hati gadisnya? Mengapa Annisa harus membandingkan Bisma dengan Gus Habibi?